Sabtu, 19 Agustus 2017

Masjid Jami Kuala Lumpur Malaysia

Masjid Jami' Kuala Lumpur, Masjid pertama dan tertua di kota Kuala Lumpur, Malaysia

Masjid Jami’ Kuala Lumpur diketahui merupakan masjid tertua di kota Kuala Lumpur, Ibukota Negara Malaysia. Area di sekitar masjid ini merupakan cikal bakal kota metropolitan Kuala Lumpur sekaligus menjadi bagian tertua dari kota ini. Konon, kondisi daerah disekitar masjid ini yang merupakan pertemuan antara dua sungai atau Kuala (atau tempuran dalam istilah Jawa dan Sunda) yang berlumpur lah yang kemudian menjadi nama dari Ibukota Negara Malaysia ini.

Masjid tua ini memiliki beraneka ragam varian nama sebutan mulai dari Masjid Jamek, Jami Masjid, Jamek Mosque, Masjid Jame, Jalan Tun Perak Jamek Mosque, Masjid al-Jami' dan Friday Mosque of Kuala Lumpur namun lebih dikenal dengan nama Masjid Jami’ Kuala Lumpur.

Sejak dibangun tahun 1897, bentuk masjid ini tetap dipertahankan sebagaimana aslinya meskipun kini Masjid Jami’ Kuala Lumpur terlihat seperti istana liliput diantara gedung gedung jangkung yang begitu sangar berdiri disekitarnya. Mirip dengan suasana Masjid Hidayatullah di kawasan Setia Budi Jakarta Selatan.



Sejak dibangun tahun 1897 (kira kira sezaman dengan Sultan Abdul Samad Building), Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini menjadi masjid utama di kota Kuala lumpur untuk penyelenggaraan sholat Jum’at dan aktivitas ke-Islaman, dan dengan sendiri nya juga berfungsi sebagai “Masjid Nasional” pada saat Malaysia merdeka di tahun 1957. Baru kemudian dengan selesainya pembangunan Masjid Negara di tahun 1967 fungsi sebagai masjid utama dan Masjid Nasional berpindah ke Masjid Negara.

Hampir semua bangunan dan aset nasional Malaysia menyandang kata “Negara” yang bermakna sebagai milik “Kerajaan / Negara / Federasi” Malaysia secara Nasional, untuk membedakannya dengan kata “Negeri / Kesultanan” yang bila di Indonesia kira kira sama dengan atau setingkat “provinsi” yang dipimpin oleh “Sultan” atau “Gubernur” dan posisi yang setingkat dengan-nya.

Seperti contoh Masjid Negara di Kuala Lumpur, kata “Negara” pada nama masjid tersebut bermakna sebagai masjid “Nasional” Malaysia, begitupun dengan “Zoo Negara” (Kebun Binatang Nasinal), “Perpustakaan Negara” (Perpustakaan Nasional)  dan sebagainya.

Foto lama Masjid Jami' Kuala Lumpur yang berada di pertemuan dua sungai, perhatikan tangga melingkar yang menghadap ke arah sungai, merupakan akses bagi para pengguna transportasi sungai.

Sejarah Pembangunan Masjid Jami’ Kuala Lumpur

Pembangunan Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini dilakukan oleh pemerintah Inggris di tahun 1857 yang kala itu berkuasa di Malaysia. Sumber sumber lain menyatakan bahwa masjid ini dibangun tahun 1909 dan dibuka secara resmi oleh Sultan Selangor pada tanggal 23 Desember 1909. Pembangunan masjid ini di danai oleh pemerintah kolonial Inggris, Kesultanan Selangor dan masyarakat muslim setempat secara swadaya.

Arthur Benison Hubback ditunjuk sebagai arsitek pembangunan masjid ini dalam kapasitasnya sebagai arsitek kota dan sebelumnya bertugas di India yang saat itu juga merupakan wilayah jajahan Inggris. Di Kuala Lumpur beliau bekerja di departemen pekerjaan umum dan sekaligus ditunjuk untuk mengawasi proyek pembangunan masjid ini.

Lokasi masjid ini berada di pusat kota pada sebuah tanjung di pertemuan Sungai Klang dan Sungai Gombak pada hari ini menjadi Jalan Tun Perak. Dibangun di lahan bekas pemakaman Melayu sebelum kawasan tersebut menjadi kawasan perkotaan. Pada masa itu areal ini belum seramai saat ini dan cukup terpencil dengan letaknya yang berada di lahan pertemuan dua sungai yang membentuk sebuah tanjung / kuala.

Foto Masjid Jami' Kuala Lumpur saat ini dengan bangunan tambahan di kiri dan kanan bangunan lama, tangga melingkar yang sudah dipulihkan namun taman dengan pohon pohon kelapanya kini menghilang.

Pemerintah Inggris membangun masjid Jami’ ini diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil berbangsa melayu / muslim yang bekerja bagi pemerintah jajahan Inggris ketika itu. Dari daerah inilah kota yang menjadi pusat pemerintahan jajahan dan kemudian semakin berkembang dan menjadi kota Kuala Lumpur yang sekarang kita kenal.

Reka bentuk masjid Jami Kuala Lumpur ini mengikuti gaya masjid masjid tradisional di wilayah India Utara, tempat dimana sang arsitek (Arthur Benison Hubback) sebelumnya tinggal dan bertugas untuk pemerintah jajahan Inggris di India.  Sebagaimana Masjid masjid di India, masjid Jami Kuala Lumpur ini juga dilengkapi dengan halaman tengah atau “Sahn”.

Tak mengherankan bila gaya arsitektur Islam Mughal (India) begitu kental pada masjid ini. Reka bentuknya sangat mirip dengan Masjid Jami Delhi di Old Delhi India atau Masjid Badshahi di Lahore Pakistan namun dalam ukuran yang lebih kecil. Ada tiga kubah bawang di atap bangunan utama masjid dan ditambah dengan area sahn atau pelataran tengah.

Masjid Jami' Kuala Lumpur di malam hari.

Tiga kubah bawang berukuran besar bertengger di atas bangunan utama ditambah dengan begitu banyak menara menara kecil menghias bagian atap masjid ini. Ragam hias di luar dan di dalam masjid ini juga begitu kental dengan sentuhan seni bina Islam Mughal, yang kini sangat jarang ditemukan di masjid masjid yang dibangun di era mideren. Dapat dikatakan bahwa Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini merupakan contoh terbaik dari arsitektur resmi pemerintah jajahan Inggris di Malaysia. Selain sentuhan Mughal yang kental, masjid ini juga dipengaruhi oleh seni bina bangunan Moor (Maroko).

Penggunaan kombinasi warna batu merah dan putih sangat mirip dengan Masjid Agung di Cordoba, Spanyol, begitu menyolok pada dinding eksterior masjid ini. Sedangkan kemiripan dengan masjid masjid Maroko dapat ditemukan pada barisan tiang tiang penyangga atap yang diberi lengkungan berpadu dengan kisi kisi serta detail susunan bata merah, semen dan marmer.

Ke Masjid Jami’ Kuala Lumpur Naik Sampan

Dari sebuah lukisan yang dibuat oleh Dr Peter Barbor, cucu dari Arthur Benison Hubback yang merupakan arsitek masjid ini, tampak bahwa tangga tangga batu masjid ini dulunya dibuat sebagai akses bagi para Jemaah yang menggunakan sampan (perahu) yang merupakan sarana transportasi penting pada masa itu.

Masjid Jami' Kuala Lumpur di tahun 1910
Masjid Jami' Kuala Lumpur di tahun 2015, bandingkan suasana-nya dengan foto tahun 1910 di atas. 

Meski area tersebut sempat dijadikan taman seiring dengan fungsinya yang tak lagi sebagaimana dulu, namun kemudian tangga tangga tersebut di revitalisasi dan dikembalikan ke bentuknya semula. Di masa lalu tangga tangga tersebut juga merupakan akses bagi Jemaah masjid untuk berwudhu ke sungai.

Sejarawan Malaysia berupaya memulihkan area sekitar masjid ini sebagaimana aslinya termasuk “memulihkan” tangga tangga batu masjid ini yang mengarah ke sungai sebagai bagian dari upaya konservasi, meskipun beberapa bagiannya ditemukan rusak akibat proses pengerukan sungai selama beberapa dekade. Sejarawan setempat juga menyesalkan ditebangnya beberapa pohon kelapa yang sudah berusia sangat tua dan sudah ada sejak areal tersebut masih berupa pemakaman umum melayu.

Upaya konservasi masjid ini dan seluruh areal disekitarnya termasuk bagian di sisi sungai, merupakan upaya untuk mempertahankan ke-aslian masjid ini dan sekitarnya, yang tentu saja teramat penting bagi sejarah kota Kuala Lumpur khususnya maupun bagi sejarah Malausia umumnya.***

Baca Juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA