Sabtu, 04 Agustus 2012

Islamic Center Lhokseumawe (Bagian II)

Masjid Agung Islamic Centre Lhokseumawe – Nangroe Aceh Darussalam

Kemunduran Kerajaan-kerajaan Islam dan Jauhnya pengaruh Masjid tehadap Ummat Islam

Setelah Eropa Nasrani (Spanyol, Portugis & Belanda) berdatangan dan dengan rakusnya ingin menguasai daerah Aceh, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus.Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena Kerajaan-Kerajaan Islam Aceh dan Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis.

Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Aceh dan Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka dan membatasi fungsi Masjid hanya sebagai tempat beribadah. Sehingga terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari negara lain yang telah terjalin ratusan tahun dan terbatasnya masjid sabagai tempat syiar Islam.

Stempel Kerajaan Samudra Pasai yang digunakan pada awal abad IX Hijriah. Stempel berusia 683 tahun ditemukan warga di areal pertambakan di Desa Kuta Krueng. Stempel yang diduga milik Kerajaan Samudera Pasai ditemukan di pematang tambak di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Cap kerajaan itu diyakini milik Sultan Muhammad al Malik az Zhahir, yang wafat di tahun 726 Hijriyah (1326 Masehi).

Hal ini yang membuat Ummat Islam semakin Jauh dari ajaran-ajaran yang telah ditanamkan oleh para Ulama, apalagi dengan strategi politik Snouck Hurgronye, penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda menjadi lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab (Mekkah), Jawa, dan Aceh. Ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya yang menyesatkan dengan memisahkan Agama dari Negara atau yang dikenal dengan Teori Sekulerime.

Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketatanegaraan. Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat Islam Aceh dan Indonesia saat ini, tentu sangat dipengaruhi oleh masa lalunya. Islam yang telah diakui sebagai kekuatan Kultural, tetapi dicegah untuk merumuskan sebuah bangsa menurut versi Islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, Islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini.

Komplek Makam Malikussaleh di Geudong Aceh Utara, 20 km arah Timur Lhokseumawe. 

Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.

Mengembalikan Fungsi Totalitas Sebuah Masjid

Jika kita kembali pada masa keemasan Islam, ketika Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, bangunan yang pertama kali dibangun adalah Masjid. Sebuah negeri dapat dikategorikan sebagai negeri kaum muslimin jika memenuhi tiga syarat; (1). mayoritas penduduknya muslim; (2). pemimpin atau presidennya seorang muslim; serta (3). bebasnya syiar Islam di negeri tersebut dan masjid adalah pusat Syiar Islam.

Batu nisan dan prasasti peninggalan zaman Kerajaan Samudera Pasai di kompleks pemakaman Tengku Batee Balee, Desa Meucat, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.

Setidaknya ada sepuluh fungsi atau peranan yang dimainkan oleh Masjid Nabawi di zaman kenabian; (1). tempat ibadah (salat, zikir), (2) tempat untuk berkonsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial, dan budaya), tempat pendidikan, tempat pemberdayaan ekonomi dan santunan sosial (baitul maal), tempat pelatihan militer dan penyimpanan alat-alat perang, tempat pengobatan para korban perang, tempat pengadilan dan pendamaian sengketa, tempat menerima tamu, tempat menahan tawanan, dan tempat penerangan dan informasi serta pembelaan agama.

Fungsi masjid seperti inilah yang diteruskan dan dilestarikan oleh para salafusshalih, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tabi’in, dan tabi’uttabi’in rahimahmuullah sehingga kejayaan Islam berhasil mereka raih dengan gemilang dan mampu mencapai puncak peradaban. 

meski belum selesai seluruhnya Masjid Islamic Centre Lhokseumawe ini sudah menunjukkan keindahannya di malam hari 

Sejarah Awal Pembangunan Islamic Center Lhokseumawe

Atas dasar goresan sejarah, untuk mengembalikan kejayaan Islam Samudra Pasai dan mengembalikan fungsi totalitas sebuah Masjid serta menyatukan Perpecahan Ummat Islam didalam sebuah wadah utama yaitu masjid yang di kenal dengan Al-Markazul Islami Kota Lhokseumawe di rancang, bangunan mega ini digagas oleh Tokoh-tokoh Ulama dan Cendikiawan yang berada diwilayah Aceh Utara dibawah Pimpinan mantan Bupati Aceh Utara, Ir. H. Tarmizi A Karim, M.Sc.

Pada masa konflik Aceh dulu. Dalam Program jangka pendek Islamic Center dimulai dengan pembangunan Masjid Agung (induk) seluas 16.475,80 Meter persegi dan diperkirakan akan dapat menampung 20.000 Jama’ah. Untuk mengembalikan fungsi totalitas sebuah masjid ikut dirancang pembangunan gedung serba guna (Multy Purpose Building), perpustakaan umum, Dirasah khassah (Islamic Studies), Museum / Art Gallery dan Play Grup, wisma tamu (Guest House), Gerai-gerai (kios-kios), Rumah Imam Besar, Menara dan Tugu yang semuanya membutuhkan biaya sebesar Rp. 150 Miliar.

Jamaah shalat Idul Fitri menuju Mesjid Islamic Centre Lhokseumawe Aceh. Minggu (20/9/2009). Meski pengerjaan baru mencapai 70% dengan realisasi anggaran Rp.110 miliyar, Ribuan ummat muslim di Aceh Lhokseumawe melaksanakan shalat Idul Fitri perdana di Mesjid Islamic Centre Lhokseumawe.

Pembentukan Kota Lhokseumawe

Dalam rentang waktu beberapa tahun pembangunan berjalan, sharing dana anggaran pembangunan dan belanja kabupaten (APBK) Aceh Utara, sudah mencapai sekitar Rp. 100 miliar. Asupan dana terhenti seiring pemekaran daerah kota lhokseumawe dari kabupaten Aceh Utara pada Tahun 2001 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Lhokseumawe yang dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2002 tentang pemberlakuan secara efektif Undang-Undang Nomor 2 tahun 2001.

Setelah terhenti sekian lama, penyerahan Islamic Center seutuhnya kepada Pemkot Lhokseumawe dilaksanakan pada Tanggal 6 Mei 2009 diserahkan langsung oleh bupati Aceh Utara Ilyas Pase dan diterima Oleh Walikota Lhokseumawe Munir Usman. Pembangunan gedung yang sempat terhenti itu mulai dilanjutkan kembali. Dana yang tersedia baru Rp. 4 Miliar yang bersumber dari APBK Kota Lhokseumawe dan APBA 2008 serta bantuan dari PT. Arun sebesar 500 juta. Sementara kebutuhan dana untuk merampungkan bangunan ini adalah sekitar Rp. 70 Miliar lagi. Dengan dana yang telah tersedia tersebut Pemko Lhokseumawe melanjutkan Pembangunan yang mencakup tempat wudhu, jaringan listrik, pembersihan lantai serta sound system yang kini proses pengerjaannya telah mencapai 80%.

Begini bentuk utuh masjid Islamic Centre Lhokseumawe ketika selesai nanti

Pemko Lhokseumawe membentuk Badan Panitia pembangunan yang diketuai Oleh Drs. Arifin Abdullah dan Badan Panitia Pengelolaan dan ta’mir Masjid pada hari Selasa tanggal 20 Juni 2010 yang diketuai Oleh Tgk. H. Ramli Amin, S.Ag. dengan adanya panitia khusus ini diharapkan kelanjutan proses pembangunan gedung Islamic Center akan lebih fokus. Dan dengan struktural dan manajemen yang berkompeten diharapkan fungsi totalitas sebuah Islamic center baik bidang peribadatan maupun bidang pendidikan serta pelatihan bisa dinikmati seceptanya oleh warga Kota Lhokseumawe, Aceh Utara dan sekitarnya.

Hasil silaturrahim pengurus Islamic center kepada para ulama di wilayah pase dan sekitarnya mendapatkan respon positif, untuk berbagai program  ataupun kegiatan yang telah dicanangkan oleh pengurus Islamic center. Dan hasil dari kunjungan tersebut memberikan ide-ide serta motivasi yang kreatif untuk membantu pengurus Islamic Center Kota Lhokseumawe.

detil kubah yang indah di Masjid Islamic Centre Lhokseumawe

Meskipun Bangunan yang belum rampung 100% serta falisiltas yang sangat memadai pengurus Islamic Center telah menjalankan program program di Islamic center ini dengan baik. Kehadiran Islamic center ditengah-tengah Ummat Muslim Kota lhokseumawe dan Aceh secara Umum, tidak hanya sekedar untuk menggali kembali peradaban Islam yang pernah bergemilang ditanah Rencong tetapi sebagai wilayah konsentrasi baru kebangkitan Islam di dunia sehingga keberadaannya ditengah-tengah kota Lhokseumawe dapat menunjukkan peran strategisnya sebagai pusat pembaharuan menuju tata nilai kehidupan yang lebih Islami.

Tradisi Kanji Rumbi Selama Ramadhan

Kanji Rumbi jadi penganan khas berbuka di hari pertama bagi warga Lhokseumawe. Bubur yang mempunyai rasa ciri khas rasa itu ramai diserbu masyarakat,terlebih lagi tanpa perlu membeli, kerena disediakan gratis oleh pengurus Islamic center Lhokseumawe. Seperti yang terjadi pada hari pertama Ramadhan 1433H, yang jatuh pada tanggal 21 Juli 2012 yang lalu.

Exterior Masjid Islamic Centre Lhokseumawe

Badan Kenaziran Mesjid (BKM) Islamic Center Kota Lhokseumawe, bekerjasama dengan pemerintah setempat membagikan Kanji Rumbi secara gratis kepada dua ratusan masyarakat Islam kota kota Lhokseumawe, pembagian panganan khas Aceh ini dilakukan di halaman Mesjid Islamic Center. pembagian kanji rumbi secara gratis merupakan salah satu agenda rutin BKM dan pemerintah kota di bulan suci Ramadhan.

Selain pembagian kanji rumbi juga dilaksanakan kegiatan lainnya seperti buka puasa bersama dan pesantren Ramadhan 1433 Hijriah. Walikota Lhokseumawe, Suaidi Yahya ikut turun langsung membagikan kanji rumbi gratis kepada masyarakat menyebutkan, kanji rumbi tersebut merupakan hasil sumbangan bersama oleh masyarakat.

dibawah kibaran merah putih

Seperti di masjid masjid seluruh dunia, acara buka puasa di bulan Ramadhan dilanjutkan dengan sholat Tarawih berjamaah. Di Islamic Center Lhokseumawe, ribuan warga dari empat kecamatan dalam kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Jumat 20 Juli 2012 malam memadati Mesjid Islamic Center untuk melaksanakan Sholat Tarawih perdana masuknya bulan Suci Ramadhan 1433 Hijriah. Tarawih perdana itu juga turut diramaikan oleh pejabat teras Pemerintah Kota Lhoskeumawe dan Pemkab Aceh Utara. Tradisi Tarawih di Masjid Islamic Center Lhokseumawe dimulai dengan ceramah agama dan dilaksanakan sebanyak 20 rekaat ditambah dengan witir 3 rekaat.

Selain Sholat Tarawih berjamaah diserta ceramah agama, juga digelar i’tiqaf bersama pada 10 hari terakhir Ramadhan yang diisi dengan shalat malam dan zikir sampai menjelang sahur. Selain itu juga ada tadarus dengan menghadirkan qori-qori pilihan di Lhokseumawe, serta program pesantren kilat bagi pelajar.

Menyambut Ramadhan, pengurus Masjid Agung Islamic Center Lhokseumawe juga mengadakan Ramadhan Fair di halaman masjid setempat selama puasa berlangsung. Kegiatannya dibuka menjelang shalat Ashar dan tutup sementara menjelang Magrib. Kemudian dibuka kembali usai shalat Tarawih. Di Ramadhan 1433 / 2012 disediakan 20 stand yang menjual makanan dan minuman berbuka, serta berbagai pakaian muslim dan barang-barang lainnya

Kembali ke bagian I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA