Sabtu, 25 Desember 2010

Masjid Jami' Indrapuri, Aceh

Masjid Jami’ Indrapuri pada mulanya merupakan sebuah bangunan candi yang dibangun pada abad ke 12 Miladiyah dan diperkirakan dialih fungsi menjadi masjid pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).  

Masjid Jami’ Indrapuri, Masjid tua yang diduga dibangun di atas bekas sebuah candi, ketika masyarakat di sekitar daerah tersebut sudah memeluk agama Islam. Masjid tua yang masih dijaga dengan baik hingga kini dan masih berfungsi dan dimanfaatkan oleh kaum muslimin di Indrapuri. Selain menjadi kebanggaan muslim Indrapuri, masjid tua ini juga suda menjadi bangunan tua yang dilindungi Undang undang.

Kini masjid Jami’ Indrapuri selalu ramai oleh jemaah. Di bulan suci Ramadhan masjid ini senantiasa masuk dalam agenda tujuan safari Ramadhan para petinggi kabupaten maupun provinsi, yang ingin bersilaturrahmi dengan warga nya. Kendatipun ukurannya relatif kecil serta letaknya tidaklah di ibukota kabupaten apalagi ibukota provinsi.

Lokasi Masjid Jami’ Indrapuri

Masjid Indrapuri berada di berlokasi di poros jalan Banda Aceh-Medan, masuk ke dalam Desa Indrapuri pasar, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Tak sulit menjangkau Masjid Indrapuri. Dari Banda Aceh, Anda bisa menyewa mobil travel menuju masjid yang atapnya berseng hijau.

Masjid Jami' Indrapuri
Desa Indra Puri, Kecamatan Indrapuri
Kabupaten Aceh Besar, Aceh 23373
Koordinat : 5°24'55"N   95°26'47"E


Sejarah Masjid Jami’ Indrapuri

Masjid Jami’ Indrapuri pada mulanya merupakan sebuah bangunan candi yang dibangun pada abad ke 12M di kerajaan Indrapuri. Jauh sebelum berdirinya Kesultanan Aceh darussalam di abad ke 15M.  Sultan pertama Aceh, Sultan Ali Mughayat Syah dinobatkan sebagai Sultan pada   hari Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Pengaruh Kesultanan Aceh menyebar di pulau Sumatera hingga ke wilayah semenanjung Malaya.

Manakala Islam kemudian masuk ke wilayah Indrapuri dan kemudian mengubah peradaban disana ke peradaban Islam, fungsi candi Indrapuri pun kemudian berubah menjadi sebuah masjid. Konon perubahan itu terjadi semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda berkuasa di Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1607M hingga 1636M.  Sultan Iskandar Muda juga lah yang kemudian membangun masjid Indrapuri menggantikan Candi di lokasi tersebut.

Masjid Jami Indrapuri, dibangun dibekas sebuah kuil di dalam benteng yang kokoh.

Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan BP3 Aceh, Dahlia, bahwa masjid berkonstruksi kayu ini didirikan di atas reruntuhan bangunan benteng yang diperkirakan bekas peninggalan Hindu yang pernah dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan di masa pendudukan Portugis dan Belanda. Setelah Islam masuk dan berkembang pesat di Aceh, benteng yang semua tempat peribadatan Hindu, dindingnya dihancurkan dan digantikan dengan masjid. Begitu juga dengan ornamen asli penghias bangunan dalam, ditutup plester mengingat ajaran Islam melarang adanya penggambaran makhluk bernyawa. Hal senada tentang sejarah Masjid ini juga disampaikan oelh Rektor UIN Lampung, Prof Dr Musa Said dalam ceramah tarawihnya di masjid ini di bulan Ramadhan (agustus) 2009 yang lalu.

Kenyataan tersebut membantah pendapat yang mengatakan bahwa masjid Jami’ Indrapuri lebih tua dari Masjid Agung Demak, mengingat bahwa Sultan pertama Aceh, Sultan Ali Mughayat Syah baru dinobatkan sebagai Sultan tahun 1507. Kemudian Sultan Iskandar Muda sendiri berkuasa di Kesultanan Aceh tahun tahun 1607M hingga 1636M. Jauh lebih muda dari usia Masjid Agung Demak yang berdiri tahun 1477. Lain halnya bila ternyata bahwa masjid Jami’ Indrapuri ini dibangun di masa kekuasaan Samudera Pasai (1267-1521) yang merupakan kerajaan Islam Pertama di Indonesia.

Sultan Muhammad Daud Syah

Memang agak sulit menentukan tahun berdirinya Masjid Indrapuri ini dengan pasti, karena ketiadaan catatan tahun pendirian masjid yang dijumpai di lokasi tersebut dalam bentuk prasasti ataupun plakat pendirian sebagaimana kita jumpai di beberapa masjid masjid tua tanah air.

Peristiwa penting terakhir yang berlangsung di Masjid Jami’ Indrapuri adalah pelantikan Muhammad Daud Syah sebagai Sultan Aceh ke 35 pada tahun 1874. pelantikan itu juga menjadikan Indrapuri sebagai ibukota Kesultanan Aceh, Namun hal itu tak berlangsung lama karena Sultan Muhammad Daud Syah menjadi Sultan Aceh terahir setelah beliau ditangkap oleh Belanda tanggal 10 Januari 1903 kemudian diasingkan ke Ambon lalu dipindahkan ke Batavia sampai wafatnya pada tanggal  6 Februari 1939.

Dari sudut ini terlihat jelas 4 tembok benteng yang mengelilingi Masjid Indrapuri

Sekilas Kerajaan Indrapuri

Menurut penuturan Imam besar Masjid Jami’ Indrapuri, Tengku Imam Syafi’i (65thn) kepada waspada medan, Indrapuri adalah kerajaan yang didirikan oleh ummat Hindu di Aceh. Kerajaan ini berawal dari adik perempuan Putra Harsha dari India yang suaminya terbunuh dalam peperangan yang dilancarkan oleh bangsa Huna pada tahun 604 M lalu melarikan diri dari kerajaannya ke Aceh. Sesampainya di Aceh, adik perempuan Putra Harsha ini mendirikan kerajaan yang diduga dan besar kemungkinan adalah Indrapuri sekarang.

Hal ini didasari fakta bahwa di dekat Indrapuri terdapat perkampungan orang Hindu, yaitu di Kampung Tanoh Abei. Di sini juga banyak dijumpai kuburan orang Hindu. Selain mendirikan kerajaan, ummat Hindu kala itu juga mendirikan Candi diberi nama Indrapuri, yang artinya Kuta Ratu. Selain itu, ia juga mendirikan Kerajaan Indrapatra di Ladong, disekitar Pelabuhan Malahayati. 

Struktur Masjid Indrapuri seluruhnya dari kayu beratap seng. Tidak ada dinding selain tembok benteng yang mengelilinginya.

Bekas Candi masih terlihat pada tapak sekeliling Masjid. Menurut Prof. H. Ali Hasjmy (alm), diperkirakan keseluruhan tapak/bekas Candi tersebut hampir sama besarnya dengan Candi Borobudur di Jawa Tengah. Profesor Ali Hasjmy menambahkan, bila bangunan ini digali diperkirakan patung-patung Hindu banyak terdapat di dalamnya. Bahkan menurut Yunus Djamil, dalam bukunya Tawarich Raja-raja Kerajaan Aceh menyebutkan, Indrapuri merupakan bagian Kerajaan Hindu Indrapurwa, termasuk Indrapatra dan Indrapurwa.

Arsitektur Masjid Indrapuri

Masjid Tua Indrapuri menempati areal tanah seluas 33.875 meter, Masjid berkonstruksi kayu didirikan di atas reruntuhan bangunan berkonstruksi batu berspesi kapur dan tanah liat yang pernah difungsikan sebagai benteng pertahanan pada saat pendudukan Portugis dan Belanda di Aceh.

Interior Masjid Jami Indrapuri dominasi bahan kayu menghasilkan pemandangan klasik khas Nusantara yang sangat kental.

Dinding benteng yang juga berfungsi sebagai pondasi masjid berdenah persegi empat, berdiri di atas tanah seluas 4.447 meter. Bangunan ini berundak empat dan pada setiap undakannya memiliki dinding keliling sekaligus jadi pembatas halaman. Kaki dan puncak dinding benteng dilengkapi oyif, yaitu bidang sisi genta.

Masjid Kuno Indrapuri berdenah bujursangkar berukuran 18,80 m x 18,80 m dengan tinggi bangunan 11,65 m. Bangunan ini dikelilingi oleh tembok undakan keempat setinggi 1,48 m. Pintu masuk terletak di sebelah timur, dan untuk mencapainya harus melalui pelataran yang merupakan halaman luar masjid. Di atas halaman kedua terdapat bak penampungan air hujan, yang juga berfungsi untuk mensucikan diri.

Tembok benteng yang berlapis dilihat dari atas, menghasilkan teras teras di sekeliling bangunan masjid.

Bentuk masjid ini merupakan perpaduan mesjid dan benteng. Pagar tembok tebal dan tinggi mengelilingi masjid. Hanya ada satu jalan masuk menuju masjid, yaitu jalan depan. Melewati tembok pertama, merupakan tempat parkir, tempat wudhu’ dan sekretariat remaja mesjid. Dari lokasi sini, masjid hanya nampak sedikit karena terhalang tembok kedua yang agak tinggi.

Menaiki tangga menuju ke tembok kedua, di sana ada sebuah bangunan kecil yang dibawahnya ada kolam air tempat mencuci kaki, sebelum masuk ke masjid, jemaah masjid memasukkan kakinya terlebih dahulu ke dalam kolam itu sehingga masuk ke dalam mesjid dalam keadaan benar benar bersih. Luas halaman dalam pagar kedua ini sekitar 10 meter mengelilingin mesjid. Tembok tebal sekitar 1 meter mengelilingi masjid. Hanya ada satu jalan masuk, yaitu di hadapan kolam tadi.

Mihrab dan mimbar di Masjid Indrapuri

Tembok ketiga masih belum masuk ke dalam masjid, tapi berupa halaman 4 meter yang mengelilingi mesjid. Halaman ini, sama dengan tembok kedua tadi juga dibatasi dengan tembok lainnya. Dan, diseberang tembok tersebut berdiri mesjid bersejarah Masjid Jami’ Indrapuri.

Kayu-kayu besar kekar menompang atap mesjid, Atap masjid ini terdiri dari Atap limas bersusun tiga., menggunakan seng sebagai penutup. Secara keseluruhan Masjid Jami’ Indrapuri di topang oleh 36 tiang kayu, masing masing 6 tiang dalam 6 jejeran. Jarak antar tiang kira kira dua shaf shalat. Tidak ada dinding, yang ada adalah tembok setinggi 1 ½ m yang mengelilingi masjid. Tembok yang tidak langsung menempel di kayu sebelah luar mesjid. Mesjid benar-benar sebagai sebuah bangun tersendiri di atas lantai yang tidak memiliki dinding.

Benteng dan masjid Indrapuri sebagai peninggalan sejarah

Mimbar masjid ini berupa tangga setiggi tiga anak tangga, dilengkapi dengan mimbar dari papan berbentuk setengah lingkaran. Sebagaimana masjid masjid tua di Indonesia, masjid Jami’ Indrapuri juga tidak memiliki menara. Pengeras suara masjid diletakkan di bawah atap limas paling atas, pengeras suara yang lebih kecil dipasang di dalam masjid. Ada enam kipas angin besar yang tersebar di dalam mesjid dan satu kipas angin kecil di tiang dekat imam. Sebuah jam klasik tergantung di tiang depan dekat mimbar. Di sudut kanan depan ada beberapa lemari, tempat inventaris masjid. Sebuah papan bertuliskan kaligarfi tergantung di depan mihrab.

Arsittektur masjid yang terbuka ini menjadikan suasananya terasa dekat dengan alam saat berada di masjid tua itu. Selain itu karena masjid ini dibangun diketinggian membuat angin semilir menusuk dari setiap sudut masjid plus tingkahan sedikit riak sungai Krueng Inong yang tak jauh dari lokasi masjid.

Upaya Pelestarian

Kini untuk menyelamatkan dan melestarikan peninggalan sejarah dan purbakala, Pemkab Aceh Besar sejak beberapa tahun lalu sudah memasang papan pengumuman dan imbauan di areal komplek bangunan Masjid Lama Indrapuri berbunyi: ‘Dilarang merusak mengambil atau memindahkan. Dilarang mengubah bentuk dan memisahkan keadaan atau kesatuan benda cagar budaya yang berada di dalam situs dan lingkungannya (Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1992). Barang siapa yang melanggar larangan ini akan dikenakan sanksi pidana (Pasal 26 Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1992).

Foto foto Masjid Jami’ Indrapuri

Walaupun ukuran masjid ini tidak terlalu besar, namun memiliki pelataran yang cukup luas untuk menampung jemaah yang tak tertampung di dalam masjid.
Tembok Benteng Masjid Indrapuri sempat menjadi benteng pertahanan pasukan Aceh melawan Portugis dan Belanda
Diantara pohon kelapa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA