Kamis, 22 Juni 2017

Mengenal Masjid Masjid Tua Jakarta (Bagian 4)

Lima Masjid Tua Jakarta urutan ke 16 - 20 : (16). Masjid Az Zawiyah Pekojan, (17). Masjid Langgar Tinggi Pekojan. (18). Masjid Jami' At Taibin Senen. (19). Masjid Jami' Matraman. (20). Majid Jami' Cikini Al-Ma'mur

Masjid memanglah tidak sekedar tempat untuk beribadah bagi kaum muslimin, namun juga menjadi jejak sejarah sebuah peradaban. Lima masjid berikut ini menjadi saksi peradaban Muslim dari berbagai etnis yang tinggal di Batavia (kini Jakarta). Setiap masjid memiliki memiliki garis sejarahnya sendiri seperti sidik jari pada jari jari tangan kita yang tak sama satu dan lainnya.

(16). Masjid Az-Zawiyah Pekojan (1812) Jakarta Barat SKM

Masjid Az-Zawiyah Pekojan merupakan salah satu masjid tua Jakarta yang berada di kawasan Pekojan. Masjid ini pertama kali dibangun oleh Habib Ahmad bin Hamzah Alatas pada tahun 1812M (26 tahun setelah Masjid Jami’ Kebon Jeruk), Beliau adalah seorang ulama yang berasal dari Tarim, Hadramaut, Yaman. Dan juga dikenal sebagai tokoh yang memperkenalkan kitab "Fathul Mu'in" atau kitab kuning yang hingga saat ini masih dijadikan sebagai rujukan di kalangan pesantren tradisional.

Masjid Az Zawiyah Pekojan

Habib Ahmad bin Hamzah Alatas juga merupakan guru dari Habib Abdullah bin Muhsin Alatas, seorang ulama besar yang kemudian berdakwah di daerah Bogor. Ketika dibangun, masjid ini tidak saja merupakan sebuah bangunan untuk ibadah semata namun juga merupakan tempat penyelenggaraan pendidikan islam.  Kini bangunan masjid ini dikelola oleh Yayasan Wakaf Al-Habib Ahmad Bin Hamzah Alatas.

Masjid Az-Zawiyah berada tidak jauh dari jalan Pekojan Kecil, awalnya hanya berupa mushola kecil, Mushola ini kemudian diwakafkan hingga sekarang dan kemudian menjadi sebuah masjid. Kawasan Pekojan juga dikenal sebagai Kampung arab meskipun pada awalnya dihuni oleh Muslim dari India. Saat ini di Pekojan terdapat 4 Masjid Jami’ dan 26 mushola beberapa diantaranya sudah eksis sejak era kolonial.

Masjid Langgar Tinggi Pekojan

(17). Masjid Langgar Tinggi Pekojan (1829) Jakarta Barat

Portal Resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan bahwa Masjid Langgar Tinggi dibangun pada tahun 1249H bertepatan dengan tahun 1829M. pertama kali dibangun oleh seorang muslim dari Yaman bernama Abu Bakar Shihab diatas tanah wakaf dari Syarifah Mas’ad Barik Ba’alwi. Bangunan tersebut lalu diperluas oleh Said Naum. Masjid Langgar Tinggi ini tak jauh dari Masjid Jami’ Annawier, Pekojan yang juga merupakan salah satu Masjid tua di Jakarta,

Langgar Tinggi dibangun dengan luas lantai dasarnya 8 meter x 24 meter. Lantai atas digunakan sebagai masjid. Sebagian lantai bawah digunakan sebagai penginapan para pedagang yang mondar-mandir dengan perahu dan rakit. Termasuk penginapan untuk para kolega Abubakar Shihab dari luar kota. Sebagian lagi dijadikan tempat tinggal pengurus masjid. Kini, seluruh lantai bawah digunakan untuk toko perangkat shalat, termasuk tasbih, buku-buku agama, serta minyak wangi khas Timur Tengah dan India. Ada minyak misik, minyak buhur, sampai minyak ular. 

Masjid Jami' At Taibin Senen

(18). Masjid Jami Attaibin Senen (1815) Jakarta Pusat

Awalnya, masjid ini diberi nama Masjid Kampung Besar, didirikan oleh para pedagang muslim Pasar Senen sekitar tahun 1815, atas prakarsa mereka sendiri dan dengan dana swadaya. Dalam perjalanan sejarahnya masjid ini menjadi saksi dukungan dari para pedagang di pasar senen terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dengan memberi dukungan logistik kepada para pejuang yang dikumpulkan di masjid ini.

Masjid ini juga menjadi tempat menyusun strategi menghadapi kekuatan belanda. Khususnya dalam pertempuran Senen, Tanah Tinggi dan Keramat. Di masjid ini pula para pejuang berkumpul dan mendapat siraman rohani. Tak heran, setelah keluar dari masjid ini, semangat juang mereka semakin menyala-nyala.

Kini, ditengah gencar berubahnya wajah kota Jakarta, Mesjid Jami Attaibin seakan tenggelam oleh gemerlap gedung-gedung pencakar langit di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Meski begitu, kesejukan masjid ini kian terasa. Di sinilah para pegawai gedung-gedung itu sembahyang. Lingkungannya yang asri, menambah kekhusukan ibadah.

Masjid Jami' Matraman

(19). Masjid Agung Matraman (1837) Jakarta Pusat

Masjid Matraman di Jakarta Pusat dulunya merupakan musholla perkampungan pasukan Mataram dalam dua kali penyerbuan mereka yang tak berjaya terhadap Belanda di Batavia di tahun 1648 dan 1649 dan kemudian menjelma menjadi Masjid Agung Pertama di Jakarta. Nama Matraman untuk wilayah ini disinyalir berawal dari kata Mataraman yang kemudian berubah menjadi Matraman seperti yang dikenal saat ini.

Masjid Agung Matraman bukanlah satu satu nya masjid tua di Jakarta yang berkaitan dengan anggota pasukan Mataram, selain masjid ini sebelumnya telah berdiri Masjid Al-Ma’mur di Tanah Abang dibangun tahun 1704 atau sekitar 133 tahun lebih dulu dari Masjid Jami Matraman dan Masjid Jami’ Al-Mansyur di Kampung Sawah Lio Jembatan Lima dibangun tahun 1717 atau 120 tahun lebih dulu dari Masjid Agung Matraman.yang juga sama sama dibangun oleh para keturunan pasukan Mataram yang menetap di sekitar Batavia.

Di dalam Masjid Agung Matraman masih tersimpan kalender yang terbuat dari kayu bertuliskan  bahasa Arab dan hurup Latin. Kalender ini konon biasa digunakan oleh orang Mataram untuk mengetahui hari dan sampai sekarang pun masih digunakan sebagai ciri khas dari Masjid Agung Matraman.

Di depan Masjid Agung Matraman terdapat dua makam tua. Konon, kedua makam itu makam prajurit Mataram, mereka adalah Wanandari dan Wandansari. Namun masih simpangsiur apakah makam itu ada di situ sebelum dibangun masjid atau setelah masjid itu ada. Beberapa pihak yang mengetahui keberadaan makam tua itu, tak jarang menziarahi makam tersebut.

(20). Masjid Jami Cikini Al-Ma’mur (1860), Jakarta Pusat

Di tepi Kali Ciliwung, membelakangi Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta, Berdiri kokoh melewati waktu lebih dari 150 tahun, sebuah masjid tua yang sarat dengan sejarah. Namanya Masjid Jami Cikini Al-Ma’mur, namun lebih dikenal dengan nama Masjid Cikini. Masjid itu merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta, di bangun diatas tanah milik pelukis ternama Raden Saleh dalam tahun 1860. Masjid tua yang menyimpan kisah perjuangan panjang kaum muslimin mempertahankan hak atas masjid ini.

Masjid Jami' Cikini Al-Ma'mur

Di masa penjajahan Belanda Masjid Cikini sempat sempat dipindahkan ke pinggir kali Ciliwung, lalu dipindahkan lagi oleh ummat Islam ke tempatnya saat ini, kemudian terancam digusur oleh pemerintah Belanda dengan alasan akan dibangun Gereja dan justru membangkitkan perlawanan dari muslim disana dan membangkitkan ketersinggungan muslim pulau Jawa yang menggalang dukungan dibawah komando para tokoh pergerakan dari Syarekat Islam termasuk HOS Tjokroaminoto, KH Mas Mansyur, H Agus Salim, dan Abikoesno Tjokrosoeyoso. Gencarnya reaksi menentang dari umat Islam ternyata menciutkan nyali Belanda. Dan pertentangan mereda pada tahun 1926.

Di Masa kemerdekaan, di tahun 1964 saat situasi politik sedang genting gentingnya menjelang G30S/PKI Kementrian Agraria RI yang menerbitkan SK hak milik berupa sertifikat tanah atas nama Dewan Gereja Indonesia (DGI). Dalam sertifikat itu disebutkan bahwa tanah di sekitar Masjid Cikini ::: termasuk tanah yang di atasnya dibangun masjid itu ::: diklaim milik DGI. Kala itu menteri Agraria di jabat oleh Hermanses SH, sedangkan Perdana Menteri saat itu adalah Dr. J Leimena yang juga menjabat sebagai direktur RS. Cikini.

Sampai tahun 1970-1975, pihak rumah sakit tetap bersikeras menyatakan bahwa tanah Masjid Cikini adalah bagian dari kompleks rumah sakit. Upaya perundingan dilaksaksanakan tahun 1987 antara Gubernur KDH DKI, Pengurus Masjid dan DGI. Kemudian berlanjut di tahun 1989 hingga tahun 1990. Dan ahirnya pada hari Jumat  24 Mei 1991, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Admodarminto atas nama pemerintah RI dihadapan jamaah Masjid Cikini mengumumkan sertifikat tanah atas nama DGI yang mencakup tanah Masjid Cikini telah dicabut. Tanah masjid telah dikembalikan kepada umat Islam dengan sertifikat tersendiri atas nama Yayasan Masjid Al Ma'mur yang diketuai oleh Mayjen (purn) HM Joesoef Singedekane, mantan gubernur Jambi. Perjuangan sepanjang 27 tahun itu ahirnya berbuah manis.***

Bersambung ke bagian 5.

--------------------------------------

Masjid Detil Artikel-nya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA