Sabtu, 14 Januari 2017

Masjid Jami' Matraman Jakarta Pusat

Masjid Jami' Matraman, Salah satu masjid tertua di Jakarta, sekaligus Masjid Agung Pertama di Jakarta, dibangun pertama kali oleh bala tentara Mataram saat menyerbu VOC Belanda di Batavia.

Masjid Jami' Mataraman di Jakarta Pusat dulunya merupakan perkampungan pasukan Mataram yang memutuskan untuk tidak kembali ke Mataram paska dua kali penyerbuan mereka yang tak berjaya terhadap Belanda di Batavia di tahun 1648 dan 1649 dan kemudian menetap di wilayah tersebut. Nama Matraman untuk wilayah ini disinyalir berawal dari kata Mataraman yang kemudian berubah menjadi Matraman seperti yang dikenal saat ini. Keturunan dari anggota pasukan Mataram ini yang dikemudian hari membangun masjid ini sebagai tempat beribadah mereka.

Masjdi Jami’ Matraman bukanlah satu satu nya masjid tua di Jakarta yang berkaitan dengan anggota pasukan Mataram, selain masjid ini sebelumnya telah berdiri Masjid Al-Ma’mur di Tanah Abang dibangun tahun 1704 atau sekitar 133 tahun lebih dulu dari Masjid Jami Matraman dan Masjid Jami’ Al-Mansyur di Kampung Sawah Lio Jembatan Lima dibangun tahun 1717 atau 120 tahun lebih dulu dari Masjid Jami’ Matraman.yang juga sama sama dibangun oleh para keturunan Pasukan Mataram yang menetap di sekitar Batavia.


Beberapa bagian dari masjid ini masih dipertahankan keasliannya hingga kini

Dibangun oleh Tentara Kerajaan Mataram

Masjid Jami Matraman memang tak lepas dari aktivitas bekas pasukan Sultan Agung dari Mataram yang menetap di Batavia. Nama wilayah Matraman pun disinyalir karena dahulunya merupakan tempat perkumpulan bekas pasukan Mataram. Untuk menjalankan aktivitas keagamaan bekas pasukan Mataram mendirikan sebuah Masjid di kawasan tersebut. Masjid Jami’ Matraman semula merupakan gubuk kecil tempat pasukan Sultan Agung menjalankan sholat. Terletak di bekas kandang burung milik Belanda yang digunakan oleh orang Mataram sebagai pos komando panglima Mataraman.

Pada tahun 1837 dua orang generasi baru keturunan Mataram yang lahir di Batavia, H. Mursalun dan Bustanul Arifin (keturunan Sunan Kalijaga) memelopori pembangunan kembali tempat ibadah itu. Setelah selesai pembangunannya, dahulu masjid ini diberi nama Masjid Jami' Mataraman Dalem. Yang artinya masjid milik para abdi dalem (pengikut) kerajaan Mataram. Dipilihnya nama itu dimaksudkan sebagai penguat identitas bahwa masjid itu didirikan oleh masyarakat yang berasal dari Mataram. Namun seiring perubahan zaman dan perbedaan dialek, nama Masjid Mataram pun berubah nama menjadi Masjid Jami Matraman.

Masjid Jami Matraman
Jl. Matraman Masjid 1, Pegangsaan, Menteng
Jakarta Pusat 10320 - INDONESIA



Penggunaan masjid secara resmi dikukuhkan oleh Pangeran Jonet dari Kasultanan Yogyakarta, yang merupakan keturunan langsung dari Pangeran Diponegoro. Sholat Jum'at pertama di Masjid Jami Matraman itu juga dipimpin sendiri oleh Pangeran Jonet. Sejak itu hingga masa-masa pergerakan, Masjid Jami Matraman diramaikan oleh berbagai aktivitas keagamaan. Karena letaknya yang berdekatan dengan kantong-kantong pergerakan pemuda-daerah Pegangsaan dan Kramat, masjid ini sempat juga dicurigai sebagai tempat memupuk gerakan anti kolonialisme.
Di samping menyisakan sejarah bekas pasukan Sultan Agung Mataram, sejarah lain dari Masjid Jami Matraman juga pernah dijadikan tempat pertemuan para pejuang. Bahkan, mantan Presiden Soekarno kala masa perjuangan, menjadikan masjid itu sebagai tempat perkumpulan untuk mengadakan rapat dan menyusun strategi malawan kolonialisme.

Dibangun lagi oleh warga Matraman

Bangunan masjid masih berupa tumpukan batu batako Kemudian dibangun lagi oleh sekelompok warga Matraman yang diketuai orang Ambon yang bernama Nyai Patiloy (1930). H. Agus Salim juga pernah menjadi ketua pembangunan masjid ini. Belanda tidak setuju dengan pembangunan masjid yang berada di pinggir jalan dan memerintahkan supaya dibangun lebih ke dalam. Mereka berjanji akan membantu biaya sebesar 10.000 gulden.

Usul dari Belanda ini mendapat pertentangan dari pengurus pembangunan masjid bahkan sampai dipermasalahkan pada sidang Gemeenteraad. Masjid ini juga pernah mendapat bantuan dari Saudi Arabia (1940). Moh. Hatta, Bapak Proklamasi RI, dulu setiap Jumat selalu bersembahyang di masjid Jami Matraman dan di akhir hayatnya juga disembahyangkan di mesjid ini. Masjid Jami Matraman pertama kali dipugar pada tahun 1955-1960 dan dilanjutkan pada tahun 1977.


Interior Masjid Jami Matraman. Gambar sebelah kanan atas adalah kalender antik yang merupakan salah satu pernik bersejarah di masjid ini.

Kuburan tua Di Masjid Matraman

Di dalam Masjid Jami ini masih tersimpan kalender yang terbuat dari kayu bertuliskan  bahasa Arab dan hurup nasional. Kalender ini konon biasa digunakan oleh orang Mataram untuk mengetahui hari dan sampai sekarang pun masih digunakan sebagai ciri khas dari Masjid Jami matraman. Di depan masjid terdapat dua makam milik tentara Mataram. Konon, kedua makam itu adalah Wanandari dan Wandansari. Namun masih simpangsiur apakah makam itu ada di situ sebelum dibangun masjid atau setelah masjid itu ada. Beberapa pihak yang mengetahui keberadaan makam tua itu, tak jarang menziarahi makam tersebut.

Salah satu Masjid Tua Jakarta

Hingga saat ini, Masjid Jami Matraman yang berada di Jalan Matraman, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat ini, merupakan salah satu Masjid tertua dan bersejarah di Jakarta yang masih terjaga keasliaannya. Meskipun sejauh ini ada pemugaran pada beberapa bagian gedung yang rusak. Termasuk menambah luad bangunan menjadi 2 lantai, untuk keperluan pendidikan Islam

Keaslian Masjid Jami Matraman masih terlihat dari bagian depan gedung masjid yang belum pernah direnovasi. Pada jaman dahulu masjid itu merupakan masjid paling bagus di kawasan tersebut, dengan perpaduan gaya arsitektur masjid dari Timur Tengah dan India. Jika dilihat dari depan akan nampak bangunan seperti benteng dan pada dinding tembok mimbarnya dipenuhi dengan tulisan kaligrafi serta terlihat pula bentuk kubah bundar.

Arsitektural

Melihat tampilan arsitekturnya, Masjid Jami Matraman dipengaruhi oleh gaya dari Mekah dan India. Sebagai seorang yang menyandang gelar haji pada masanya, H. Mursalun terkagum-kagum dengan bangunan Masjidil Haram dan Taj Mahal. Dua ciri kuat dari arsitektur kedua masjid itu adalah, bentuk beranda yang menggunakan pilar-pilar tipis dengan profil melengkung-lengkung diantaranya. Lalu bentuk kubah yang bulat bundar serta menara disamping masjid. Hal inilah yang juga kelihatannya diterapkan pada Masjid Jami Matraman.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA