Senin, 29 Agustus 2011

Masjid Ibnu Tulun, Kairo, Mesir

Aerial View Masjid Ibnu Tulun, Kairo, Mesir.

Masjid Ibnu Tulun atau Masjid al-Mayden, Masjid Maydan, atau Masjid Ahmad Ibn Tulun, dibangun pada tahun 876-879 dimasa pemerintahan Ahmad Ibn Tulun, penguasa Mesir pertama dari dinasti Ibnu Tulun yang berkuasa di Mesir selama 135 tahun. Masjid yang sudah berumur ratusan tahun namun cukup terawat baik ini menjadi salah satu peninggalan masa kejayaah Islam di Mesir. Masjid ini juga menjadi masjid tertua kedua di Mesir setelah masjid Amr Bin Ash. Dan kini menjadi salah satu daya tarik utama para wisatawan lokal dan manca Negara di Kairo. Dari sisi arsitektur masjid ini hampir sama dengan masjid agung Samarra di Irak, karena memang Ahmad Ibn Tulun berasal dari Kota Samarra. Meski kini masjid Agung Samarra tinggal reruntuhan, kehadiran masjid Ibnu Tulun di Kairo ini dapat memberikan gambaran detil tentang masjid tersebut.

Alamat dan Lokasi Masjid Ibnu Tulun

Masjid Ibnu Tulun berada di tengah tengah kawasan Al-Qatai yang merupakan bekas kota keluarga kerajaan dinasti Ibnu Tulun, Al-Qatai berada sekitar dua kilometer dari wilayah kota tua Al-Fustat. Di Al-Basatin, al-Saliba Street, Kairo, Mesir


Sejarah Masjid Ibnu Tulun

Masjid ini dibangun oleh Ahmad Ibn Tulun (berkuasa tahun 868–884 ) pada tahun 876M dan selesai tahun 879M. Ahmad Ibn Tulun yang dikenal sebagai pendiri Dinasti Tulun di Mesir, merupakan putra dari seorang budak semasa pemerintahan Khalifah Alma’mun dari dinasti Abbasiah,. Beliau lahir di Baghdad (Irak) pada bulan Ramadhan 200H (September 835M). Beliau dikirim ke Mesir tahun 868 sebagai gubernur Al-Fustat, Dalam dua tahun beliau menjadi Gubernur bagi seluruh negeri Mesir menggantikan ayah angkatnya yang wafat di tahun 870M.

Beliau kemudian menolak mengirimkan upeti tahunan ke pemerintahan Abasiah dan bahkan membentuk propinsi merdeka dibawah pemerintahannya sendiri lepas dari pemerintahan Khalifah Abbasiah, Dinasti Tulun kemudian memerintah di Mesir selama 135 tahun hingga tahun 905M. Semasa berkuasa Ahmad Ibn Tulun mendirikan kota kerajaan di atas bukit batu yang disebut Jabal Yashkur (bukit Syukur) dekat dengan kawasan Muqattam di Timur laut Al-Fustat, proses pembangunan kawasan baru tersebut turut menggusur pemakaman Kristen dan Yahudi yang berada di perbukitan tersebut.

Salah satu vocal point dari masjid Ibnu  
Tulun, adalah menara spiralnya ini
Kawasan perbukitan tersebut memiliki begitu banyak legenda masa lalu yang melekat padanya diantaranya adalah : di kawasan ini dipercaya bahwa bahtera Nabi Nuh mendarat setelah banjir besar, dan di bukit itu pula dipercaya sebagai tempat ketika Tuhan berbicara langsung kepada Nabi Musa dan berhadap hadapan dengan para penyihir Fir’aun. Tak jauh dari tempat tersebut juga terdapat tempat bernama Qal'at al-Kabsh, dipercaya sebagai tempat Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan putra tercintanya Nabi Ismail. Kota baru yang dibangun oleh Ahmad Ibn Tulun tersebut diberi nama al-Qata'i', yang merupakan lokasi tempat tinggal nya para pengikut setia Ahmad Ibn Tulun.

Di tengah tengah kawasan kota kerajaan yang dibangunnya itu dibangun masjid Ibnu Tulun. Masjid tersebut dibangun menggantikan Masjid Amr yang terlalu sempit untuk menampung pasukan dan para pengikut Ibnu Tulun yang begitu besar. Tahun 905 ketika dinasti Abbasiah mengambil alih kembali kendali atas wilayah Mesir, kerajaan tersebut dihancur leburkan hingga rata dengan tanah. Dari kehancuran tersebut tersisa bangunan masjid yang berada di tengah tengah lokasi bekas kota kebanggaan Ahmad Ibnu Tulun tersebut.

Istana Ibnu Tulun yang diberi nama Dar Al-Imara terhubung langsung dengan masjid pada sisi kiblat, disediakan pintu khusus disamping mimbar sebagai akses khusus bagi Ibnu Tulun ke dalam masjid. Masjid ini digunakan oleh dinasti Fatimiyah untuk acara acara selama bulan suci Ramadhan. Juga sempat mengalami kerusakan semasa digunakan sebagai persinggahan bagi para jemaah dari Afrika Utara ke Hijaz (kini Saudi Arabia) di abad ke 12. Namun kemudian di restorasi dan dibangun kembali dengan fungsi sebagai madrasah oleh 'Alam al-Din Sanjar al-Dawadar atas perintah dari penguasa Dinasti Mamluk, Sultan Lajin, pada tahun 1926M. (Sultan Lajin adalah orang yang turut bersekongkol dalam pembunuhan Sultan al-Ashraf Khalil ibn Qalawun, saat dia bersembunyi di dalam masjid dia berjanji dalam hati akan merestorasi masjid tersebut bila dia selamat).

Halaman tengah Masjid Ibnu Tulun.

Arsitekural Masjid Ibnu Tulun

Masjid Ibnu Tulun keseluruhannya seluas 2,6 hektar. (Ukuran yang jauh lebih luas dari satu lapangan sepak bola) Dengan dimensi 162m x 162 m. sedangkan bangunan masjid nya sendiri berukutan 140m x 116m, Ukuran tersebut sudah termasuk pelataran masjid di bagian tengah seukuran 90m x 90m. dengan ukuran sebesar itu masjid Ibnu Tulun ini setara dalam luasnya dengan Masjid Agung Damaskus yang dibangun dimasa Khekhalifahan Bani Umayyah di Syria.

Secara kasat mata masjid Ibnu Tulun mencerminkan arsitektural Samarra, kampung halaman Ahmad Ibnu Tulun di Irak. Reka bentuk hingga bentangan masjid ini sangat mirip dengan masjid agung Samarra yang kini tinggal puing dan tidak difungsikan lagi. Bahkan bangunan menara pertama masjid Ibnu Tulun inipun dibangun dalam bentuk spiral seperti bangunan menara pada Masjid Agung Kota Samarra, Irak. Sebelum kemudian mengalami perubahan bentuk setelah beberapa kali renovasi oleh para penguasa setelah beliau.

Masjid Ibnu Tulun.

Keseluruhan bangunan masjid dibangun menggunakan bata merah yang kemudian diperindah dengan ukiran lapisan plester semen, ukiran dalam bentuk yang berliku liku dengan atap ditopang oleh arcade diatas pilar pilar besar. Menara batu berbentuk spiral di bagian tengah masjid dengan Mabkhara finial (bentuk kubah bertulang di atas struktur octagonal) dibangun oleh ulang oleh Sultan Lajin tahun 1296.

Tempat wudhu yang dibangun di lokasi bangunan fawara (pancuran air) dibangun oleh Ibnu Tulun dan kemudian hancur dalam kebakaran thaun 986. Bangunan tersebut penuh dengan dekorasi merupakan gedung terpisah berupa pavilion yang terdiri dari kubah yang ditopang oleh kolom kolom batu pualam bersepuh emas. Fasilitas bersuci ini aslinya dibangun bersama dengan klinik berada di dalam ziyada untuk kepentingan higinitas.

Mihrab masjid Ibnu Tulun.
Apa yang kini tersisa dari atap ruangan di belakang mihrab yang ditopang dengan tiang tiang kayu, merupakan elemen setempat yang banyak dijumpai di berbagai bangunan di Afrika Utara dan wilayah Andalusia (kini Spanyol). Pengaruh Andalusia juga terdapat pada penggunakan lengkungan ganda, tapal kuda pada jendela dan poros bangunan menara. Pengaruh arsitektutal Andalusia ini dikarenakan danya pemukim muslim Andalusia di wilayah Mesir kala itu, mereka merupakan para pengungsi yang terusir dari Andalusia oleh penaklukan Kristen tahun 1212-1260. Keseluruhan dinding mihrab masjid ini dihiasi dengan ukiran berbahan plester semen dan kayu serta mozaik kaca pada bagian atas dan panel manner pada bagian bawah mihrab. Pada bagian atas mihrab terpahat tulisan dua kalimat syahadat menggunakan gaya tulisan kaligrafi Kufi.

Di dalam ruang sholat utama di bagian dalam masjid yang menghadap langsung ke arah mihrab, terdapat lima baris pilar yang membentuk kendali ruangan. Makan terdapat lima baris ruangan yang terbentuk di antara pilar pilar tersebut secara parallel terhadap mihrab mulai dari garis batas shaf terdepan. Barisan pilar parallel tersebut mengakomodir sebanyak 80 tiang yang melintang satu sama lain nya menopang lengkungan lengkungan identik satu sama lain di atasnya.
Halaman tengah Masjid Ibnu Tulun.

Seperti masjid-masjid lain yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah, di tengah-tengah Masjid Ibnu Tulun terdapat sebuah halaman (courtyard) yang sangat luas. Luasnya melebihi ruangan masjid itu sendiri. Keberadaan halaman yang luas ini membuat suasana di dalam masjid terasa sangat sejuk, karena sirkulasi udara yang baik. Bagian courtyard ini dikelilingi oleh serangkaian serambi dengan atap yang melengkung. Di bagian tengah halaman terdapat sebuah bangunan dengan kubah besar. Bangunan berkubah tersebut adalah sebuah sumur, yang biasa dipergunakan sebagai tempat untuk mengambil air wudhu. 

Bangunan Masjid Ibnu Tulun terdiri atas koridor-koridor panjang yang disangga oleh pilar-pilar artistik dengan ornamen pahatan ayat-ayat Alquran. Pilar-pilar tersebut terbuat dari batu bata yang diplester dengan semen. Koridor-koridor yang terdapat pada masjid ini sebenarnya mengadopsi bentuk bangunan gereja di Kairo pada masa itu. Lampu gantung yang khas juga bisa ditemui di sepanjang langit-langit koridor. 

Menara spiral

Ciri khas dari Masjid Ibnu Tulun ini adalah menara spiral yang ada di bagian belakang masjid. Arsitektur menara berbentuk spiral ini juga dapat ditemui pada bangunan Masjid Agung Samarra di Irak. Berbeda dengan menara Masjid Agung Samarra yang terpisah dengan bangunan utama, menara spiral yang terdapat pada masjid Ibnu Tulun ini justru menyatu dengan bangunan masjid. Bahkan, untuk menaiki menaranya, setiap orang bisa melakuannya setelah naik ke lantai dua. 

Tembok Masjid Ibnu Tulun yang khas.

Caranya, saat keluar dari pintu utama masjid, berjalanlah ke arah belakang untuk naik ke menara spiral yang ada di luar masjid. Dari sini ada tangga menuju lantai atas masjid sekaligus ke menara spiral. Lantai atas masjid merupakan ruang terbuka yang sangat luas, tanpa pembatas atau pagar yang mengitarinya. Karena itu, harus berhati-hati jika berjalan menuju ke tengah untuk melihat courtyard dari atas jika tidak ingin jatuh ke lantai dasar. 

Menaiki tangga menara spiral membutuhkan tenaga ekstra. Dan seperti lantai atas masjid, tangga spiral inipun hanya diberi pagar yang cukup pendek. Mungkin aspek keamanan belum menjadi salah satu pertimbangan arsitek-arsitek zaman dulu. Sampai di atas, kita bisa melihat pemandangan di sekitar Masjid Ibnu Tulun. Bagian courtyard Masjid Ibnu Tulun juga terlihat lebih cantik dari atas. 

Beberapa fitur khas Masjid Ibnu Tulun.

Sebelum pintu keluar, ada sebuah museum bernama Gayer Anderson Museum. Bangunan museum ini dulunya menapakan rumah tinggal seorang Jenderal berkebangsaan Inggris bernama RG John Gayer-Anderson. Jenderal Anderson beserta seluruh anggota keluarganya tinggal di sana hingga 1942. Bangunan Masjid Ibnu Tulun dan Museum Gayer Anderson ini pernah dijadikan sebagai lokasi syuting film James Bond yang berjudul The Spy Loved Me 

Sejak dilakukan renovasi tahun 1999 tersisa sedikit saja dekorasi asli dari semen plesteran di sana dan halaman tengah kini sudah di perkeras sedangkan pancuran tempat bersuci kini di ubah tampilannya dengan lapisan batu pualam bewarna hitam.

Renovasi dan Perbaikan

Perbaikan pertama atas masjid Ibnu Tulun dilakukan pertama kali tahun 1177M oleh Badr Al-Jamali. Beliau adalah Gubernur yang ditunjuk oleh Penguasa Daulah Fatimiyah. Al-Jamali. Perbaikan beirkutnya dilakukan pada masa Sultan Malik Al-Mansur dari dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesir tahun 1296M. Sultan Malik Al-Mansur melakukan beberapa perbaikan dan penambahan bangunan baru. Dan restorasi terahir terhadap masjid ini dilakukan oleh Dewan Purbakala Mesir tahun 1999 - 2004 yang lalu.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA