Sabtu, 03 Desember 2016

Masjid Jabal Nur dan Kisah Kembalinya Suku Tengger ke Pangkuan Islam

Masjid Jabal Nur Dusun Puncak, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Masjid Jabal Nur merupakan masjid tertinggi di pulau Jawa, karena terletak  di ketinggian lebih dari 2000 meter dari permukaan laut. Diapit gunung Semeru dan Bromo 

Sekilas tak ada yang istimewa dari masjid yang satu ini, ukurannya pun terbilang kecil untuk sebuah masjid jami’. Tapi ada yang teramat istimewa dari masjid kecil ini. Masjid Jabal Nur Hidayatullah nama resminya, disebut sebut sebagai masjid tertinggi di pulau Jawa, lokasinya berdiri di dataran tinggi Tenger berada di ketinggian lebih dari 2000 meter dari permukaan laut. Yang paling istimewa adalah masjid ini merupakan salah satu representasi dari perjuangan panjang selama 20 tahun dua da’i handal mengislamkan kembali warga Suku Tengger.

Topografi dataran tinggi Tengger memang berbukit bukit dan bergunung gunung, wajar bila kemudian masjid Jabal Nur ini pun  berdiri di punggungan bukit dengan bidang bukaan yang tidak terlalu lebar. Bahkan untuk menuju kesana pun butuh perjuangan ekstra menempuh medan yang terjal. Bisa dibayangkan betapa berat perjuangan ustadz muda Ali Farqu, selama 20 tahun malang melintang di kawasan tersebut seorang diri menempuh perjalanan puluhan kilo per hari dengan berjalan kaki demi syiar Islam.

Lokasi Masjid Jabal Nur

Masjid Jabal Nur Hidayatullah
Dusun Puncak, Desa Argosari
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang
Jawa Timur – Indonesia


Sejarah Masjid Jabal Nur

Berdirinya Masjid Jabal Nur ini tak lepas dari peran Ustadz Ali Farqu Thoha, da’i yang sudah menghabiskan 20 tahun untuk berdakwah mengislamkan kembali warga di pegunungan Tengger. Disebut “mengislamkan kembali” karena faktanya menurut Warsito, salah satu dai yang juga aktif berdakwah di kawasan Tengger, sebenarnya agama mayoritas warga Dusun Puncak adalah Islam. Terbukti dengan adanya sejumlah peninggalan berupa mushola dan sebagainya. Tapi, setelah ditinggal juru dakwah, Islam di sana pun redup, bahkan mati.

Setelah ada dai kembali berdakwah, lambat laun gelombang masyarakat yang kembali ke Islam semakin besar. Hingga akhirnya dari sekitar 37 KK atau 250 jiwa, hanya 9 KK yang masih tercacat beragama Hindu. Metoda dakwah yang dijalankan oleh Ustadz Ali Farqu Thoha dengan mengenalkan Islam dari hal yang paling sederhana misalnya dengan mengucap salam. Setiap bertemu dengan warga, selalu mengucapkan salam. Lambat laun, mereka pun terbiasa dan menerima Ali. Ali sendiri dengan medan pegunungan seperti itu, sering menempuh dengan jalan kaki. Gelap, hujan, dan jatuh sudah menjadi menu yang menemaninya selama berdakwah.

Tak hanya tantangan alam, ancaman teror dari pihak pihak yang tak senang dengan perkembangan Islam di kawasan tersebut juga menerpa. Usaha kerasnya ahirnya berbuah manis, satu persatu warga dusun Puncak kembali ber-Islam kemudian diikuti oleh warga dari dusun dusun disekitar dusun puncak lainnnya. Sampai dititik tersebut mulai dibutuhkan tempat ibadah untuk sholat berjamaah serta keperluan lainnya. Bersama sama masyarakat setempat kemudian dibangun sebuah mushola sederhana berukuran 5 x 5 m berdinding papan dan beratap karung.

Masjid Jabal Nur beberapa bulan setelah diresmikan

Berdirinya Masjid Jabal Nur

Ketika digulirkan rencana pembangunan Masjid Jabal Nur di tahun 2009, warga Hindu dusun Puncak sempat berencana untuk membangun sebuah pura yang posisinya tepat berhadap hadapan dengan lokasi bakal masjid. Namun berkat pendekatan tokoh muslim setempat yang sebelumnya adalah tokoh masyarakat Hindu disana, lokasi pembangunan pura digeser sekitar 500 meter ke arah timur dengan metoda pertukaran lahan. 

Peletakan batu pertama pembangunan Masjid Jabal Nur ini dilaksanakan pada tanggal 10 Januari 2009 oleh Wakil Bupati Lumajang Drs. As'at Malik, di hari yang sama beliau juga meresmikan Masjid Al Hidayah Desa Argosari Kecamatan Senduro, sekitar lima kilometer dari Masjid Jabal Nur. Saking sulitnya medan menuju lokasi Masjid Jabal Nur ini, petinggi Kabupaten Lumajang tersebut mau tidak mau harus menumpang ojek yang sudah disiapkan oleh panitia.

Pembangunan Masjid Jabal Nur ini menghabiskan dana sekitar Rp 150 juta lebih. Dananya dari berbagai sumber. Ada dari Baitul Maal Hidayatullah (BMH), LSM, swadaya, dan aghniya. Dana tersebut memang cukup besar. Pasalnya, membawa material bangunan cukup sulit. Harus digotong sejauh sekitar 3 kilometer. Kontan, ketika masa pembangunan tersebut, para mualaf libur kerja selama lima bulan. BMH adalah salah satu lembaga Amil Zakat Nasional yang konsisten dalam berdakwah, kini BMH telah mengirim ratusan da’i keseluruh pelosok negeri, khususnya daerah-daerah pedalaman.

Setahun kemudian Masjid Jabal Nur Hidayatullah diresmikan langsung oleh Wakil Bupati Lumajang, Drs. H. As’at Malik pada hari Ahad tanggal 18 juli 2010, dalam sambutan Wakil Bupati yang telah dikenal masyarakat sebagai seorang Kiyai ini, menyampaikan terimakasih kepada Baitul Maal Hidayatullah (BMH)  yang telah berperan aktif membina para muallaf tengger lewat para da’i yang ditugaskan didaerah tersebut. berbarengan dengan acara peresmian tersebut BMH juga mengadakan acara, sunnat Massal yang diikuti 20 orang anak, dan pengobatan gratis yang diikuti 1050 orang.

Mungil ::: inilah masjid di lokasi tertinggi di pulau Jawa. Masjid di tengah dusun berselimut kabut diantara dua gunung tersohor pulau jawa, Bromo dan Semeru.

Peresmian tersebut dihadiri sekitar 500 orang mulaf Tengger juga diisi dengan ceramah agama oleh K.H. Makhrus Ali , dan K. H. Habib Alwi Alhabsy dari Lumajang. Kedua tokoh ini begitu bersemangat menyampaikan pesan-pesan agama kepada para muallaf disana, bahkan mereka mewanti-wanti untuk diundang kembali jika ada acara disana, “tanpa disangoni, saya ikhlas” ujar K.H. Makhrus Ali. Begitupun para pesertanya tampak begitu antusias, gemuruh sholawat yang keluar dari suara peserta menggaung diantara lereng-lereng gunung yang terjal, membahana menembus kabut tipis.

Ribuan muallaf tumpah ruah dalam acara peresmian Masjid Jabal Nur Hidayatullah, mereka datang dari berbagai dusun Desa Argosari, Dusun Gedok, Pusung Duhur, dan puncak tempat mereka datang. Untuk mencapai tempat acara para muallaf rela berjalan kaki berpulu-puluh kilo meter, dengan medan jalan yang  terjal, menanjak, menukik, kanan dan kiri dipagari jurang. Ummat muslim yang masih mualaf disana sangat bersyukur telah dibangun masjid yang bisa dipakai untuk ibadah sholat jumat, sholat jamaah lima waktu, pengajian dan Taman Pengajian Al qur’an (TPA).

Berlatar bentang alam yang indah alami

Arsitektural Masjid Jabal Nur

Masjid itu bernama Jabal Nur. “Jabal” artinya gunung, sedangkan “Nur” adalah cahaya (Islam). Menurut, nama itu sengaja dibuat karena ingin Islam menjadi cahaya di puncak tertinggi di Senduro itu. Ukurannya tak terlalu besar sekitar 10 x 8 m, tapi setidaknya cukup jika menampung lebih dari 50 jamaah. Belum lagi di bagian teras luar masjid. Desain masjid dibuat minimalis, tapi modern. Dihiasi kubah bundar besar, menambah masjid ini penuh wibawa. di pucuk kubah bertuliskan “Allah”. Seluruh dinding masjid bercat putih dengan keramik lantai berwarna hijau muda. Yang menambah indah masjid ini, posisinya cukup tinggi dibanding dengan rumah-rumah para penduduk. Bagian tangganya dibikin semacam tangga yang berundak-undak tinggi. Eksotis sekali.

Lokasinya yang berada diketinggian memberikan pemandangan bentang alam yang begitu indah dari masjid ini, sebuah puncak di lereng Semeru yang indah. Dan, akan lebih indah lagi jika berdiri di teras masjid. Panorama mengagumkan akan terlihat jelas. Jurang yang menganga begitu terjal di kanan dan kiri. Masjid yang betul-betul menjadi berkah bagi warga dusun Puncak. Mengingat, bukan hal mudah untuk mendirikannya. Bukan karena dana, tapi juga lahan yang akan dijadikan masjid. Tapi, itu semua berkah setelah mereka hijrah dari Hindu ke Islam. Allah pun mempermudah pendirian masjid tersebut. (dirangkum dari berbagai sumber)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA