Kamis, 24 November 2011

Masjid Di Atap Dunia, Masjid Agung Lhasa - Tibet

Masjid Agung Lhasa Tibet.

Dimanakah Letak Masjid Agung Lasha

Tibet, sebuah negeri yang juga berada di lokasi geografis tertinggi di bumi dengan elevasi rata rata 4900 meter dari permukaan laut. Jauh lebih tinggi dari gunung semeru (3676mdpl) puncak tertinggi di pulau Jawa. Dengan ketinggian itu menjadikan Tibet sebagai kawasan tertinggi di planet bumi. Wajar bila kemudian Tibet disebut sebagai Negeri di atap Dunia. Tibet beribukota di Lhasa. Kota yang menjadi rumah bagi Masjid Agung Lhasa yang akan kita bahas dalam artikel ini.

Tibet dulunya merupakan sebuah Monarki dengan agama Budha sebagai agama negara, pemimpin negaranya juga merupakan pemimpin tertinggi agama Budha, bergelar Dalai Lama. Negeri dengan bangunan bangunan megah peninggalan Sang penguasa negeri atap dunia. Kota Lasha kadang kadang juga dijuluki sebagai “tempat bersemayam-nya para dewa”. Sebuah bangunan istana monumental menjadi landmark dan tujuan wisata utama di jantung kota Lhasa, Istana Potala namanya. Bangunan istana yang menyandang predikat sebagai istana kuno dengan lokasi geografis tertinggi di muka bumi. Istana tempat bertahtanya Dalai Lama pertama hingga Dalai Lama terahir.

Lokasi Tibet Autonomous Region - China
Di tengah negeri yang kental dengan tradisi Budha ini, Islam telah eksis sejak hampir seribu tahun lalu. Masjid Agung Lasha yang akan kita ulas dalam artikel ini merupakan salah satu bukti eksistensi Islam di Tibet umumnya dan di kota Lasha khususnya. Lokasinya yang berada di kota tertinggi di bumi menjadikan masjid Agung Lasha sebagai masjid yang juga terletak di lokasi tertinggi di Bumi. Masjid di atap dunia. Arsitektural masjid ini begitu unik dalam kesederhanaannya memadukan arsitektural Islam dengan arsitektural tradisonal asli Tibet dengan sentuhan tradisional Hui.

Tahun 1950 pasukan merah China menginvasi Tibet dan di musim gugur tahun 1951 pasukan merah China berhasil menduduki kota Lhasa. Pada tanggal 17 Maret 1959 Pemimpin tertinggi Tibet, Dalai Lama berhasil meloloskan diri dari tangkapan pasukan merah China dan hidup di pengasingan bersama keluarga serta pengikut setianya di Dharamsala, India, dan membentuk semacam pemerintahan di pengasingan. Dalai Lama yang sekarang adalah Dalai lama ke 14 atau Tenzin Gyatso. Tahun 1965 pemerintah China menjadikan Tibet sebagai salah satu propinsi di Republik Rakyat China dengan status otonomi Khusus bernama resmi Tibet Autonomous Region atau Xizang Autonomous Region.

Alamat Masjid Agung Lasha

Wengduixingka Road No.3, Hui Community
Southeast of Hebalin, Old Town, Lasha
Tibet (Xizang) Autonomous Region, China



Sejarah Masjid Agung Lasha

Masjid Agung Lhasa juga dikenal dengan nama Masjid Hebalin, karena lokasinya yang berada di kawasan Hebalin, di pusat kota Lasha. Masjid yang menjadi pusat komunitas muslim Hui di Tibet. Masjid ini pertama kali dibangun tahun 1716M dimasa pemerintahan Kaisar Kangxi dari dinasti Qing. Pertama kali dibangun masjid Agung tersebut hanya seluas 200 meter persegi. Bangunan masjid pertama itu kemudian diperluas tahun 1793M ketika banyak tentara muslim yang menetap di Lhasa. Bangunan masjid tersebut hancur dalam kebakaran di tahun 1959 dan kemudian dibangun lagi ditahun yang sama. Bangunan yang kini kita lihat di pusat kota Lasha adalah bangunan setelah renovasi terahir tersebut.

Di bulan Maret tahun 2008, kawasan muslim quarter di Hebalin termasuk Masjid Agung Lhasa ini sempat dirusak massa pendemo anti China di Tibet. Kawasan Hebalin dan Masjid Agung mengalami kerusakan disana sini akibat rusuh massa. Polisi setempat sempat menutup kawasan tersebut, melarang siapapun masuk kesana kecuali warga asli Hebalin dan muslim dari area lain yang akan menunaikan sholat di Masjid Agung.

Masjid Agung Lasha dengan gerbangnya yang khas.

Secara tradisional kota Lhasa mengenal dua jenis masjid, “Masjid Besar” dan “Masjid Kecil”. Masjid Agung Lasha merupakan masjid besar, dikelola oleh muslim Hui, masjid ini memang dibangun oleh muslim etnis Hui, meskipun sebenarnya etnis manapun boleh menggunakan masjid ini. namun karena letaknya yang berada di tengah tengah komunitas muslim Hui di kota Lasha, masyarakat umum lebih mengenalnya sebagai masjidnya muslim Hui.

Masjid lainnya disebut masjid kecil (Lhasa Small Mosque) adalah masjid yang dibangun untuk para muslim pendatang dari Kashmir. Masjid kecil, pertama kali dibangun tahun 1863M. Masjid ini berukuran 130 meter persegi dilengkapi dengan bangunan sekolah Islam dibangun tahun 1952 dan menginduk ke sekolah Islam di masjid Agung Lhasa. Di sekitar Masjid Kecil, ada 63 keluarga yang tinggal disana termasuk 11 keluarga warga asing dengan total populasi sekitar 315 jiwa. Masjid Kecil Lasha terletak di Balang Steet, Hebalin, Chengbing District, Lhasa.

Fasad depan Masjid Agung Lasha dengan 
ornamen khas etnis Hui 
Arsitektural Masjid Agung Lhasa

Masjid Agung Lasha dibangun dalam arsitektural tradisional Tibet dengan bentuk bentuk lengkungan sirkular dan dua menara kecil menyatu dengan atap masjid di atap sisi depan masjid. Dekorasi masjid didominasi oleh ukiran dan lukisan bunga bunga dan flora, dalam sentuhan warna biru. Arsitektur masjid ini cukup sederhana namun cukup menyolok diantara bangunan bangunan lain di pusat kota Lasha. dua menara dan Kubah utama di atap masjid terlihat sampai jauh, memberikan nuansa lain di kota Lasha.

Masjid Agung Lasha memiliki tiga pintu masuk menuju halaman tengah nya. Seperti kebanyakan bangunan relijius di Tibet Masjid Agung Lasha juga dilengkapi dengan sebuah pintu gerbang besar menuju halaman masjid. Gerbang dengan arsitektural khas Tibet, mirip seperti gerbang sebuah vihara Budha. Ornamen gerbang ini didominasi polesan warna merah, lukisan floral, dan atap khas yang terdiri dari tiga undakan atap. Pembedanya dengan bangunan relijius lainnya adalah sebuah papan nama besar yang bila di Indonesia-kan artinya adalah “Masjid Agung Lasha di Tibet”, yang ditulis dengan tiga aksara sekaligus. Aksara dan bahasa arab serta dua aksara setempat.

Keseluruhan bangunan masjid ini menempati area seluas 2600 meter persegi termasuk bangunannya seluas 1300 meter persegi. Bangunan utama nya terdiri dari ruang sholat utama, dan bangunan penunjang termasuk bangunan bunker, menara air, kamar mandi, tempat wudhu dan lain lainnya. Ruang sholat masjid ini seluas 285 meter persegi terdiri dari ruang inti, dan ruang terbuka. Gedung bunker atau gedung Xuanli, merupakan bangunan utama masjid ini.

Salah satu menara masjid Agung Lasha 
Interior nya sederhana, lantainya terbuat dari kayu yang ditutupi permadani berwarna merah berpola shaf demi shaf sholat. Di kanan kiri mimbar terpampang gambar Masjidil Haram dalam ukuran besar. Satu hal yang unik dari masjid ini adalah adanya Tasbih yang banyak bertebaran di permadani disediakan oleh pengurus masjid untuk para jemaah, kebiasaan muslim Tibet bertasbih dengan suara yang agak keras tidak seperti di Indonesia yang biasanya bertasbih dengan suara yang nyaris tak terdengar. Jemaah masjid Agung Lhasa yang sebagian besar adalah muslim Hui yang hadir di masjid dengan pakaian khas muslim Tibet ; Jas dan celana warna hitam lengkap dengan peci putih.

Selain Masid Agung Lasha dan Masjid Kecil Lhasa, masih ada dua Masjid Lagi di Kota Lasha, yakni dua masjid yang dikelola oleh Muslim Khasmir, biasa disebut masjid Khasmiri (masjidnya muslim Kharsmir) yang berada di Gyangda Linka (taman Muslim) dan Masjid Khasmiri di pusat kota Lasha. Masjid Khasmiri dan muslim Khasmir di Lasha memiliki sejarah yang unik, karena Gyangda linka (Taman Muslim) yang menjadi kampung muslim Khasmir pertama di Lasha merupakan hadiah dari Dalai Lama ke-5 untuk muslim Khasmir. Di seluruh wilayah Tibet ada 6 Masjid, selain dari 4 yang sudah disebutkan tadi masih ada satu masjid di Shigatze dan satu masjid di Changdu di bagian Timur Tibet.

Sejarah Islam Di Tibet

Saudagar muslim dari negara negara Arab sudah mencapai Tibet pada sekitar abad ke 8 ~ 9 masehi. Perkembangan Islam menyebar disebelah barat Tibet dan Kashmir pada abad ke 11 masehi. Di abad ke 12M kelompok saudagar muslim dari Kashmir dan Ladakh masuk ke Tibet dan menetap di Lasha. Pernikahan antara pria muslim pendatang dengan wanita Tibet serta interaksi sosial diantara muslim dan warga asli mengukuhkan eksistensi mereka disana. Bahkan bahasa Tibet memiliki kosa kata sendiri untuk menyebut Muslim, dengan kata Kha-che. Masjid pertama di Tibet dibangun pada tahun 1716M dimasa pemerintahan Kaisar Qing dari dinasti Kangxi. Masjid pertama itu yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Lasha.  

Interior Masjid Agung Lasha 
Islam menyebar di Tibet dari dua arah. Dari arah utara dan timur. Bergerak dari semenanjung Arabia melalui Persia dan Afganistan, Islam mencapai China di abad ke 7 masehi melalui jalur perdagangan kuno yang kini kita kenal sebagai jalur sutera (silk road) yang melintasi kawasan Asia tengah. Dari propinsi utara Ningxia dan titik lain di china, islam kemudian bergerak ke selatan masuk ke kawasan Tibet.

Muslim China di Tibet merupakan Muslim dari marga Hui, secara berkesinambungan mereka tinggal di Suing dan Kawasan Kokonor di bagian barat Tibet, dan menjalankan perdagangan dengan Tibet Tengah. Sebagian dari mereka merupakan pedagang dan tinggal secara permanen di kawasan timur Tibet, keturunan mereka masih dapat ditemui hingga kini, beberapa diantaranya juga datang dari barat secara berkesinambungan kemudian pindah ke Lhasa. Menetap disana mempertahan akidah dan persaudaraan yang erat satu sama lainnya.

Berbagai sumber di Tibet menunjukkan bahwa penguasa Tibet pernah menguasai kawasan luas di Asia Tengah sebelah barat hingga ke Persia di abad ke 8 dan 9 Masehi, dimasa ketika Persia, Uigur, Turk dan Tibet berlomba untuk menguasai kawasan tersebut terutama dari penguasa Kabul, yang semula merupakan pengikut raja Tibet namun kemudian berganti keyakinan dari Budha dan masuk Islam di sekitar tahun 812 – 814M, dan tunduk kepada Khalifah Al-Ma’mun dari dinasti Abbas.

Sebagai suatu penghormatan kepada khalifah Islamiyah, raja Kabul kala itu memberi hadiah kepada Al-Ma’mun berupa kepingan emas yang merupakan hasil dari peleburan patung emas Budha. Kepingan emas tersebut kemudian dikirimkan kepada khalifah. Itu sebabnya Kawasan yang kini kita kenal sebagai Afganistan dan beberapa Negara baru di kawasan asia tengah merupakan kawasan yang tak tersentuh oleh pengaruh Tibet selama beberapa abad.

jemaah sholat jum’at di Masjid Agung Lasha
Bagian lain dari arus masuknya Islam ke Tibet ini berasal dari Turkistan, Baltistan (Pakistan) dan Kashmir melalui Ladakh (India) kemudian menyebar ke Tibet hingga ke Lhasa. penyebaran Islam tersebut tak lepas dari dua orang ulama besar yang telah disinggung di dua tulisan sebelumnya yakni Ali Hamadani dan putranya Bakhsh Muhammad Nur yang berhasil menyebarkan Islam di kawasan Baltistan di Abad ke 14M.

Kha-Ce, Masjid Chota dan Gya Kha Che, Masjid Bara

Komunitas muslim di Lhasa saat ini terdiri dari dua kelompok yang berbeda, keduanya menjadi warisan budaya di masyarakat China (Tibet), Khasmir, Nepal, Ladakh, Sikh atau bahkan bagi masyarakat non China. Komunitas kecil muslim kurang dari 1000 jiwa yang kini disebut Kha-Che merupakan merupakan keturunan dari para pedagang muslim di abad ke 12M. Sedangkan orang Muslim China dari marga Hui dipanggil Gya Kha Che, jumlah mereka ada sekitar 2000 jiwa.

Masing masing komunitas kecil tersebut menggunakan dan mengelola masjid mereka sendiri. Muslim Khasmir (Khasmiri) dan muslim non China menggunakan Masjid Chota atau Masjid Kecil, sedangkan Orang Hui menggunakan Masjid Bara atau Masjid Besar. Masing masing komunitas memiliki pemuka agama dari kalangan mereka sendiri, mengola  sekolah Islam, mengurus administrasi mereka masing masing kepada pemerintah lokal Tibet, hingga pemakaman umum yang mereka sebut Kygasha, lokasinya sekitar 15Km diluar kota Lhasa.

gerbang Masjid Agung Lasha 
Sebagian besar Muslim Hui berpropesi sebagai tukang jagal hewan ternak atau petani sayur mayor. Sama seperti muslim Khasmir (Khasmiri), muslim Hui juga bermazhab ke Mazhab Hanafi. Tukang jagal hewan menjadi salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat Budha Tibet, karena ajaran mereka melarang penyembelihan binatang. Hal terebut membuka peluang bisnis bagi muslim disana untuk menjadi pemasok daging bagi warga Tibet yang membutuhkannya.

Hadiah Lahan “Sejauh Jangkauan Anak Panah”

Meskipun para saudagar muslim pendatang sudah lama hadir di Lhasa dan kota kota lain di Tibet, namun baru pada saat naiknya Dalai lama ke lima (1617-1682) menjadi titik balik bagi Islam di Tibet. Berdasarkan sejarah lisan disebutkan bahwa beberapa ulama Islam yang hidup di Lhasa pada masa itu selalu melaksanakan sholat di bukit bukit terpencil di pinggir kota. Dalai Lama menjumpai mereka saat mereka sholat setiap hari, sampai suatu hari beliau bertanya tentang apa yang mereka lakukan. Salah satu Ulama kemudian menjelaskan bahwa mereka sedang melaksanakan sholat sesuai dengan ajaran Islam, dan mereka melaksanakannya di bukit terpencil karena ketiadaan masjid di pusat kota untuk mereka jadikan sebagai tempat sholat berjamaah.

Terkesan dengan penjelasan tersebut, Dalai Lama kemudian mengutus seorang pemanah ke bukit dimana kaum muslimin sering sholat berjamaah disana dan memerintahkannya untuk menembakkan anak empat panahnya ke empat penjuru mata angin. Dari tempat dimana dimana anak panah dilepaskan hingga ke tempat dimana ke empat anak panah tersebut jatuh, seluas itulah lahan yang kemudian diberikan oleh Dalai Lama ke-5 kepada kaum muslimin untuk mendirikan Masjid dan sebagainya. Tempat tersebut kemudian dikenal sebagai “sejauh jangkauan anak panah” yang kemudian menjadi tempat bagi bangunan masjid dan lahan pemakaman muslim pertama di kota Lhasa hingga kini.

prasasti di Muslim Park kota Lasha , dalam 4 bahasa, mengenang 
kebaikan Dalai Lama ke-5 yang memberikan lahan bagi 
kaum muslimin di tahun 1650 
Dalai lama ke Lima tidak saja memberikan lahan tanah kepada kaum Musimin Khasmir, tapi beliau juga memberikan perlindungan resmi dari Negara kepada 14 tokoh masyarakat dan 30 pemuda muslim yang merupakan penghuni awal lahan tersebut. Sikap positif Dalai lama ke Lima tersebut sepertinya menjadi bagian dari kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuhnya ke aneka ragaman etnis, budaya dan memacu pertumbuhan ekonomi di Tibet ketika itu. Kebijakan yang dalam bahasa Tibet disebut sebagai mi sna mgron po atau “undangan kepada masyarakat”. Selain itu ummat Islam juga diberi kebebasan untuk mengurus masalah hukum sesuai aturan Islam bagi komunitas mereka sendiri, bahkan dibebaskan dari pajak atas segala usaha perdagangan mereka.

Kini, lahan yang dihadiahkan oleh Dalai Lama Ke-Lima tersebut dikenal sebagai Che Kha Gling Ga atau Taman Muslim (Muslim Park) yang digunakan oleh komunitas muslim sebagai tempat piknik. Sebuah bangunan berbentuk lengkungan khas Tibet (sgo) dibangun untuk menandai di masjid pertama yang dibangun tempat itu sekaligus untuk mengenang kebaikan Dalai Lama ke Lima.

Sampai kemudian masjid baru bagi muslim Khasmir (masjid kecil / chota masjid) dibangun di pusat kota Lhasa. Dulunya masjid di Kha Che Gling Ga (taman muslim / muslim park) merupakan satu satunya tempat bagi Muslim Khasmir untuk berkumpul melaksanakan sholat Jum’at secara rutin. Muslim dari komunitas Khasmir ketika itu harus berjalan cukup jauh beberapa kilometer setiap hari Jum’at untuk mencapai masjid dari rumah mereka di pusat kota menuju masjid di Kha Che Gling Ga dan kemudian berbagi roti bersama jemaah yang lain setiap bakda sholat Jum’at. Sebagian dari roti yang tidak habis disantap kemudian dibawa kembali ke pusat kota dibagikan kepada mereka yang tidak dapat hadir di masjid hari itu sebagai “tshogs” atau roti berkat.

Jemaah Masjid Agung Kota Lasha, 
Kini Chota Masjid di pusat kota menjadi masjid utama untuk sholat lima waktu bagi muslim Khasmir, masjid di Che Kha Gling Ga atau Taman Muslim (Muslim Park) masih digunakan untuk acara acara khusus seperti sholat dua hari raya dan sebagainya. Tak jauh dari masjid di Che Kha Gling Ga terdapat kediaman bagi Imam muslim Khasmiri, Habibullah Bat. Paska tahun 1959 setelah Dalai Lama Terahir melarikan diri dari Tibet, Muslim Khasmir di Tibet mengajukan gugatan kewarganegaraan kepada pemerintah India berdasarkan asal usul nenek moyang mereka yang berasal dari Khasmir (India). Setahun setelah itu pemerintah India menyatakan bahwa seluruh Muslim Khasmiri di Tibet adalah warga Negara India.

Sebagaimana masyarakat Tibet lainnya, muslim Tibet pun mengalami masa masa sulit sejak pencaplokan wilayah Tibet oleh tentara China. Meskipun situasinya kini sudah berangsur angsur membaik dari sebelumnya. Kini mereka sudah sedikit menikmati kebebasan untuk menjalankan agamanya dibandingkan masa masa sebelumnya. Namun begitu pasukan merah China senantiasa mengawasi semua aktivitas warga Tibet dalam upaya mencegah segala bentuk upaya separatisme kemerdekaan Tibet dari China. Tentara menjaga setiap sudut kota Lhasa termasuk di kawasan Masjid Agung Kota Lhasa.

Interior lantai dasar Masjid Agung Lasha.

Penutup

Tibet dengan ibukotanya Lhasa, selama berabad abad menjadi tempat yang penuh misteri bagi para petualang karena ketertutupannya dari dunia luar. Tempat yang begitu terpencil di ketinggian pegunungan Himalaya ini menjadi salah satu perlintasan sepanjang jalur sutera di abad pertengahan. Sampai kemudian Tibet takluk dibawah kekuasaan China tahun 1950 Tibet mulai terbuka dan dikenal secara luas oleh dunia Internasional. Jalur kereta api yang dibangun pemerintah China melintas di kawasan Tibet dari wilayah China lainnya menjadi lintasan kereta api di tempat tertinggi di bumi. Proyek proyek pembangunan berskala raksasa diluncurkan pemerintah China di kawasan itu.

Kehadiran Islam, muslim dan masjid di kota Lhasa, ibukota Tibet itu membuka mata kita, bahwa di negeri atas langit yang mayoritas penduduknya beragama Budha itu ada saudara saudara kita sesama muslim. Meski berbeda suku bangsa, berbeda warna kulit, bahasa dan budaya, tapi Islam mempersatukan kita dalam satu ikatan ukhuwah. Semoga Islam semakin bersemi di negeri istananya para dewa itu dan menjadi rahmat bagi Tibet dan China secara keseluruhan. Amin.***

5 komentar:

Dilarang berkomentar berbau SARA