Sabtu, 02 September 2017

Masjid Selimiye Edirne, Turki

Masjid Selimiye, Edirne, Turki

Masjid Selimiye atau dalam Turki disebut dengan Selimiye Camii dan dalam Bahasa Arab disebut dengan Jami’ Salimiyah, adalah masjid bersejarah peninggalan emperium Usmaniyah (Turki Usmani) di kota Edirne. Masjid ini dibangun atas perintah Sultan Selim II karenanya dinamai Masjid Selimiye. Pembangunannya dilaksanakan antara tahun 1568 sampai 1574 dan dirancang oleh arsitek Mimar Sinan.

Masjid Selimiye merupakan salah satu dari mahakarrya Mimar Sinan yang dikenal sebagai arsitek terbesar emperium Usmaniyah. Bangunan masjid ini pernah dikonservasi tahun 1954-1971 dan masih berfungsi hingga hari. Sebagai sebuah mahakarya masjid ini diabdikan dalam lembaran uang kertas pecahan 10.000 lira Turki lira dari 1982-1995. Komplek Masjid Selimiye ini juga telah didaftarkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2011.

Keseluruhan komplek masjid ini seperti komplek masjid masjid Turki lainnya disebut sebagai Külliye, semacam Islamic Center, terdiri dari bangunan masjid sebagai pusatnya di dukung dengan bangunan bangunan lainnya termasuk kompleks madrasah, perpustakaan, rumah sakit, dan Hamam (pemandian umum khas Turki). Ditambah lagi dengan Pusat pengkajian dan pembelajaran Hadist, kantor pengurus dan pengelola serta jejeran pertokoan.



Karya Monumental Mimar Sinan

Karya Mimar Sinan memang dikenal luas sebagai ciri khas dari masjid masjid dari era Emperium Usmaniyah dengan ciri yang sangat kental dan langsung dapat dikenali dari bentuk dan bentuk bangunan masjidnya. Hampir keseluruhan masjid masjid besar dari era ini ditandai dengan bangunan masjid yang tinggi besar, kubah berukuran besar mendominasi atap bangunan masjid dan menara yang ramping menjulang tinggi dan runcing seperti sebatang pensil.

Kubah Masjid Selimiye ini dirancang dengan bentuk kubah bertingkat tingkat, kubah utama ditopang oleh beberapa bangun semi kubah. Kubah utama masjid ini setinggi 43,24 meter dengan diameter 32,25 meter, sedangkan beratnya mencapai 2000 ton. Struktur atapnya yang bertingkat tingkat ini, dari luar tampak seakan berdinding berlapis lapis dengan beberapa penopang dinding berukuran besar disetiap sisi dan sudut bangunan. Dibagian atas nya diletakkan kubah berukuran lebih kecil. Struktur ini sebenarnya adalah struktur penyanggah atap masjid, struktur dindingnya yang tampak berlapis dibangun dengan keperluan untuk menahan beban 2000 ton struktur atap betonnya.

Begitupun dengan lengkungan lengkunan besar yang tampak baik dari luar maupun dari dalam masjid juga merupakan struktur penyanggah atap, semacam tiang gantung untuk menahan beban struktur diatasnya. Di setiap sisi bawah lengkungan besar tersebut ditempatkan jendela jendela kaca berukuran besar selain sebagai sumber cahaya dan keindahan namun juga berfungsi untuk mengesankan ruangan yang lebih besar dari aslinya. Total keseluruhan ada 384 Jendela di masjid ini sehingga, pencahayaan di masjid Selimiye ini disebut sebut lebih baik dibandingkan dengan di (masjid) Hagia Sophia dan Masjid Sulaymaniye.

Masjid Selimiye, Edirne, Turki 

Menara dan Pelataran

Masjid Selimiye memiliki empat menara tinggi yang dibuat begitu ramping menjulang seakan menusuk langit. Menara menara ini pada masanya memang digunakan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan dari balkoni yang sengaja dibangun untuk keperluan itu. Dimasa kini hal tersebut sudah digantikan dengan sistem tata suara elektronik sehingga muazin tidak lagi perlu memanjat menara saat akan mengumandangkan azan.

Masjid Selimiye memiliki pelataran tengah yang terbuka yang berada di lingkungan masjid dikelilingi serangkaian koridor beratap kubah kubah berukuran kecil, area ini juga merupakan area sholat tambahan pada saat ruang sholat di dalam masjid sudah tidak dapat menampung keseluruhan Jemaah.

Bila di tanah jawa pelataran tengah ini semacam alun alun, namun alun alun memiliki multi fungsi sedangkan area pelataran di masjid ini hanya untuk keperluan peribadatan, meski diluar waktu sholat memang kerap kali digunakan oleh para Jemaah untuk bersantai di ruang terbuka.

Interior Masjid Selimiye

Area pelataran tengah di dominasi oleh bentuk bentuk lengkungan yang menghubungkan antar pilar pilar beton dan pilar pilar batu pualam. Corak warna batu lengkungannya belang belang mengingatkan pada pola yang sama di istana Alhambra dan Cordoba di Spayol yang dibangun pada masa Abasiyah. Corak demikian juga dapat ditemukan di Masjidil Haram yang pada masanya memang pernah berada di bawah kekuasaan Emperium Usmaniyah . Corak demikian itu kemudian menyebar keseantero masjid di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia.

Hampir setiap detil bangunan masjid ini ditangani dengan cermat, begitu banyak profil dari batu batu alam yang digunakan untuk memperindah masjid ini, bahkan sekujur empat badan menaranya di hais dengan batu alam berprofil hingga ke ujung menara.

Mimar Sinan menyelaraskan dengan apik setiap transisi pertemuan antar struktur dengan seni Muqornas berupa ukiran batu alam berbentuk stalaktit (bantu menggantung) dengan denah sarang lebah, butuh ketelitian yang kesabaran yang tinggi dalam proses pembuatan semua karya seni tersebut pada zaman dimana proses pertukangan maupun manufaktur dengan teknologi permesinan belum secanggih saat ini.

Aerial view Masjid Selimiye

Kubah utama masjid yang berukuran besar di atapnya itu menghasilkan ruang utama di bawahnya di dalam masjid, sedangkan bangun semi kubah yang berada dibawah kubah utama menghasilkan ruang ruang ceruk berukuran besar di ke empat sisi di dalam masjid, salah satu cerukan itu kemudian di-olah sedemikian rupa untuk difungsikan sebagai mihrab. Sisi yang berseberangan menjadi tempat pintu utama sedangkan dua sisi di kiri dan kanan menjadi pintu samping.

Mihrab, Mimbar dan Mahfil

Mihrab di masjid ini dibangun seperti sebuah gapura paduraksa berukuran besar yang menempel ke tembok, dibuat dari bahan batu berukir, ruang mihrabnya berupa cerukan ke dalam tembok dengan dua bentuk pilar di sisi kiri dan kanannya. Mimbarnya dibangun cukup tinggi sebagai tempat khatib menyampaikan kutbah, lokasinya tidak disamping mihrab tapi justru berada agak ke tengah di samping pilar besar sebelah kanan.

Di depan mimbar ini tepat dibawah kubah utama, dibangun satu tempat khusus berupa panggung berukir sebagai tempat muazin meneruskan suara imam agar terdengar oleh seluruh Jemaah. Jangan lupa pada masa itu belum ada perangkat pengeras suara. Tempat ini dalam Bahasa Turki disebut Mahfill.***

Baca Juga


1 komentar:

Dilarang berkomentar berbau SARA