Minggu, 30 Oktober 2016

Masjid Arab Ahmet Lefkosa Cyprus Utara

Arab Ahmet Pasha adalah salah satu komandan pasukan dalam penyerbuan ke pulau Cyprus, nama beliau kemudian di abadikan sebagai nama masjid ini sekaligus nama lingkungan tempat masjid ini berada.

Masjid Arab Ahmet merupakan salah satu masjid tua di kota wilayah Arabahmet, kota Nicosia Utara / Lefkosa, Cyprus Utara. Lokasinya berada di ujung ruang alan Victoria Street, tidak jauh dari Ataturk Square. Nama masjid ini merupakan penghormatan kepada Jendral Arab Ahmad Pasha salah satu Jenderal dari dinasti Turki Usmani yang memimpin pasukan menaklukkan pulau Cyprus di tahun 1571 dan juga merupakan Gubernur Jendral pulau Rhodes (kini menjadi wilayah Yunani).

Arabahmet Mosque
Şht. Salahi Şevket Sk, Lefkoşa


Bangunan masjid ini dibangun oleh pemerintah Turki di abad ke 18 dilokasi bekas reruntuhan gereja Latin tua, dan menjadi salah satu bangunan masjid yang dibangun oleh pemerintah Turki yang paling dikenal di Nicosia. Rancangannya sederhana dengan merujuk kepada bangunan masjid klasik Turki. Hanya ada dua bangunan masjid dengan gaya seperti ini di Nicosia, satunya lagi ada di Lapta.

Restorasi pertama terhadap masjid ini dilakukan tahun 1845 dan restorasi secara extensif dilakukan tahun 1990-an. Beberapa sumber menyebutkan bahwa material bangunan masjid ini beberapa diantara nya menggunakan material bekas reruntuhan gereja latin yang berserakan ditempat tersebut termasuk material dari bekas bekas batu pemakaman para Ksatria Prancis yang kemudian dipoles dan digunakan untuk lantai masjid, salah satunya di duga dari batu makam Louis de Nores (wafat tahun 1369).

Bangunan yang sederhana, tidak terlalu besar namun tampak kokoh dengan dindingnya yang masif 

Arsitektural Masjid Arab Ahmed

Bangunan utamanya berdenah segi empat dengan satu kubah utama dibagian tengah ditambah dengan beberapa kubah berukuran lebih kecil. Satu bangunan menara bundar khas Turki dibangun terpisah dari bangunan utama. Dan dihalaman masjid dibangun satu tempat wudhu dengan bentuk layaknya sebuah pancuran dibawah sebuah bangunan pendopo. Di halaman masjid ini sengaja ditanam berbagai macam pohon khas mediterania, aneka tanaman hias dan mawar sehingga menghadirkan suasana yang tentram dan damai.

Di halaman masjid ini juga terdapat beberapa makam makam tua dengan nisan dari batu berpahatkan bahasa Turki dengan aksara Arab, yang memang lazim digunakan semasa kekuasaan Turki Usmani. Makam makam tersebut terawat dengan baik di sudut taman masjid.

Beberapa Makam dihalaman masjid Arab Ahmet Pasha

Salah satu yang dimakamkan disana adalah Kamil Pasa, beliau lahir di Lefkosa pada tahun 1832. Semasa hidup nya menjadi satu satunya warga Cyprus yang pernah menduduki jabatan Grand Vizer di dinasti Turki Usmani yang berpusat di Istanbul, beliau wafat di Lefkosa / Nicosia tahun 1913 dan dimakamkan disamping masjid ini. Makam beliau dibangun tahun 1927 atas perintah Sir Ronald Torss yang menjabat Gubernur Cyprus antara tahun 1926-1931 dilengkapi dengan keterangan dalam bahasa Turki dan Bahasa Inggris.

Selain itu ada dua makam lagi yang merupakan makam dari dua orang yang pernah menjabat sebagai Gubernur Cyprus dimasa kekuasaan Turki Usmani yakni, , Ishak pasha and Hafiz Hasan. Konon masjid ini juga menjadi tempat penyimpanan selembar jenggot Nabi Muhammad S.A.W dan hanya diperlihatkan kepada publik sekali dalam setahun.***

Baca juga


Sabtu, 29 Oktober 2016

Grande Mosquée de Poitiers, Prancis

Masjid Agung Poiters merupakan bangunan pertama yang dibangun sebagai masjid di wilayah kota ini. Penolakan  keras dari kelompok ekstrimis sayap kanan Prancis sempat menghebohksn daratan Eropa dan dunia.

Grande Mosquée de Poitiers atau Masjid Agung kota Poiters ini merupakan masjid pertama yang dibangun di Poiters sebagai sebuah bangunan yang memang sejak awal dibangun sebagai masjid. Sampai tahun 2012, bangunan masjid ini masih dalam tahap pengerjaan ahir. Kota Poitiers juga dikenal sebagai kota pelajar-nya Prancis, di kota ini mahasiswa dari berbagai negara datang untuk menimba ilmu di berbagai universitas dan perguruan tinggi disana termasuk mahasiswa dari benua Afrika dan negara negara berpenduduk mayoritas muslim.

Kelompok mahasiswa ini kemudian bergabung dengan komunitas muslim yang ada di kota Poiters bersama sama membangun sebuah masjid transisi dari sebuah bekas bangunan klab malam yang kemudian dialihfungsi sementara sebagai masjid sembari menunggu pembangunan masjid Poiters selesai dibangun di tahun 2013.

Grande Mosquée de Poitiers
Rue de la Vincenderie
Poitiers, Aquitaine-Limousin-Poitou-Charentes
86000 Poitiers, Prancis



Masjid s atu ini adalah salah satu masjid di negara Perancis, pada tanggal 24 Oktober 2012 yang lalu sempat menjadi perhatian dunia internasional. Sekelompok orang berjumlah 60 orang dari kelompok ekstrim sayap kanan Prancis, menyerbu dan mengambil alih masjid ini secara paksa yang saat ini sedang dalam tahapan ahir pembangunannya sebagai aksi protes atas pengaruh Islam di negara tersebut. Tindakan yang secara luas mendapatkan kecaman keras dari para politikus dan muslim dunia.

Merujuk kepada media Prancis mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Generation Identity” menguasai masjid tersebut yang berada di kawasan sub urban kota Potiers, sebelah barat Prancis sekitar pukul 6 pagi. Mereka memanjat tembok masjid hingga ke atap kemudian membentangkan spanduk bertuliskan “732 generation identity” merujuk kepada angka tahun 734 manakala Charles Martel maju menghadapi serbuan tentara Islam di sebelah utara kota Poitiers. Kelompok ini dengan tegas menyatakan sikapnya di situs resmi milik mereka dengan pernyataan :

“kami tidak menginginkan ada imigran lagi dari luar Eropa atau pembangunan masjid baru di tanah Prancis”.

Pendudukan Masjid Agung Poiters oleh kelompok ektrim sayap kanan Prancis

Selain merekam aksi mereka, kelompok ektrimis ini juga mengeluarkan pernyataan melalui akun medsos Tweeter mereka menyatakan bahwa mereka tidak akan pergi dari masjid yang mereka kuasai kecuali bila dikeluarkan paksa oleh pihak berwenang. Namun ternyata mereka telah meninggalkan masjid tersebut pada sekitar pukul 1 siang setelah tercapai kesepakatan dengan pihak kepolisian namun demikian tiga orang dari kelompok ini ditahan polisi.

Dari dalam negeri Prancis sendiri, kelompok ini mendapatkan kecaman keras dari berbagai kalangan, tak kurang dari kalangan pemerintahnya sendiri yang kini di kuasai oleh partai Sosialis dan partai Komunis menyerukan pembubaran kelompok Generation Identity. Sedangkan dari pihak otoritas kota Poitiers akan memberikan sanksi keras terhadap kelompok tersebut dengan tuduhan telah melakukan tindakan protes secara tidak sah dan tindakan kebencian rasial.

Interior masjid dengan kesibukan persiapan Iftar jama'i atau Bukber (buka puasa bersama)

Menteri dalam negeri Prancis Manuel Valls menyebut aksi itu sebagai sebuah tindakan provokasi kebencian, sementara Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault, dengan keras mengecam tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan melawan pemerintah dan tatanan nilai Prancis.

Kelompok muslim Prancis menyatakan sangat terkejut dan sangat marah atas aksi pendudukan tersebut. Dewan Muslim Prancis (CFCM) menyatakan tindakan tersebut sebagai tindakan liar dan merusak tatanan kerukunan beragama di Prancis. Tindakan tersebut merupakan tindakan pertama yang pernah terjadi sepanjang sejarah Prancis.

Tanggal 24 Oktober memang memiliki arti sejarah bagi Prancis, ditanggal tersebut pada tahun 732 pasukan Prancis dibawah pimpinan Charles Martel berjibaku membendung serbuan pasukan Islam di Poiters. Peritiwa tersebut yang justru dijadikan rujukan oleh kelompok Ektrimis ini untuk melakukan aksinya.

--------------------

Baca Juga


Minggu, 23 Oktober 2016

Masjid Lala Mustafa Paşa Famagusta Cyprus

Berada cukup jauh dari ibukota negara di Nicosia, Masjid Lala Pasha di Famagusta ini terlihat menawan berdiri kokoh ditengah kota berlatar laut mediterania.

Cyprus adalah sebuah pulau yang berada di laut mediterania, laut yang memisahkan benua Afrika di selatan dengan benua Eropa di sebelah utara. Pertikaian politik masa lalu telah membagi wilayah pulau Cyprus menjadi empat wilayah yakni dua entitas negara, masing masing adalah Republik Cyprus di bagian selatan dan Republuk Cyprus Turki di sisi utara pulau tersebut. Diantara dua entitas negara tersebut dipisahkan oleh satu zona netral yang di kontrol oleh PBB dan sebagian kecil lagi wilayahnya yang berada disisi Cyprus selatan menjadi wilayah enclave militer Inggris yang mendapatkan mandat dari PBB untuk menjaga wilayah zona netral diantara kedua negara tersebut.

Secara administratif kedua negara tersebut sama sama beribukota di Nicosia, kota tua yang juga terbagi dua ke dalam dua entitas negara tersebut, diantara dua bagian kota yang terbelah tersebut juga membentang wilayah zona netral yang dikontrol oleh PBB. Karena masa lalunya juga, Cyprus di selatan kadangkala juga disebut sebagai Cyprus Yunani untuk membedakannya dengan negara Cyprus disebelah utara.

sebelum menjadi masjid bangunan ini sebelumnya adalah Katedral Santo Nikolas

Berawal sebagai Katedral St Nicholas

Di Famagusta sejak tahun 1298 sudah berdiri sebuah bangunan tua yang kini dikenal dengan nama Masjid Lala Mustafa Paşa. Bangunan ini sebelumnya merupakan sebuah Katedral, yang bernama Katedral Santo Nicholas. Bangunan tersebut kemudian di-ubah-suai-kan menjadi masjid. Bangunan ini memiliki sejarah yang kuat terkait dengan kerajaan Cyprus di masa lalu, di ruangan utama masjid ini saat masih menjadi Katedral disebut ruang Nave merupakan tempat penobatan dinasti Lusignans sebagai raja Cyprus.

Cerita tutur menyebutkan gereja ini juga merupakan tempat penobatan Dinasti Lusignan dari Prancis sebagai Raja Jerusalem di pengasingan, meskipun hal tersebut hanyalah seremonial belaka karena faktanya pasukan tentara Salib (Crusader) gagal menaklukkan pasukan Islam, dalam upaya mereka merebut Jerussalem di Palestina di tahun 1291, kemudian para bangsawan Prancis melarikan diri ke Cyprus untuk membentuk Kerajaan Jerusalem di pengasingan.

Lala Mustafa Paşa Camisi
Mahmut Celaleddin Sk, Gazimağusa



Gaya gotik yang kental pada bangunan ini sangat mirip dengan Katedral Agung Rheims di kota Paris, Prancis terutama menara kembarnya. Mirip dengan Katedral St. Sophia di Nicosia (kini menjadi Masjid Selimiye) dan Bellapais Abbey, semuanya terlihat seperti sebuah karya agung dari Arsitek Prancis, hal tersebut dapat difahami manakala satu realita bahwa Raja dari Cyprus dari tahun 1190 hingga 1489 dimana semuanya berasal dari dinasti Lusignan Prancis, setidaknya gereja mereka merupakan Cyprus yang sudah ter-Prancisi-sasi.

Di Konversi Menjadi Masjid

Bagian atas menara masjid ini mengalami rusak parak akibat bombardir pasukan dinasti Usmani yang menyerbu Cyprus tahun 1571 dan ketika pasukan Turki Usmani mengambil alih kota Famagusta dari kekuasaan Venesia yang berkuasa di Cyprus sejak tahun 1489. Sejak saat itu wilayah Cyprus menjadi bagian dari wilayah dinasti Turki Usmani. Di tahun yang sama bangunan Katedral Santo Nikolas di-ubahsuai-kan menjadi Masjid, semua pernik kristiani berganti Islami. Konon dulunya disekitar bangunan ini ada begitu banyak makam makam kuno yang kemudian di bongkar di tahun yang sama menyisakan hanya beberapa.

Interior Masjid yang sudah di ubah suai

Beberapa diantaranya adalah makam para bangsawan termasuk James II the Bastard dan Bayi laki-laki-nya, James III, dan dua penguasa terahir dinasti Lusignan tahun 1473 dan 1474, dan kini menjadi bagian dari masjid tersebut. Gempa telah beberapa kali merusak bangunan ini salah satunya gempat tahun 1735 sehingga ahirnya ditambahkan tiang tiang penopang untuk menahan beban struktur atap dan dinding bangunan. Bangunan ini juga memiliki pernik bersejarah diantaranya adalah Jendela James II yang berisi pernyataan hak keningratannya menyerahkan Cyprus kepada Dinasti Doge dari Vanisia tahun 1489.

Sebuah bangunan menara kemudian ditambahkan yang merupakan penyesuaian dari bangunan menara asli di sisi utara, sementara menara yang lain hanya tersisa bagian bawahnya saja. Nama lengkap bangunan itu kini  berubah menjadi Masjid Lala Mustafa Pasha. Beberapa bagian bangunan telah diubahsuaikan sebagai masjid, semua bentuk gambaran manusia termasuk patung, ukiran dinding maupun mozaik kaca jendela disingkirkan dari masjid atau ditutup dengan plester semen, namun demikian semua aspek jejak jejak gaya Gotik tetap terjaga pada bangunan ini hingga kini, termasuk pintu masuk berkanopi di sisi timur bangunan yang berkarakter Katetdral Prancis. Interior bangunan berubah total sebagaimana layak nya ruang sholat, dengan hamparan karpet sajadah, lengkap dengan mimbar dan mihrab. Ruang dalam masjid ini berukuran panjang 55m dan lebar 23m.

Pohon tertua di Cyprus ada di depan masjid Lala Mustafa Pasha ini.

Sebagaimana kebanyakan bangunan tua di mediterania, bangunan masjid ini dibangun dengan atap yang rat. Fasad nya terdiri dari batu batu bewarna madu tua, membuatnya tampak begitu impresif diantara jalanan kota Famagusta yang sempit. Muka sisi baratnya dilengkapi dengan tiga bentuk beranda, salah satunya dibuat lebih lebar dibandingkan dengan dua lainnya.

Pohon Tertua di Cyprus

Salah satu pernik menarik lainnya dri Masjid Lala Mustafa Pasha ini adalah sebatang pohon yang berada di halaman depan masjid. Menurut penuturan para ahli botani, pohon tersebut ditanam di tempat tersebut berbarengan dengan pembangunan masjid tersebut sebagai Katedral di tahun 1298 yang berarti pohon tersebut sudah berumur lebih dari 700 tahun sebagaimana bangunan masjidnya. Ukurannya sangat besar dan menjadi peneduh bagi siapa saja yang sedang berada disana.

Masih menurut ahli botani, pohon tersebut masuk katagori Fig Tree yang merupakan tanaman tropis dari Afrika Timur, nama Ilmiahnya dalah “Ficus Sycomorus”. Uniknya pohon ini akan kehilangan semua daunnya di bulan Februari dan memberikan kesan bahwa pohon tersebut sudah mati, namun sebulan kemudian perlahan lahan bermunculan daun daun baru dan pohon tersebut kembali menghijau royo royo. Karena sejarahnya, pohon tersebut didastarkan sebagai cagar budaya oleh Department of Culture's National Heritage dan berada dibawah pengawasan Department of Forestry Famagusta Office.***

Baca juga


Sabtu, 22 Oktober 2016

Masjid Agung Strasbourg Prancis

Megah meski tanpa menara

Masjid Agung Stasbourg atau Great Mosque of Strasbourg atau dalam bahasa Prancisnya disebut sebagai "La Grande Mosquée de Strasbourg", adalah sebuah masjid agung berukuran besar yang dibangun di daerah Heyritz, sebelah selatan kota Strasbourg. Berdiri megah di bagian kota Strasbourg masjid ini telah menjadi pusat aktivitas ke-Islaman di kota dan menjadi kebanggaan bagi komunitas muslim di kawasan Alsatianyang mencapai 120,000 jiwa. Pembangunannya telah diumumkan tahun 1993 namun baru dilakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan di tahun 2004 dan diresmikan tahun 2012.

Grande Mosquée de Strasbourg
6 Rue Averroès, 67000 Strasbourg, Prancis



Proses Pembangunan Sebelas Tahun

Sejak diluncurkan tahun 1993, proyek pembangunan masjid ini beberapa kali mengalami penundaan sebagai akibat dari proses pemilihan dan sengketa dengan calon kontraktor KKF dari Jerman serta keputusan dari dewan kota yang melarang adanya aliran dana donasi dari luar negeri. Rancangan masjid ini juga mengalami beberapa kali revisi atas desakan dari dewan kota, sampai ahirnya rancangan awal berubah total dengan mengurangi ukurannya hingga setengahnya saja, menghilangkan menara, pusat pembelajaran dan auditorium.

Proyek pembangunan ahirnya disetujui dan dilaksanakan dengan menunjuk kontraktor Demathieu and Bard.Designed dengan rancangan  bangunan dari arsitek Italia – Paolo Portoghesi- arsitek yang juga merancang Masjid Agung Kota Roma, ibukota Italia. Paolo Protodhesi berhasil memenangkan sayembara rancangan masjid ini menyingkirkan para arsitek lainnya termasuk proposal masjid futuristik yang diajukan oleh arsitek Zaha Hadid. Peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2004 oleh walikota Strasbourg Fabienne Keller.

saat pemasangan kerangka kubah

Pemasangan Kubah Masjid

Pemasangan kubah masjid yang dilakukan pada hari Jum’at yang juga bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Prosesi tersebut begitu menarik perhatian masyarakat luas, turut hadir dalam acara tersebut beberapa perwakilan dari tokoh tokoh agama samawi di Prancis diantaranya adalah Uskup Agung Strasbourg, dari kalangan Yahudi, hadir Rabbi serta dari komunitas perwakilan dari komunitas protestan.

Pemasangan kubah masjid segera dilakukan sebelum kerumunan masyarakat lebih banyak lagi memadati lokasi pembangunan masjid untuk turut menyaksikan peristiwa tersebut. Sebuah crane raksasa berkekuatan 500 ton disiapkan untuk mengangkat kerangka baja kubah seberat 29 ton setinggi 24  meter tersebut dari permukaan tanah ke tempatnya di atap bangunan masjid yang sedang dibangun.

peresmian Masjid Agung Strasbourg

Turut hadir dalam acara tersebut, presiden maroko Said Aalla yang sempat melontarkan pernyataan bahwa momen hari itu memiliki makna simbolik yang sangat tinggi. Kubah yang dipasang tersebut setinggi 24 meter dan bertepatan dengan desember kubah tersebut yang nantinya akan di lapis dengan tembaga sangat jelas sebagai identitas bangunan tersebut dan membantu menunjukkan kehadiran Islam di kota tersebut.

Terbesar kedua di Prancis

Pada saat diresmikan, Masjid Agung Stasbourg merupakan bangunan masjid terbesar yang pernah dibangun di tanah Prancis. Dengan luas mencapai 1300 meter persegi membuatnya satu setengah kali lebih besar bila dibandingkan dengan Masjid di Evry di kota Paris yang sudah lebih dulu dibangun. Bangunan masjid Agung Strasbourg dibangun dalam rancangan modern dengan tampilan ekterior yang menawan. Sentuhan gaya maroko sangat kentara pada bagian dinding masjid yang terdiri dari 500.000 lempengan mozaik, ruangan utamanya dirancang menyejukkan dengan warna warna lembut dan cahaya lampu yang alami.

Interior Masjid Agung Strasbourg

Pembiayaan Pembangunan

Proyek pembangunannya menghabiskan dana sekitar 10.5 juta Euro atau setara dengan sekitar US$ 13.5 juta dolar Amerika bersumber dari jemaah dan Pemerintah Prancis, pemerintah Kuwait, Maroko, Saudi Arabia dan Turki. Penggalangan dana untuk pembangunan masjid ini dilakukan oleh dua lembaga sekaligus yakni "the association Great Mosque of Strasbourg" dan "association Espace Euro-mediteranean Averroes" dua lembaga ini yang melakukan penggalangan dana bagi pembangunan masjid ini baik dari dalam maupun dari dari luar negeri.

Peresmian Masjid Agung Strasbourg

Masjid Agung Strasbourg diresmikan pada tanggal 27 September 2012 oleh Sekretaris Parlemen Angela Girard, didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Prancis - Manuel Valls dan Menteri Agama Maroko Ahmed Tawfiq. Menteri Dalam Negeri Prancis - Manuel Valls – dalam kata sambutannya mengajak muslim yang berasal dari berbagai bangsa di Prancis untuk makin berintegrasi, namun tidak akan mentoleran setiap tindakan yang mengarah kepada radikalisme. Dalam kesempatan itu mendagri Prancis juga menjanjikan kepada empat juta muslim Prancis bahwa pemerintah negara akan membantu pembangunan lebih banyak masjid di Prancis termasuk akan membantu pelatihan bagi para pengurusnya.

Jemaah Sholat Ied yang membludak 

Peresmian masjid ini menjadi satu momen yang sangat penting bagi Prancis karena menunjukkan besarnya persatuan antar ummat beragama di negara tersebut, mengingat begitu banyak tokoh lintas agama turut hadir menyaksikan upacara peresmian masjid terbesar kedua di Prancis ini. Jemaah masjid ini kebanyakan merupakan warga muslim Prancis yang berasal dari Afrika Utara terutama dari Maroko. Di masjid ini diselenggarakan begitu banyak konfrensi dan seminat dan memiliki program program pembelajaran yang ekstensif untuk anak anak usia sekolah.

Sebelum masjid ini selesai dibangun, jemaah masjid ini menggunakan sebuah gedung bekas pabrik sebagai masjid yang berada di pusat kota Stasbourg tak jauh dari gedung pengadilan di tahun 1982 hingga tahun 2012 dan masjid tersebut bukanlah masjid pertama di kota ini. jauh sebelumnya ditahun 1967 telah berdiri sebuah masjid disana dan kini telah berkembang hingga lebih dari 20 masjid di kota Stasbourg.

Pemakaman Muslim pertama di Prancis

Muslim di kota Strasbourg ini juga telah mendapatkan persetujuan dari walikotanya untuk memiliki lahan pemakaman muslim sendiri yang merupakan komplek pemakaman muslim pertama di Perancis. persetujuan tersebut ditandatangani oleh walikota Strasbourg Roland Reis dan Pimpinan dewan regional agama Islam (CRSM) Alsace Driss Ayachour, pembangunan komplek pemakaman di kota Alsatia ini merujuk kepada komplek yang sama di kota Fez yang merupakan ibukota spiritual bagi kerajaan Maroko selaku kota kembar bagi Strasbourg.***

--------------------

Baca Juga


Minggu, 16 Oktober 2016

Islam di Mauritius (2)

jemaah sholat jum'at di masjid jummah Port Louis

Menurut sejarawan, kehadiran muslim di Mauritius sudah dimulai sejak tahun 1722. Mereka terdiri dari para seniman, pelaut dan pedagang dari India. Satu data pasti bahwa di tahun 1724 Ali Khan mengeluarkan petisi kepada Gubernur de Nyon (1722-1725) untuk kebebasan istrinya dari perbudakan. Selama periode 1768-89, disebutkan bahwa disana ada 12 muslim india asli yang lahir di pulau Mauritius. Kemudian di tahun 1758 sekelompok pedagang India membentuk koloni dalam menjalankan bisnis mereka di tahun 1758. Keluarga Gassy Sobedar tercatat dalam catatatan resmi sebagai keluarga muslim pertama yang tinggal di Mauritius di tahun 1791. Dan masih di masa kolonial Perancis keluarga keluarga seperti Dina, Goumany dan Sakir telah menetap di Mauritius.

Masjid Masjid di Mauritius

Di Mauritius terdapat banyak masjid baik di pusat kota hingga ke wilayah pedesaan. Dia masjid yang dikenal secara luas adalah Masjid Al-Aqso di di Camp des Lascars sebagai bangunan masjid pertama dan tertua di Mauritius dan Masjid Jummah di pusat kota Port Louis yang merupakan masjid sentral. Konsentrasi muslim tertinggi berada di kota Port Louis selaku ibukota negara, terutama di daerah Plaine Verte, Ward IV, Valle Pitot dan lingkungan Camp Yoloff. Terdapat juga muslim cukup banyak di daerah Plaine Wilhems tertutama di Phoenix.

Kepengurusan masjid di Mauritius, secara hukum diakui oleh negara dan Imam masjid menerima gaji bulanan dari pemerintah. Pernikahan dengan hukum Islam di akui oleh negara, termasuk juga pengakuan pertalian keluarga berdasarkan nazab dari garis Bapak. Para janda dan yatim piatu berhak mendapatkan tunjangan bulanan dari negara. Mereka yang masuk Islam memiliki hak untuk mengganti nama mereka berikut nama keluarganya. Muslim di Mauritius juga mendapatkan kebebasan untuk menunaikan ibadah umroh dan haji ke tanah suci Mekah.

Masjid Al-Aqso

Bangunan pertama yang difungsikan sebagai tempat ibadah muslim di Mauritius adalah Masjid di Camp des Lascars di sekitar tahun 1805. Bangunan tersebut sempat hancur akibat bencana angin topan di tahun 1818. Dalam waktu singkat bangunan tersebut kemudian diperbaiki dan kembali berfungsi dengan baik dengan dana dari para jemaah, salah satu donatur pembangunan kembali masjid tersebut merupakan anggota keluarga Sobedar. Selama beberapa tahun setelah itu yang bertindak sebagai imam masjid tersebut juga dari keluarga Sobedar.

Masjid di Camp des Lascars atau Masjid Al-Aqso

Adalah Haji Sobedar yang kemudian membuat mihrab di masjid Jummah Port Louis pada saat masjid tersebut dibangun tahun 1850, beliau merupakan salah satu tokoh muslim di Camp des Lascars. Beliau wafat pada tanggal 29 April 1881 dan dimakamkan di samping masjid Camp des Lascars yang kini dikenal dengan nama Masjid Al-Aqsha atau Al-Aqso merujuk kepada Kiblat pertama ummat Islam di Al-Quds (Jerusalem), Palestina.

Bangunan masjid ini secara berkelanjutan terus berkembang dibangun dan diperluas disesuaikan dengan kebutuhan jemaah yang semakin meningkat. Kini bangunan masjid ini tidak lagi berupa bangunan kecil sebagaimana dimasa kolonial Perancis di Mauritius, bangunannya sudah diperluas dan di renovasi secara berkala selama beberapa tahun meskipun masih berdiri di lokasi yang sama sejak pertama kali dibangun.

Masjid Jummah Port Louis

Kemudian menyusul masjid Jummah di Port Louis yang dibangun tahun 1850 dan tercatat di kementrian pariwisata Mauritius sebagai salah satu bangunan tempat ibadah terindah di Mauritius. Masjid Jummah Port Louis ini juga merupakan Otoritas Islam yang diakui oleh pemerintah layaknya sebagai masjid nasional yang mewakili kepentingan ummat Islam Mauritius termasuk Dewan urusan Halal serta Lembaga Riset Halal yang konsen terhadap makanan halal serta berwenang menerbitkan sertifikat halal. Artikel lengkap masjid Jummah ini dapat dibaca di posting Masjid Jummah Mauritius.

Masjid Suni di Rose Hill

Masjid Suni di Rose Hill atau Rose Hill Suni Mosque dibangun tahun 1863 untuk memenuhi kebutuhan muslim yang semakin meningkat jumlahnya. Adalah Ismail Jeewa yang membeli sebidang lahan di Remono Street dan kemudian dihibahkan kepada komunitaa Muslim untuk kepentingan pembangunan masjid setelah itu bangunan masjid berdiri disana. Perluasan bangunan masjid dilakukan tahun 1893, 1912 dan 1915.

Salah satu sudut Masjid Jummah Port Louis

Di pergantian abad ke 20, Rose Hill ini seakan berubah menjadi pusat bagi debat masalah agama, debat tersebut dikenal dengan istilah Religious Repartees. Perhelatan tersebut menarik perhatian banyak orang untuk turut menghadiri. Tujuan dari debat tersebut justru merupakan ajang untuk melatih secara sehat untuk membawa masayarakat yang berasal dari beragam agama dan kepercayaan bersama sama secara sosial dan membantu mempromosikan toleransi dan saling pengertian diantara sesama warga negara.

Lembaga Lembaga Islam di Mauritius

Madad-ul-Islam Society atau setingkali disingkat menjadi Madad merupakan lembaga Islam pertama yang dibentuk di Mauritius pada tanggal 22 Januari 1902 bergerak dibidang pendidikan Islam dan merupakan salah satu lembaga nirlaba pertama di Mauritius. Kemudian menyusul dibentuknya Dewan Wakaf pada tahun tahun 1938 dan disahkan menjadi undang undang pada tanggal 25 April 1941, Lembaga wakaf ini menjadi penanggungjawab bagi pendistribusian dana sunsidi dari pemerintah untuk semua masjid di Mauritius sejak tahun 1959.

Ditahun 1959 Prof. Mohammed Hussein Malik mendirikan lembaga yang disebut The Qur’an House yang bergerak dibidang pendidikan dalam upaya meningkatkan standard kehidupan muslim Mauritius. Lemaga ini juga merupakan Gerakan Islam Pertama di Mauritius. Masjid Sayyidah Khadijah Mosque merupakan masjid yang dibangun oleh The Qur’an House sebagai masjid khusus untuk jemaah wanita yang juga dilengkapi dengan perpustakaan Islam.

pemerintah Mauritius telah mendaftarkan Masjid Al-Aqso Mauritius sebagai salah satu warisan budaya dunia UNESCO. Masjid Al-Aqso merupakan masjid pertama yang dibangun di Mauritius dan masih berfungsi dan berkembang hingga hari ini.

Islamic welfare Foundation dibentuk tahun 1969 dengan tujuan untuk membantu pembiayaan bagi pengusaha muslim, pemberian beasiswa, donasi, simpan pinjam, promosi pendidikan Islam, publikasi dan penerbitan majalah dan buku buku Islam. World Islamic Mission Mauritius dibentuk tahun 1975 sebagai bagian dari organisasi Islam yang dibentuk tahun 1972 di Mekah Almukarromah dan berpusat di Bradford, Inggris. Islamic Cultural Centre Mauritius dibentuk Pada tahun 1987 dan akta pendirian nya secara resmi diumumkan pada 15 Desember 1989 dengan tujuan untuk memelihara dan mempromosikan seni dan budaya Islam, menyelenggarakan pendidikan bahasa Arab dan Urdu dan aktivitas keIslaman lainnya, termasuk pengawasan dan penyelenggaraan ibadah haji.

Di tahun 1990 pemerintah Mauritius dibawah pimpinan Perdana Menteri Sir Aneerood Jugnauth, mengajukan perubahan perundang undangan yang memberikan status legal bagi pernikahan muslim dan membantu pembentukan lembaga Muslim Family Council (MFC). Undang undang ini memberikan kewenangan kepada lembaha ini untuk menyelenggarakan, merayakan, mencatat, mengeluarkan dan menyimpan catatan pernikahan sesuai dengan hukum Islam. Lembaga ini merupakan lembaga resmi pemerintah bagi muslim Mauritius.

Lembaga Pendidikan Islam di Mauritius

Darul Ulum atau Rumah Ilmu pengetahuan, merupakan lembaga pendidikan yang mengelola pendidikan resmi berbasis Islam, meski tidak banyak namun ada beberapa sekolah yang dikelola lembaga ini di mauritius yakni Darul Uloum Aleemiah, Darul Uloum Majlis Raza dan Ahmad Raza Khan Academy. Muslim Mauritius juga memiliki Madrasah serta Islamic Cultural College khusus bagi siswa laki laki dibuka tahun 1949 dengan hanya 35 siswa dan kini berkembang hingga 2500 siswa. Selain itu muslim disana juga memiliki lembaga pendidikan yang bernama Madadul Islam, Muslim Girls College, dan lembaga pendidikan yang bernama Doha dibentuk tahun 2003 dan didanai oleh Pemerintah Qatar.

---------------

Baca Juga



Sabtu, 15 Oktober 2016

Islam di Mauritius (1)

Mauritius terletak di Samudera Hindia sekitar 5538.7 km dari Jakarta.

Mauritius merupakan salah satu negara pulau yang terletak di Samudera Hindia, terpisah sekitar 2000km dari lepas pantai tenggara benua afrika atau sekitar 900km sebelah timur pulau Madagaskar. Bila ditarik lurus, jarak dari Indonesia ke Mauritius ini sekitar 5538.7 kilometer dan butuh waktu penerbangan dengan pesawat selama kurang lebih 13 jam. Negara Mauritius ini berbentuk Republik dengan seorang Presiden sebagai kepala Negara dan Seorang Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Ibukota negaranya berada di kota Port Louis.

Wilayah negara Mauritius terdiri dari beberapa pulau yang terpisah pisah di samudera Hindia, yakni Pulau Mauritius yang merupakan pulau terbesar, Pulau Rodrigues [560 kilometres sebelah timur, Pulau Agaléga, dan pulau St. Brandon. Mauritius juga mengklaim wilayah kepulauan Chagos yang kini merupakan wilayah seberang lautan Inggris Raya serta pulau Tromlin yang kini merupakan wilayah seberang lautan Prancis. Bila digabungkan seluruh daratan Mauritius ini seluruhnya seluas 2.040 km2 atau sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pulau Morotai di kabupaten Kepulauan Morotai, provinsi Maluku Utara yang memiliki luas 2.266km2.


Mauritius dianugerahi alam yang begitu mempesona, salah satu pemandangan alamnya yang mengundang decak kagum dunia adalah pemandangan air terjun bawah laut yang sangat fenomenal, meskipun sebenarnya bukanlah air terjun yang sebenarnya namun karena memang jernihnya air laut disana menghasilkan efek pemandangan yang luar biasa tersebut.

Agama agama di Mauritius

Merujuk kepada data wikipedia agama Hindu memiliki penganut terbesar di Mauritius dengan presentase mencapai 48.5%, disusul dengan penganut agama Nasrani 32.7%, sedangkan Islam berada di urutan ke tiga dengan 17,3%, kemudian Budha 0.4% dan Agama lainnya sebesar 1.1%.

Masyarakat keturunan India (Indo-Mauritian) kebanyakan menganut agama Hindu dan Islam. Kemudian masyarakat keturunan Perancis (Franco-Mauritians), Keturunan Afrika (Creoles) dan Masyarakat keturunan China (Sino-Mauritians) kebanyakan menganut agama Kristen. Sebagian kecil dari Sino-Mauritian ini menganut gama Buda dan agama lainnya termasuk agama Islam. Konstitusi Mauritius tahun 1968 telah mengakui empat katagori agama yakni : Hindu, Muslim, Sino-Mauritian dan Masyarakat Umum.

Senja di kota Port Louis, Ibukota Mauritius

Ada yang menarik tentang kelompok masyarakat Sino-Mauritian ini. Seperti halnya bagian dari kelompok komunitas lainnya di Mauritius, rata rata mereka datang ke Mauritius secara sukarela untuk berdagang dan sebagainya termasuk kelompok pendatang awal dari China, namun ada satu kasus dimana ada orang orang china yang ‘diculik’ dari Pulau Sumatera (Indonesia) tahun 1740 oleh Laksamana Angkatan Laut Perancis, Admiral Charles Hector, untuk dipaksa bekerja di Mauritius. Mereka kemudian melakukan mogok kerja sebagai aksi protes atas penculikan mereka. Beruntung aksi tersebut tidak berujung kematian oleh tindakan kejam dari sang admiral, mereka kemudian semuanya dikembalikan ke pulau Sumatera.

Islam di Mauritius

Masih merujuk kepada data Wikipedia, muslim di Mauritius sekitar 17.3% dari total penduduknya, data tersebut sama dengan data word fact book. Sementara situs muslimpopulation.com dan pewforum.org menampilkan data berdasarkan sensus tahun 2000 menyebutkan angka 16.6% atau setara dengan 214.000 jiwa dari sekitar 1.3 juta jiwa penduduk negara tersebut.

Masjid Jummah di Port Louis

Di Mauritius sangat banyak Masjid dan Madrasah. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Creole (Bahasa Resmi mirip dengan Bahasa Perancis), kemudian Bahasa Perancis, lalu bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Mauritius adalah bekas jajahan Perancis selama 20 th, dan juga Inggris pada tahun 1950. Muslim Mauritius kebanyakan merupakan keturunan India namun kini tumbuh dan berkembang masyarakat umum yang masuk Islam dari kelompok Creole serta dari kelompok Sino Mauritian serta dari masyarakat China. Komunitas muslim yang berasal dari beragam latar belakang ini menghasilkan keanekaragaman budaya muslim disana.

Pemerintah setempat memberikan kebebasan beragama bagi penduduknya dan diatur dalam konstitusi. Idul Fitri telah lama di akui sebagai hari libur nasional sehingga memberikan keleluasaan kepada muslim disana untuk berlebaran. Setiap hari Jum’at muslim disana juga diberi kesempatan untuk melaksanakan sholat jum’at berjamaan meskipun selama jam kerja dan setiap masjid disana bebas menyuarakan azan dari speaker masjid masjid-nya tanpa larangan ataupun keberatan dari komunitas pemeluk agama lain.

Kelompok Jemaah Tabligh cukup memainkan peran di negara ini salah satu aktivitas mereka adalah dengan membangun Salat-ul-Khanah yakni semacam mushola kecil bagi muslim yang tinggal di luar pulau Mauritius ataupun yang tinggal di kawasan non muslim sehingga jumlah mereka hanya sedikit saja. Mushola mushola kecil telah dibangun di daerah Albion, Pointe aux Sables dan Petite Rivière. Kelompok Jemaah Tabligh juga secara rutin melakukan kunjungan dakwah ke berbagai bagian wilayah negara tersebut.

Seorang turis asing mengikuti pengurus masjid masuk ke dalam komplek Masjid Jummah di Port Louis untuk berkunjung.

Beragam model dakwah yang dilakukan di negara ini telah mengundang minat dari masyarakat umum untuk memeluk Islam. Dakwah konvensional hingga street dawah telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terahir oleh beberapa kelompok muslim, sebagai bagian dari upaya menyampaikan risalah.

Kelompok kelompok Muslim Mauritius

sebagian besar muslim Mauritius merupakan muslim suni yang terbagi dalam berbagai kelompok seperti Salafi, Sufi, Tawhidis dan Jeamaah Tabligh (JT). Mayoritas bermazhab Hanafi serta sebagian lagi bermazhab Syafe’i. Sebagian kecil muslim disana juga menganut faham Syiah dan Ahmadiyah.

diantara kaum muslimin di Mauritius terdapat tiga kelompok yang dikenal dengan nama kelompok Memon dan Surti yakni kelompok para pedagang kaya yang datang dari daerah Kutch dan Surat provinsi Gujarat, India. Kemudian kelompok Hindi Calcattias merupakan kelompok muslim yang datang ke Mauritius dari provinsi Bihar, India, sebagai para pekerja paksa di masa penjajahan. Sebuah Novel terkenal di Mauritius berjudul Humeirah karya Sabah Carrim, menceritakan tentang kelompok Memons dan Hindi Calcattias yang ada di Mauritius.*** Bersambung ke bagian 2.

---------------

Baca Juga


Minggu, 09 Oktober 2016

Masjid Jummah Port Louis Mauritius

Sentuhan India sangat kentara di ekterior masjid Jummah di kota Port Louis, Mauritius ini. karena memang muslim disana sebagian besar berasal dari India, bahkan para pekerja yang membangun masjid ini, di datangkan langsung dari India.

Mauritius adalah sebuah negara pulau yang terletak di Samudera Hindia sebelah barat daya, berjarak sekitar 900km kea rah timur dari pulau Madagaskar atau sekitar 2000km dari lepas pantai benua Afrika bagian Tenggara. Mauritius terdiri dari Pulau Mauritius sebagai pulau terbesar dan beberapa pulau kecil lainnya yang berdekatan yakni pulau Cargados Carajos, Rodrigues dan Kepulauan Agalega. Pulau Mauritius memilki luas 1.836km2 atau sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pulau Morotai di provinsi Maluku Utara yang memiliki luas 2.266km2. Mauritius merupakan negara berbentuk Republik Parlementer dipimpin oleh seorang presiden sebagai kepala negara dan seorang Perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Ibukotanya berada di Port Louis di pulau Mauritius.

Masjid Jummah merupakan masjid utama di kota Port Louis, Ibukota Mauritius. Disebut sebagai masjid Jummah atau Masjid Jum’at karena memang masjid ini merupakan masjid yang digunakan untuk pelaksanaan sholat Jum’at berjemaah. Hampir sama dengan halnya Masjid Jami’ di Indonesia. Tidak semua masjid menyelenggarakan sholat Jum’at selain penyelenggaraan sholat lima wajib lima waktu. Sebelumnya masjid ini dikenal dengan nama Mosquée des Arabes atau Masjidnya orang Arab sebelum kemudian di ubah menjadi Masjid Jummah. Masjid ini pertama kali dibuka pada tanggal 20 Oktober 1852 saat ini dikelola oleh Cutchi Maiman Society.

Seperti kebanyakan masjid masjid yang berada di pusat kota, di depan masjid Jummah Port louis inipun ramai dengan para pedagang yang menjajakan dagangannya.

Masjid Jummah di Port Louis ini telah menjadi salah satu penanda kota tersebut, aspek sejarahnya yang begitu dominan serta arsitektural dan lokasinya yang strategis menjadikan masjid ini salah satu objek kunjungan bagi wisatawan yang berkunjung kesana baik muslim maupun non muslim, untuk sekedar menikmati detil ekterior dan interior masjid ini hingga menikmati bentangan kota Port Louis dari atap masjid. Kunjungan bagi wisatawan umum dibuka setiap waktu kecuali diwaktu sholat dan semua wisatawan diminta untuk berpakaian sopan.

Masjid Jummah bukanlah satu satunya masjid di Port Louis, masjid kedua yang dibangun setelah masjid ini adalah masjid dengan ukuran lebih kecil di daerah yang kemudian dikenal dengan Malabar Town, dengan daya tampung tidak lebih dari seratus jemaah dan berjarak hanya beberapa kilometer dari pusat kota. Kementrian Pariwisata Mauritius bahkan menyebut Masjid Jummah sebagai bangunan tempat ibadah terindah di seluruh negara Mauritius.

The Jummah Mosque Port Louis
Royal Road, A1,Queen St,Port Louis,Mauritius


Dari aspek sejarah, Masjid Jummah Port Louis ini merupakan salah satu bangunan tempat ibadah paling penting dan tertua di Mauritius. Lokasinya berada di ruas jalan Royal Street berdekatan dengan kawasan China Town di jantung kota Port Louis. Sejak dibangun masjid ini telah memainkan peranan vital bagi komunitas muslim Mauritius hingga hari ini.

Keberadaan masjid ini sudah bermula dari tahun 1850, merupakan bagian dari rumah kediaman dari Jama Shah, seorang ulama dari daerah Kutch, India, yang kemudian dibangun menjadi masjid. Makam beliau berbalut batu pualam berada di samping masjid ini. Bangunan masjid ini dibangun dengan perpaduan gaya arsitektur India, Creole dan Seni bina Islam.

Masjid Jummah Port Louis disekitar tahun 1890

Di tahun 1852 sekelompok anggota komunita pedagang di Port Louis terdiri dari Joonus Allarakia, Casseem Hemeem, Joosub Satardeenah, Elias Hamode, Abdoollah Essack, Ab doorahim Allanah, Ismael Ibrahim dan Omar Yacoob, membeli dua properti di Queen Street, Port Louis, dengan total harga senilai Rs 6,800. Proses pembelian tersebut dilaksanakan pada tangga 20 Oktober 1852, dari pembelian tersebut kemudian dibuat ketetapan diantara para muslim bahwa para pengusaha musim telah melakukan pembelian dengan ketetapan sebagai berikut,

... baik sebagian ataupun keseluruhannya, dengan nama mereka sendiri ataupun mewakili keseluruhan jemaah muslim Mauritius yang memberikan mereka kuasa. Pembelian tersebut dinyatakan bahwa sejumlah uang yang digunakan untuk melakukan pembayaran properti tersebut bukan merupakan uang milik mereka secara pribadi namun dari jemaah muslim Mauritius secara keseluruhan. . . .

Dari Halaman tengah Masjid Jummah. 

Periode Masjid Orang Arab

Salah satu gedung dari dua properti yang dibeli sementara waktu digunakan sebagai tempat ibadah selama proses pembangunan masjid berlangsung. Ismael Jeewa yang memimpin para jemaah sebagai imam. Di tahun 1853 sebuah masjid berukuran kecil telah selesai dibangun dan sudah layak untuk digunakan untuk pelaksanaan sholat. Bacosse Sobedar, imam dari masjid Camp des Lascars, yang kemudian menghias mihrab masjid baru tersebut sehingga kemudian selama beberapa tahun masjid tersebut pun dikenal dengan nama Mosquée des Arabes atau masjidnya orang Arab. Bangunan masjid pertama tersebut yang kemudian masyarakat umum secara salah kaprah menyebutnya sebagai masjid orang Arab, mampu menampung 200 orang Jemaah, merupakan bangunan asli dari Masjid Jummah di Port Louis ini.

Periode Masjid Jummah

Seiring dengan semakin meningkatnya populasi muslim di kota Port-Louis, dibutuhkan bangunan masjid yang lebih luas untuk dapat menampung jemaah yang sudah membludak. Sehingga di antara tahun 1857 dan 1877, para pengusaha muslim disana melakukan pembelian terhadap tujuh petak lahan disekitar masjid dengan luas keseluruhan mencapai tiga perempat hektar senilai Rs 134,260 dan kemudian dihibahkan untuk pembangunan masjid.

Interior Masjid Jummah Port Louis, langgam bangunan dinasti Mughal sangat terasa.

Sebagian dari dana pembelian tersebut berasal dari dua sen Rupee yang disisihkan oleh para pengusaha muslim yang melakukan perdagangan gandum dari setiap karung-nya, dana tersebut dikumpulkan dari para pedagang muslim disana selama beberapa tahun. Dan dalam salah satu dokumen pembelian disebutkan dengan tegas bahwa pembelian lahan untuk perluasan masjid Jummah dilakukan oleh keseluruhan komunitas muslim Mauritius. Dan pada ahirnya keseluruhan lahan disekitar masjid menjadi milik masjid Jummah, yang berbatasan langsung dengan empat ruas jalan yang disekitarnya yakni Royal Road, New Little Mountain (kini menjadi Joseph Rivière), Queen and Little Mountain (kini menjadi Jalan Masjid Jummah). 

Proyek perluasan dimulai tahun 1878 dengan pengawasan dari Jackaria Jan Mahomed. Artisans, dipimpin oleh Ishaq Mistry, sedangkan material bangunan dikirim dari India. Namun penyakit yang diderita oleh para pekerja dan kurangnya pasokan bahan bangunan membuat penyelesaian pembangunan masjid tertunda hingga tahun 1895. Proyek perluasan masjid tersebut menempati hampir keseluruhan lahan yang dibeli namun tetap menyisakan sedikit ruang untuk disewakan kepada para pelaku bisnis.

bagian dari properti masjid Jummah.

Sebagian besar penanganan ahir bangunan masjid ini yang berhubungan dengan ke-ahlian khusus untuk pekerjaan finishing interior dan ekterior ditangani oleh para pekerja berpengalaman yang juga didatangkan langsung dari India, maka tidak mengherankan bila pengaruh seni bina bangunan sangat kental di masjid ini. para pekerja dari India tersebut tinggal di lokasi proyek pembangunan selama proses pembangunan berlangsung. Sedangkan untuk biaya transportasi mereka dari India tidak terlalu menjadi masalah karena beberapa anggota panitia pembangunan masjid ini juga merupakan para pemilik kapal yang senantiasa berlayar pulang pergi India-Mauritius dan sebaliknya.

Arsitektur bangunan perluasan masjid ini merupakan paduan pengaruh dari Seni bangunan bangsa Moor (Maroko) dan tentu saja pengarus seni bina bangunan Mughal (india). Bangunan masjid baru dari proyek perluasan tersebut disatukan dengan bangunan masjid lama, keseluruhan ruang masjid lama kini menjadi ruang sholat utama di terangi dengan lampu gantung dari kaca. Sebatang pohon Almond India atau Pohon Badamia yang memang sudah ada sebelum proyek perluasan masjid dilaksanakan dibiarkan berdiri di tengah tengah pelataran masjid ini, yang merupakan bagian dari lahan yang dibeli pertama kali untuk masjid lama di-tahun 1852.

pilar pilar berukuran besar dengan lengkungan beton berukir di bagian selasar menghadap ke halaman tengah dilengkapi dengan bangku bangku panjang bagi jemaah masjid yang sedang berada disana, ataupun bagi para pengunjung lainnya. 

Pengurus Masjid Jummah Mauritius

Imam masjid ini di jabat oleh Muhammad Fakii Ali dari Kenya. Beliau juga menjadi kepala sekolah Madrasah di Masjid Jummah yang salah satu kurikulumnya mengajarkan Hafalan Al-Qur’an. Upacara kelulusan madrasah ini diselenggarakan malam hari disetiap tanggal 27 Ramadhan bertepatan dengan masa masa Laylat al-Qadr. Khatib Masjid dijabat oleh Muhammad Ishaq Qadiri Razvi dari Pakistan.

Dewan pengurus masjid ini dipilih setiap tiga tahun oleh para anggota the Cutchi Maiman Society of Mauritius. Setelah masa bakti tiga tahun diadakan pemilihan ulang atau diperpanjang masa baktinya. Ketua Dewan Pengurus (Mutawalli) saat ini dijabat oleh Nissar Ahmad Ramtoola.***

---------------

Baca Juga