Minggu, 26 Maret 2017

Islam di Sierra Leone

Masjid Muammar Khadafi, di Free Town.

Republik Sierra Leone, adalah Negara republik di pantai barat benua Afrika, berbatasan langsung dengan Guyana di utara hingga ke timur, Liberia di timur hingga ke selatan, sementara sisi baratnya menghadap ke Samudera Pasifik. Nama Sierra Leone diberikan oleh bangsa Portugis pimpinan Pedro de Sintra yang mendarat di wilayah ini pada tahun 1462 dan memberi-nya nama Sierra Leoa yang bermakna “pegunungan singa”. Portugis menjadikan wilayah temuannya ini sebagai pusat perdagangan budak.

Sierra Leone beribukota di Freetown (kota merdeka) yang didirikan pada tanggal 11 Maret 1792 ditandai dengan berdirinya sebuah perusahaan milik pribumi dan menjadikan kota baru tersebut sebagai rumah bagi para mantan budak yang sudah merdeka atau di-merdeka-kan oleh Inggris, itu sebabnya kota baru tersebut kemudian diberi nama “Free-Town”. Tahun 1808 Freetown menjadi koloni kerajaan Inggris dan tahun 1896 wilayah ini berubah menjadi wilayah protektorat kerajaan Inggris.

Sierra Leone beriklim tropis, dengan sebaran lahan dari padang savanna hingga ke hutan hujan tropis. Negara ini memiliki luas keseluruhan 71,740 km2 dan terbagi ke dalam empat wilayah, masing masing adalah the Northern Province, Eastern Province, Southern Province dan the Western Area. Ke empat wilayah propinsi ini dibagi lagi menjadi empat belas distrik, masing masing distrik memilki pemerintahan local yang disebut sebagai dewan distrik, dikepalai oleh ketua dewan.

Peta Siera Leone

Sierra Leone memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup memadai, terdiri dari pertambangan intan yang menjadi penunjang utama perekonomiannya, negara ini juga terkenal sebagai penghasil Kristal Rutil terbesar di dunia, bauxite dan titatium, memiliki pelabuhan alam terbesar ketiga di dunia yang melayani pengapalan berbagai produk dari berbagai penjuru dunia, namun tak mampu mengangkat kehidupan rakyatnya yang 70% hidup dibawah garis kemiskinan.

Meski begitu, Sierra Leone tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat toleransi beragama yang sangat tinggi. Nyaris tak pernah terdengar kasus kericuhan masalah agama di Sierra Leone. Muslim dan Kristen disana memiliki interaksi yang sangat baik satu dengan yang lainnya. 

Islam di Sierra Leone

Sejak tahun 2008 lalu, agama Islam telah benar benar menjadi agama bagi mayoritas penduduk di Sierra Leone. 75 persen dari total penduduk Sierra Leone telah memeluk agama Islam. Ini merupakan lonjakan yang luar biasa bila dibandingkan dengan data tahun 1960 yang hanya 30 persen dari total penduduk.

Ada dua etnis besar di Sierra Leone dari keseluruhan 18 etnis disana, dua etnis besar tersebut adalah etnis Temne dan setnis Mende. etnis Temne merupakan etnis utama di wilayah utara Sierra Leone dan sebagian besar dari mereka beragama Islam. 9 dari 16 etnis lainnya juga mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam.

Lokasi Siera Leone di benua Afrika

Di abad ke 18 suku suku yang berbahasa Fulani dari wilayah Fouta Djallon (kini masuk wilayah Guyana) memberikan pengaruh yang sangat besar bagi ke-Islaman etnis Tenme di bagian utara Sierra Leone. Selama penjajahan Inggris, penyebaran Islam secara tidak langsung terbantu dengan penyebaran perdamaian dan hubungan perdagangan. Upaya Kristenisasi yang dilakukan selama masa penjajahan ternyata sama sekali tidak efektif.

Bangsa Eropa yang menghancurkan struktur tradisional masyarakat disini, memperkenalkan ide ide sosial dan pendidikan yang sama sekali baru, membuka perdagangan, dan menarik migrasi penduduk dari berbagai daerah di Afrika untuk mengembangkan kota dengan sendirinya secara tidak langsung turut memperkenalkan Islam sebagai sebuah bentuk otoritas dan sebagai bentuk ekspresi persatuan antara para pendatang dan pemukim sebelumnya.

Islam terus mengalami perkembangan di Sierra Leone sejak kemerdekaan mereka di tahun 1961. Populasi umat Islam disana pada tahun 1960 ada sekitar 30 persen dari jumlah penduduk namun melonjak dua kali lipat menjadi 60 persen di tahun 2000. Dan hasil sensus tahun 2008 menunjukkan lonjakan yang luar biasa hingga mencapai 71% atau sama dengan 4,059,000 jiwa.

Sejauh ini muslim Sierra Leon mengalami kesulitan untuk menjalankan ibadah haji ke tanah suci sebagai akibat jarak yang terbentang begitu jauh serta biaya yang relative sangat mahal untuk kebanyakan muslim Sierra Leon, diperparah lagi dengan perang saudara yang tak berkesudahan di Negara tersebut.

Di Kota Freetown berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh Muammar Khadafi, (mantan) presiden Libya, sebagai hadiah bagi muslim Sierra Leone. Masjid Muammar Khadafi di Freeetown ini diresmikan pada tanggal 14 Agustus 2009. Bangunan masjid megah dilengkapi dengan plaza terbuka dan penataan landscaping yang cukup apik. Masjid ini mampu menampung hingga lebih dari 5000 jemaah sekaligus.***


Sabtu, 25 Maret 2017

Islam di Burundi

Masjid Al-Markaz Burundi, berdiri megah di kawasan Nyakabiga, kota Bujumbura, Ibukota Negara Burundi.

Negara satu ini mungkin jarang terdengar di telinga orang Indonesia. Burundi adalah sebuah Negara kecil yang berada di tengah tengah daratan benua Afrika tanpa akses ke laut.  Negara ini berbatasan dengan Rwanda di utara, Tanzania di selatan dan timur, serta Republik Demokratik Kongo di barat. Meskipun negara ini tidak mempunyai batas laut, perbatasan di sebelah barat-nya hampir separuh berada di Danau Tanganyika yang menjulur dari utara ke selatan di perbatasan antara Burundi dengan Kongo, juga menjadi batas alami antara Tanzania dengan Konggo dan Malawi.

Burundi merupakan salah satu Negara termiskin di dunia dengan pendapatan perkapitanya sekitar 400 kali lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia. Kondisi geografisnya yang tanpa akses ke laut, penduduknya yang padat di wilayah yang sempit ditambah lagi dengan sumber alamnya yang terbatas, diperburuk dengan kondisi negaranya yang tak pernah sepi dari konflik yang berkepanjangan.  Burundi menjadi salah satu Negara di dunia yang paling banyak konflik terutama perseteruan antara Etnis Tutsi yang minoritas namun berkuasa di elit politik terhadap Etnis Hutu yang mayoritas dalam jumlah namun terpinggir.

Luas wilayahnya 27.834 km2, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan luas provinsi Maluku Utara (31.982,5 km2) dengan perkiraan populasi 10.216.190 jiwa. Meski berada di wilayah Afrika Timur, posisinya di Benua Afrika membuatnya kerap dianggap sebagai bagian dari Afrika Tengah. Burundi merupakan sebuah kerajaan merdeka sejak abad ke-16. Hingga jatuhnya kerajaan pada tahun 1966. Pada tahun 1903, Burundi menjadi jajahan Jerman dan diserahkan kepada Belgia pada Perang Dunia II. Ia kemudian menjadi bagian dari mandat Liga Bangsa-Bangsa Belgia, Ruanda-Urundi pada tahun 1923, dan kemudian Wilayah Kepercayaan PBB di bawah otoritas Belgia setelah Perang Dunia II dan Merdeka dari kolonialisasi Belgia pada 1 Juli 1962.


Namun sejak kemerdekaannya hingga tahun pemilu pada tahun 1993, Burundi dikuasai serangkaian diktator militer, seluruhnya dari kelompok minoritas Tutsi. Periode tersebut dipenuhi kerusuhan etnis termasuk peristiwa peristiwa besar pada tahun 1964, 1972 dan akhir 1980-an. Pada tahun 1993, Burundi mengadakan pemilu demokratis pertamanya, yang dimenangi Front untuk Demokrasi di Burundi (FRODEBU) yang didominasi suku Hutu. Pemimpin FRODEBU Melchior Ndadaye menjadi presiden Burundi pertama yang berasal dari suku Hutu, namun beberapa bulan kemudian dia dibunuh sekelompok tentara suku Tutsi yang kemudian mengakibatkan pecahnya perang saudara antara kedua suku ini.

Perang saudara antar suku Hutu dan Tustsi terus berlanjut hingga tahun 1996, saat mantan presiden Pierre Buyoya mengambil alih kekuasaan dalam suatu kudeta. Antara tahun 1993 dan 1999, perang antar suku Tutsi dan Hutu telah merenggut 250.000 korban jiwa. Pada Agustus 2000, persetujuan damai ditandatangani dilanjutkan kemudian pada tahun 2003, gencatan senjata disetujui antara pemerintah Buyoya dan kelompok pemberontak Hutu terbesar, CNDD-FDD. Meski telah ada persetujuan damai, hingga kini konflik masih berlanjut. Dalam pemilu yang diadakan bulan Juli 2005, mantan pemberontak Hutu, CNDD-FDD berhasil memenangkan pemilu.

Islam di Burundi

Islam merupakan agama minoritas di Burundi.  Merujuk kepada data kementerian luar negeri Amerika Serikat tahun 2010, diperkirakan sekitar 2-5% penduduk Burundi beragama Islam. Menurut data pada Pew Research Center, pada 2009 jumlah Muslim di Burundi sekitar 180 ribu jiwa atau dua persen dari total populasi. Namun, berdasarkan data The World Factbook dalam situs CIA yang diperbarui setiap pekan, populasi Muslim di Burundi mencapai 10 persen dari total penduduk. Agama mayoritas di negara itu adalah Kristen yang mencapai  67 persen. Sisanya adalah agama pribumi, yang dipeluk oleh 23 persen penduduknya.

Muslim Burundi berasal dari suku dan bangsa yang beragam. Selain penduduk asli Burundi (Hutu dan Tutsi, konon telah berada di Burundi sejak abad 15), Muslim Burundi juga berasal dari Rwanda. Selain itu, ada pula Warabu (sebutan bagi pedagang Arab dan Oman yang telah tinggal di Burundi), serta Bahindi (orang-orang India dan Pakistan yang juga telah lama bermukim di Burundi).

Masjid dan Islamic Center Bujumbura

Selain mereka, orang-orang Afrika Barat juga memasuki Burundi dalam beberapa dekade terakhir. Mereka adalah para pedagang dari Mali, Senegal, dan Pantai Gading yang datang untuk mengimpor pakaian dan kain atau bertransaksi emas yang ditambang dari Kongo. Banyak dari mereka kemudian meninggalkan Burundi saat konflik pecah pada 1993. Sisanya tetap tinggal dan membuka toko-toko kecil di pasar pusat atau di Bwiza.

Satu hal yang menarik dari muslim pribumi Burundi, meskipun mereka berasal dari dua suku yang dalam sejarahnya tak pernah akur, namun setelah memeluk Islam mereka hidup bersaudara dan tak lagi terlibat dalam pertikaian antar etnis yang begitu keras sejak Negara tersebut merdeka. Muslim Burundi memainkan peran teramat penting dalam proses rekonsiliasi kedua belak pihak yang berteru di negara tersebut di era 1990-an.

Libur Nasional

Konstitusi Burundi menganut sistem Sekuler, namun demikian beberapa peringatan hari hari besar Islam ditetapkan sebagai hari libur Nasional, yakni perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sejak Idul Fitri 1426 H bertepatan dengan 2005, hari raya umat Islam itu untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai hari libur nasional Burundi. Dan meskipun secara jumlah, muslim Burundi terbilang sedikit namun eksistensi mereka cukup terwakili hingga posisi pejabat senior di kancah politik dan kemasayarakatan, terutama sejak berahirnya perang Sipil disana tokoh tokoh Islam di Burundi memutuskan untuk terjun ke kancah politik.

Sejarah Islam di Burundi

Islam pertama kali masuk ke Burundi dari kawasan pantai Afrika Timur semasa perdagangan budak yang terjadi di awal abad ke 19. Perlawanan oleh kerajaan Burundi dipimpin oleh mwami (Raja) Mwezi IV Gisabo,  berhasil menangkal pendudukan kerajaan Burundi oleh bangsa Arab, namun demikian Bangsa Arab berhasil menguasai kawasan di Ujiji dan Uvira berdekatan dengan perbatasan Negara Burundi saat ini.

Masjid Bujumbura di selembar kartu pos

Islam mula-mula diperkenalkan oleh para pedagang Arab dan Swahili yang tiba di Burundi sejak awal abad 19, melalui Samudera Hindia melewati Ujiji (sekarang wilayah di Tanzania) untuk mencari gading dan juga budak. Sekitar tahun 1850, mereka membuat koloni di Uvira. Ujiji dan Uvira kemudian menjadi titik pertemuan para kafilah dan para pedagang (orang-orang Arab dan Afrika). Dari sana, mereka lalu mulai bertukar produk atau barang dagangan dengan Nyanza dan Rumonge, dua kota tepi danau di Burundi.

Sedikit demi sedikit, Islam mulai masuk ke Burundi. Tahun 1885, gubernur Ujiji, Mohammed bin Khalfan memutuskan untuk memperluas kekuasaannya ke selatan dengan tujuan memperoleh lebih banyak gading dan budak belian. Bin Khalfan merupakan bagian dari Barwani, sebuah keluarga Oman yang masyhur dan telah bermukim di Afrika Timur.

Ia berkali-kali mengirim serangan ke wilayah tepian danau di Burundi. Namun pertahanan Raja Mwami Mwezi IV Gisabo Bikata-Bijoga (raja Burundi yang berkuasa pada 1852-1908) berhasil menahan serangan-serangan tersebut sehingga Bin Khalfan gagal menguasai Burundi.

Pada 1890, rombongan misionaris pertama tiba di daerah yang sekarang menjadi Kota Burundi. Di sana, mereka menemukan Wangwana, nama yang diberikan pada Muslim Afrika di Afrika Tengah. Dengan kata lain, Muslim telah tiba lebih dahulu daripada Kristen. Saat Perang Dunia I pecah pada 1914, mayoritas populasi Bujumbura merupakan pemeluk Islam.

Peta pembagian wilayah administrasi negara Burundi. Bujumbura selaku ibukota negara, terbagi menjadi dua wilayah yakni Bujumbura Mairie yang merupakan wilayah perkotaan dan Bujumbura Rural yang lebih sebagai daerah penyanggah ibukota. kedua wilayah ini berada di tepian danau Tangayika, berseberangan langsung dengan wilayah Republik Demokratik Kongo (d/h Zaire).

Selanjutnya, Islam di Bujumbura meningkat dengan kolonisasi yang dilakukan oleh Jerman yang sebagian tentara kolonialnya beragama Islam. Pada waktu yang sama, para pedagang India dan Arab berduyun-duyun memasuki Bujumbura demi meraup keuntungan berdagang yang lebih besar dari kota yang sedang berkembang tersebut.

Kala itu, Jerman memasukkan orang-orang Swahili dan Banyamwezi dalam satuan polisi dan administrasi, dan Kiswahili menjadi bahasa resmi Jerman Afrika Timur (nama untuk wilayah kolonial Jerman di Afrika Timur).

Pada masa kolonisasi Belgia yang dimulai pada 1919, penduduk Burundi mulai tinggal di Bujumbura. Namun hingga 1957, orang-orang Burundi tidak lebih dari 27 persen dari total penduduk Bujumbura. Selain mereka, terdapat lebih dari 80 suku yang berbicara dalam 34 bahasa berbeda. Saat itu, Muslim berjumlah 35,6 persen dari seluruh populasi yang beragam itu.

Pada saat ini komunitas muslim Burundi terpusat di kawasan perkotaan terutama di ibukota negara, Kota Bujumbura, khususnya di distrik Buyenzi dan Bwiza, Gitega, Rumonge, Nyanza, Muyinga dan Makamba. Di kota Bujumbura telah berdiri masjid utama Burundi dan Islamic Cultural Center yang dibangun pemerintah Libia di masa kepresidenan Bagaza (1976-1987). Sebagian besar muslim Burundi merupakan muslim Suni, hanya sebagian kecil saja yang menganut faham syi’ah.

Salah satu masjid di Bujumbura 

Muslim Burundi rata rata menggunakan bahasa Swahili dalam kehidupan sehari hari, yang merupakan salah satu bahasa Nasional Burundi, Jarang ditemukan Muslim Burundi yang tidak bisa berbicara bahasa ini, karena itu, istilah "Swahili" sering digunakan untuk menyebut Muslim di Burundi. Meskipun mereka juga menggunakan bahasa resmi nasional lainnya termasuk bahasa Kirundi yang merupakan bahasa resmi Burundi.

Berhaji

Di tengah berbagai keterbatasan itu, umat Islam Burundi masih berupaya untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Musim Haji 1432 H / 2012M, ada 44 Muslim dari Burundi yang berkesempatan menunaikan Ibadah Haji. Bandingkan dengan Jemaah haji Indonesia yang mencapai 220 ribu Jemaah. Para jamaah haji dari Burundi itu mengaku sangat bahagia bisa menunaikan rukun Islam yang kelima. Betapa tidak. Untuk bisa melakukan perjalanan yang menghabiskan biaya 2.950 dolar AS atau 26,5 juta itu mereka harus menunggu cukup lama.
  
Masalah Pendidikan

Sayangnya, kaum Muslim di Burundi tidak memiliki dukungan yang signifikan dari dunia Islam di bidang pendidikan. Karena itu, keberadaan sekolah Islam di sana teramat sedikit. Itupun dengan kondisi yang serba terbatas, seperti bangunan sekolah yang setengah jadi atau dibangun sekadarnya, serta jumlah buku ajar dan Alquran yang terbatas.

Di Burundi, doa dan bacaan shalat dilafalkan dalam bahasa Arab sebagaimana pembacaan Alquran, meski banyak pula Muslim yang membaca Alquran terjemahan dengan bahasa Kiswahili.  Pada akhir abad 20, Alquran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Kirundi. Alquran berbahasa Kirundi itu juga dipublikasikan di Kenya atas dana dari Arab Saudi.

Tokoh Tokoh Muslim Burundi

Beberapa tokoh muslim Burundi yang menduduki posisi penting di negara tersebut diantaranya adalah (mendiang) Zedi Feruzi yang merupakan tokoh muslim sangat berpengaruh di Burundi, beliau merupakan pemimpin partai oposisi Burundi, Union for Peace and Development. Zedi Feruzi terbunuh bersama para pengawalnya oleh sekelompok bersenjata pada 23 Mei 2015. insiden tersebut mengakibatkan panasnya suhu politik di negara tersebut.

TOKOH MUSLIM BURUNDI : atas : (mendiang) Zedi Feruzi, Kanan bawah : Leontine Nzeyimana, dan Kiri bawah : (mendiang) Hafsa Mossi.

Insiden pembunuhan tersebut terjadi di tengah pergolakan politik yang dipicu oleh protes yang sedang berlangsung terhadap keputusan kontroversial Presiden Pierre Nkurunziza berupaya kembali berkuasa sebagai presiden untuk ketiga kalinya.

Nama (mendiang) Zedi Feruzi mencuat kepermukaan di kancah perpolitikan Burundi terutama setelah pemecatan tokoh Islam lainnya, Hussein Radjabu di tahun 2007, dari partai CNDD-FDD yang berkuasa dibawah presiden Nkurunziza dari suku Hutu. padahal Hussein Radjabu sendiri merupakan salah satu pendiri partai tersebut.

Sosok tokoh muslim Burundi lainnya adalah Sheikh Mohammed Rukara, anggota parlemen negara tersebut dari pemilu tahun 2011. Beliau merupakan seorang dosen Bahasa Swahili di Universitas Burundi, sosok yang begitu disegani, sekaligus juga tokoh sentral dalam penandatanganan perjanjian damai antara dua etnis bertikai dinegara itu. Perjanjian damai ditandatangani di Ibukota negara Tanzania pada tahun 2000 dan dikenal dengan Arusha Accords. Beliau juga dikenal sebagai sosok yang mampu menyelesaikan berbagai sengketa kepemilikan tanah antara masyarakat dan pemerintah Burundi. Beliau juga dikenal dekat dengan Mufti Burundi, Abdallah Kajandi Sadiki.

Muslimah Burundi pun masuk ke kancah politik negara terebut, diantaranya adalah Hafsa Mossi, beliau pernah menduduki jabatan setingkat Menteri yang bertanggung jawab menangani hubungan Burundi dengan Komunitas Afrika Timur (East African Community – EAC). beliau sebelumnya merupakan seorang wartawati dan menduduki jabatan dikementrian tersebut selama tiga tahun, sejak tahun 2009 sekaligus memangku jabatan sebagai anggota legislatif di parlemen East African Community. Beliau juga wafat akibat ditembak oleh sekelompok orang tak dikenal pada tanggal 13 Juli 2016. 

Muslimah berikutnya adalah Leontine Nzeyimana, yang merupakan penerus dari Hafsa Mossi di Kementrian Urusan Komunitas Afrika Timur. Beliau dilahirkan di provinsi Makamba dan terpilih sebagai anggota parlemen mewakili daerahnya di tahun 2010, di usianya yang baru menginjak 30 tahun. Beliau merupakan satu dari begitu sedikitnya wanita di tataran Politik Burundi.***


Minggu, 19 Maret 2017

Masjid Al Alam Cilincing Jakarta Utara

TERTUA, Masjid Al-Alam Cilincing merupakan satu dari dua masjid tertua di jakarta bersama dengan Masjid Al-Alam Marunda.

Masjid ini mungkin tidak setenar "kembaranya" Masjid Al Alam Marunda yang lebih dikenal dengan nama masjid si pitung, namun masjid yang juga didirikan oleh fatahillah saat akan merebut sunda kelapa dari Portugis ini sangat besar nilainya bagi sejarah jakarta dan indonesia. Kini masjid ini sehari hari dikelola oleh  “Yayasan Masjid Al-Alam Cilincing Jakarta Utara”.

Berdasarkan versi sejarah Dinas purbakala DKI Jakarta, masjid ini dibangun pada 22 Juni 1527, persis sama dengan HUT kota Jakarta.  Menjadikannya sebagai masjid tertua yang ada di jakarta bersama dengan masjid Al-Alam Marunda yang dibangun ditahun dan oleh orang yang sama. Letaknya berada di jalan rekreasi cilincing Jakarta utara, tepatnya di sebelah pasar ikan cilincing atau 18 Km dari pusat kota jakarta.

Masjid Al Alam Cilincing Jakarta
JL Cilincing, RT. 005/04, RT.3/RW.4, Cilincing
Kota Jkt Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 17131
Indonesia


Untuk menyelamatkan tempat bersejarah ini, pada 1972 dilakukan pemugaran masjid oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, saat masih dipimpin Gubernur Ali Sadikin, dan bangunan ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Pada saat itu dilakukan penggantian dinding bata setinggi 1 meter, namun tetap mempertahankan keaslian bagian atasnya yang terbuat dari dinding bambu. Sedangkan di sisi Selatan dan Barat dibuat pelataran parkir. Pada 1989 dilakukan perluasan serambi Timur dan Utara, serta membuat tempat wudhu dan WC.

Masjid Al Alam Cilincing memiliki lima pintu masuk, masing masing dua pintu di utara dan selatan serta satu pintu di sisi timur. Serambi berada di sisi Selatan, Timur, dan Utara dengan lantai keramik berwarna merah hati. Pada serambi sisi timur terdapat kentongan kayu dan bedug yang ditopang empat kayu penyangga. Serambi terbuka di sisi Utara ditopang oleh 11 tiang.

Masjid Al-Alam Cilincing dimalam hari

Ruang utama Masjid Al Alam Cilincing berukuran 10 x 10 m, dengan empat soko guru dari kayu jati, Dilengkapi dengan mihrab yang menjorok ke luar bangunan menyerupai sebuah relung dengan dinding dari keramik putih yang berhiaskan kaligrafi bertuliskan dua kalimat syahadat, Sebuah mimbar berada di relung yang lebih kecil yang juga terbuat dari keramik warna putih.

Atapnya yang berbentuk limas dan tidak memiliki langit-langit tetapi langsung ditutupi dengan papan berplitur coklat. Dindingnya juga setengah tembok dan setengah kayu. Bagian luarnya ditutup genteng berbentuk limas tumpang dua dengan puncak memolo berbentuk mahkota raja.

Dan di salah satu sisi masjid terletak sebuah kayu berukir yang bertuliskan “Wasiat Sunan Gunung Jati” . Di bawahnya tertulis dalam aksara hanacaraka dan Latin “Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin” dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia “Aku Tititpkan Masjid dan Fakir Miskin”.

Interior Masjid Al-Alam Cilincing

Arsitektur masjid merupakan gaya asli masjid masjid Nusantara. Tiang, soko guru, pintu, dan kayu-kayu induk kabarnya masih asli. Empat soko guru melambangkan iman, Islam, ilmu, amal. Sedangkan jendela yang berjumlah 8, melambangkan jumlah surga.

Di bagian luar di sisi timur laut terdapat sebuah ruangan yang dipergunakan untuk kantor Sekretariat Ikatan Remaja Masjid. Di samping ruangan ini terdapat tempat wudhu dan kamar kecil, berupa bangunan baru. Pada dinding bagian luarnya terdapat tujuh buah kran air.
Di bagian belakang masjid juga terlihat deretan kuburan yang sebagian konon sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun.

Sebuah bangunan pendopo ditambahkan di sisi timur bangunan asli. Lantai pendopo berlapiskan keramik warna coklat dengan  tiang tiang berukir dan dicat warna emas. Atapnya berbentuk limas bersusun dua dan kalau diperhatikan mirip dengan atap bangunan utama masjid.  Bangunan masjid yang asli agak sulit dilihat secarah utuh karena sudah ditutupi oleh pendopo tambahan ini yang lebih tinggi.

Interior Masjid Al-Alam Cilincing

Beda ketinggian permukaan  lantai antara pendopo dan bangunan utama ini menyebabkan Jemaah harus menuruni beberapa anak tangga menuju bangunan utama yang sekan-akan tenggelam karena lantainya lebih rendah sekitar satu meter. Karena masjid ini dibangun di kawasan rawa di dekat laut, maka air rob selalu membuat masjid ini rentan  banjir, itu sebabnya bangunan pendopo yang dibangun belakangan dibangun lebih tinggi.

Di Masjid Al-Alam Cilincing ini terdapat sebuah sumur tua yang terletak di samping masjid. Banyak orang menyakini air sumur tersebut memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. meski berukuran kecil, masjid ini juga selalu didatangi oleh banyak orang dari berbagai daerah untuk beribadah.

Pada saat shalat jumat karena terlalu banyaknya jumlah jamaah, beberapa jamaah bahkan ada yang melakukan ibadah shalat jumat hingga ke samping tempat wudhu dan toilet. Sedangkan pada jumat malam, banyak orang yang datang ke masjid ini untuk melakukan istiqosah bersama. Di bulan suci Romadhan Jemaah masjid ini akan lebih ramai lagi, pelaksanaan sholat Tarawih di masjid ini dilaksanakan 20 rekaat ditambah 3 witir 3 rekaat.

Interior area Pendopo di Masjid Al-Alam Cilincing, dibagian depan merupakan bangunan lama.

Sunda Kelapa, Fatahillah & Sunan Gunung Jati

Sama halnya dengan Masjid Al-Alam Marunda, pembangunan masjid ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tempat ibadah bagi anggota pasukan gabungan Kesultanan Demak & Kesultanan Cirebon dibawah pimpinan Fatahillah selama penyerbuan ke Sunda Kelapa yang dikuasai Portugis.

Sebelum bertolak ke Sunda Kelapa, sesuai perintah Sultan Demak, Fatahillah singgah ke Cirebon untuk menggabungkan pasukannya dengan Pasukan Kesultanan Cirebon, baru kemudian bertolak ke Sunda Kelapa setelah mendapat arahan dari Sunan Gunung Jati. Gabungan pasukan dua kesultanan ini kemudian juga mendapatkan dukungan dari Banten.

Meski demikian, cerita turun temurun mengaitkan sejarah Masjid ini dengan para Wali Songo terutama Sunan Gunung Jati alias Syarif Hidayatullah yang kala itu memang sedang memegang kekuasaan sebagai Sultan di Kesultanan Cirebon. Terlebih lagi sebagian dari masyarakat kita terlanjur mengidentikkan Sunan Gunung Jati dan Fatahillah sebagai sosok atau orang yang sama. Meskipun faktanya beliau berdua adalah dua sosok yang berbeda.

Atap limas penutup ruang sholat utama.

Itu sebabnya kemudian terdapat tulisan wasiat Sunan Gunung Jati di Masjid ini. Wasiat yang sama juga akan anda temukan pada saat berkunjung ke Makam Syech Quro di Pulo Bata di Kabupaten Karawang, meskipun tidak ada keterkaitan antara Syech Quro dengan Sunan Gunung Jati karena diantara dua tokoh ini hidup di masa yang berbeda.

Namun demikian, wasiat tersebut merupakan wasiat yang baik dari sorang Wali dan tentu saja sangat pantas ditempatkan di tempat yang ramai dikunjungi masyarakat luas sebagai pengingat dan nasihat. Sunan Gunung Jati dan Fatahillah sama sama wafat dan dimakamkan di Cirebon.

Makam mereka berdua berada di titik tertinggi Astana Gunung Jati di Gunung Sembung kota Cirebon. Namun dengan berbagai pertimbangan, hanya anggota keluarga keraton saja yang diperkenankan masuk ke komplek makam tersebut, sedangkan masyarakat umum disediakan tempat di luar tembok pemakaman.***

Sabtu, 18 Maret 2017

Masjid Hisardžik Dengan Mushaf Al-Qur’an Tertua di Balkan

Berdiri di tempat yang tak biasa, Masjid desa Hizardik ini menarik wisatawan mancanegara sejak ditemukannya Mushaf Al-Qur'an tertua di semenanjung Bankan yang tersimpan di masjid ini. 

Masjid di lokasi tak biasa satu ini hanyalah sebuah masjid di sebuah kampung bernama Hisardžik di dekat kota Prijepolje di wilayah selatan wilayah Sandžak, Republik Serbia. masjid ini pertama kali muncul dalam catatan seorang penjelajah bernama Evlija Celebija, yang merupakan seorang penulis terkemuka di masa ke-emasan dinasti Usmaniyah.

Kini masjid tua ini hadir sebagai sebuah tempat sakral dari masa lalu bagi muslim setempat. Lokasinya berdiri memang tak biasa, sama seperti Kampung tempatnya berdiri, berada di ketinggian sebuah bukit dibawah Benteng kuno Mileševac. Benteng dan kawasan sekitarnya termasuk masjid ini telah menjadi cagar Budaya Nasional Serbia.

Hisardžik mosque
Hisardžik, Serbia


Sejak berdiri hingga kini masjid ini masih berfungsi sebagaimana mestinya, meskipun tidak memiliki sesuatu yang monumental dan bentuknyapun terbilang masjid sederhana untuk ukuran masjid masjid megah di masa kejayaan Emperium Usmaniyah, namun masjid ini menjadi begitu terkenal karena Mushaf Al-Qur’an kuno yang dimilikinya.

Masjid Hisardžik menyimpan artefak sejarah yang sangat berharga, yakni sebuah mushaf Al-Qur’an tulisan tangan yang diperkirakan telah berumur 400 tahun. Sebuah mushaf Al-Qur’an dengan gaya yang tak ada duanya dan sangat langka dandan tak ternilai, baik bagi muslim setempat maupun bagi Sejarah Serbia dan Semenanjung Balkan.

Nama Hizardzik bagi kampung tempat masjid ini berdiri berasal dari bahasa Turki yang berarti Bendteng Kecil, merujuk kepada benteng yang berdiri atas bukit di atas wilayah desa tersebut.

Pada mulanya, Mushaf Al-Qur’an ini diketahui berumur 300 tahun dari inskripsi yang tertulis disana bertuliskan tahun 1116 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1706 Miladiyah. Namun kemudian hasil penelitian dari Perpustakaan Nasional Beograd justru menunjukkan bahwa Mushaf tersebut setidaknya sudah berumur 400 tahun dan kemungkinan merupakan mushaf tertua di kawasan Semenanjung Balkan.

Mushaf Al-Qur’an kuno ini ukurannya cukup besar, dengan berat mencapai 4,9 kg. pada saat ditemukan kondisinya cukup memprihatinkan, beberapa bagian mengalami kerusakan dan halaman terahirnya telah hilang. Dengan bantuan para professional naskah kuno dari Beograd, mushaf tersebut telah dipulihkan kondisinya dari kerusakan, setelah itu selama 10 hari dipamerkan di Musium kota Prijepolje lalu kemudan dikembalikan ke tempat asalnya di Masjid Kampung Hisardžik.

Desa Hizardzik dari atas benteng

Belum diketahui dengan pasti, kapan persisnya masjid di desa Hizardik ini dibangun. Sejauh ini hanya diketahui bahwa masjid ini dibangun pada masa kekuasaan Emperium Usmaniyah. Seluruh wilayah Serbia pernah menjadi bagian dari Emperium Islam Usmaniyah yang berpusat di Istanbul (Turki) dari abad ke 16 hingga kea bad 19.

Khusus di wilayah Prijepolje sendiri, tak banyak bangunan peninggalan masa Dinasti Usmaniyah yang masih dapat ditemukan, bebeapa diantaranya adalah bangunan Sahat-Kula, dan beberapa bangunan masjid, termasuk masjid tua di desa Hizardik ini, kemudian Masjid Ibrahim Pasha di Å arampov dibangun pada abad ke 16, bangunannya unik beratapkan "cheramida" bahan atap yang populer pada masa itu dan dilengkapi dengan sebuah menara.

Tentang Hisardžik

Hisardžik adalah sebuah desa di dekat kota Prijepolje, District Zlatibor, Republik Serbia. Menurut sensus 2011, ada 220 penduduk di desa ini. Desa Hisardžik berada di bekas pinggiran benteng MileÅ¡evac atau Hisardžik yang berada di atas bukit. Nama Hisardžik sendiri berasal dari Bahasa Turki; “Hisar”, yang berarti “Benteng”, dan “Dzik” berarti “Kecil”. Benteng ini mulai digunakan di-abad XVII. Disebutkan bahwa Sultan Mehmed II dari Dinasti Usmaniyah (Turki) pernah berkunjung ke Benteng ini pada 6 Mei 1468 dari sana beliau mengirimkan surat kepada walikota Dubrovnik untuk takluk di bawah kekuasaan-nya.

Mushaf Al-Qur'an tertua di Semenanjung Bankan.

Hisardžik dikenal luas dengan kekayaan alamnya, budaya dan peninggalan sejarahnya. karena subunya ladang pertanian buah, desa ini dikenal sebagai desa penghasil buah. Di desa Hisardžik hidup 223 penduduk dewasa, dan usia rata-rata adalah 39,0 tahun (39,0 untuk pria dan 39,1 untuk wanita). Desa ini memiliki 81 rumah tangga, dan rata-rata jumlah anggota per rumah tangga 3 sampai empat warga. Desa ini terutama dihuni oleh orang orang Bosnia (menurut sensus tahun 2002), dan dalam tiga sensus terakhir, terlihat penurunan populasi.

Kota Prijepolje disebutkan mulai dibangun tahun 1234, bersamaan dengan berdirinya benteng Mileševa. Di Benteng ini pada tanggal 26 October 1377, Tvrtko I dinobatkan sebagai raja pertama bagi kerajaan Serbia. Kemudian seluruh wilayah ini jatuh ketangan kekuasan Islam hingga abad ke 19.***

Minggu, 12 Maret 2017

Masjid Ibrahim Al-Ibrahim, Gibraltar

Megah sendirian di ujung semenanjung Iberia, Masjid Ibrahim Al-Ibrahim berdiri megah di Europa Point Gibraltar, menandai titik pendaratan Panglima Islam Tariq Bin Ziyad dalam penaklukkannya atas Eropa di tahun 711.

Dimanakah Gibraltar

Gibraltar (dibaca Jibraltar), tak bisa dilepaskan dari sejarah masuknya Islam ke Eropa, sejarah Negara Negara di Semenanjung Iberia yang pernah menjadi wilayah kekhalifahan Islam di Andalusia (meliputi Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) serta sejarah Kerajaan Maroko.  Gibraltar, kini menjadi Wilayah Seberang Lautan Inggris Raya di ujung Semenanjung Iberia menjorok ke laut Mediterania, berbatasan langsung dengan daratan Spanyol dan berseberangan dengan Kerajaan Maroko di benua Afrika.

Keseluruhan wilayah gunung batu Gibraltar luasnya tak lebih dari 6,5 km persegi. Nama Gibraltar berasal dari kata Jabal Tarik yang di ambil dari nama Tariq Bin Ziyad, panglima Pasukan Islam dari Maroko penakluk Eropa di tahun 711 Miladiyah dan diangkat menjadi Gubernur pertama Andalusia dibawah kekuasaan Khalifah Walid I dari dinasti Umayyah di Damaskus. Lidah orang Eropa yang tak fasih menyebut nama “Jabal Tarik” mengubah nama wilayah gunung batu itu menjadi Gibraltar.

Sekilas Sejarah Gibraltar

Sejak tahun 597 Miladiyah, Spanyol dikuasai bangsa Gotic (Jerman) dibawah kekuasaan Raja Roderick. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kasta sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.



Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Kelompok terahir ini yang hidupnya paling menderita.

Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara yang berada di bawah Pemerintahan Islam dipimpin oleh Gubernur Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda ikut mengungsi ke wilayah Islam Afrika Utara, setelah putri Florinda dinodai oleh Roderick. Ceuta adalah satu wilayah kecil di pantai utara Afrika yang merupakan bagian dari wilayah Spanyol.

Penaklukkan Eropa Pertama

Melihat kezaliman itu, Gubernur Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.

Kokoh berdampingan dengan gunung batu Jabal Tarik.

Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.

Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Gubernur Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.

Penaklukkan Eropa Kedua

Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau adalah putra suku Ash-Shadaf, suku Birbir, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.

Masjid Ibrahim Al-Ibrahim dan mercusuar tua dikejauhan.....

Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 70.000 pasukan menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang menjorok ke laut Mediterania. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.

Anggota pasukannya kaget dengan perintah aneh tersebut. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain. Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata;

“Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!” “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan

Taktik dan pidato luar biasa itu berhasil mengobarkan semangat jihad anggota pasukannya. Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Gubernur Musa Bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.

Jauh di sudut kiri foto adalah mercusuar tua di Europa Point Gibraltar.

Tak ada pilihan bagi seluruh anggota pasukan, tak ada celah untuk melarikan diri kecuali menang perang. Perang tak seimbang itu terukir indah dalam sejarah dengan kemenangan gemilang pasukan Panglima Tariq bin Ziyad sekaligus menjadi permulaan takluknya Eropa ke dalam kekuasaan pemerintahan Islam selama setidaknya lebih dari 7 Abad.

Bukit batu yang menjorok ke laut Mediterania tempat Tariq bin Ziyad dan pasukannya mendarat itu dikemudian hari disebut dengan nama Jabal Tariq (Bukit Tariq) sebagai penghormatan kepada Panglima Tariq bin Ziyad, namun dilidah orang Eropa nama bukit itu menjadi Gibraltar.

Masjid Ibrahim Al-Ibrahim - Gibraltar

Titik pendaratan pasukan Tariq bin Ziyad di Gibraltar dikenal dengan nama Europa Point, dan di titik itu kini berdiri masjid megah bernama Masjid Ibrahim Al-Ibrahim, atau biasa juga disebut dengan nama masjid King Fahd bin Abdulaziz al-Saud dan juga disebut Masjid Penjaga Dua Masjid Suci yang merupakan gelar resmi bagi Raja Saudi Arabia. menjadi salah satu masjid di lokasi yang tak biasa di muka bumi. Bukit Batu Gibraltar ini terlihat begitu kekar dari arah laut Mediterania dan selama berabad abad menjadi salah satu mercuar alami bagi para pelaut yang berlayar di laut Mediterania.

Berlatar gunung batu

Masjid Ibrahim Al-Ibrahim dibangun oleh pemerintah kerajaan Saudi Arabia untuk mengenang sejarah penaklukan Eropa oleh Thariq Bin Ziyad. Lokasi masjid ini berdiri merupakan bagian berpermukaan rata di Europa Point dan ditempat ini juga terdapat Telaga Nun yang  merupakan salah satu sisa warisan kekuasaan Islam di Gibraltar. Telaga Nun adalah bagian dari jaringan penampungan air hujan dibawah tanah yang dibangun oleh dinasti Abas selama berkuasa di Eropa, Instalasi air tersebut merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan air warga disana karena kondisi wilayahnya yang merupakan bukit batu tanpa sumber air tanah, dan masih berfungsi dengan baik hingga kini.

Sejarah Pembangunan Masjid Ibrahim Al-Ibrahim

Masjid Ibrahim Al-Ibrahim merupakan hadiah dari Raja Fahd Bin Abdul Aziz Al-Saud Raja Saudi Arabia, dibangun selama dua tahun dan menghabiskan dana sekitar £5 (lima) juta Pondsterling. Pembangunan Masjid Ibrahim Al-Ibrahim dimulai tahun 1995, diresmikan pada tanggal 8 Agustus 1997. Media media Eropa menyebutkan bahwa pada saat peresmian masjid ini dilaksanakan, pengamanan ketat luar biasa diberlakukan disekitar lokasi dan ada lebih dari enampuluh kendaraan mewah berjenis sedan Limosin berjejer disana.

Sebuah prosedur standar, karena upacara peresmian tersebut dihadiri oleh saudara dari mendiang Raja Fahd yang juga merupakan sponsor pembangunan masjid ini, Pangeran Salman Bin Abdul Aziz Al Saud (kini menjadi Raja Saudi Arabia) dan putra bungsu Raja Saudi Arabia (saat itu), Pangeran Abdul Aziz Bin Fahd Bin Abdul Aziz, bersama sama dengan begitu banyak anggota keluarga Kerajaan Saudi Arabia dan para tamu undangan.

Bunga bersemi di Gibraltar

Masjid Ibrahim al-Ibrahim ini merupakan satu satunya bangunan masjid bagi sekitar 2000 muslim Gibraltar. Muslim di Gibraltar kini memang menjadi umat minoritas atau sekitar 7% dari total populasi Gibraltar. Sebelum masjid ini berdiri muslim Gibraltar sebenaranya sudah memiliki sebuah bangunan kecil yang difungsikan sebagai masjid dengan nama Masjid Tariq Bin Ziyad yang berada di areal pelabuhan laut Gibraltar, namun bangunannya hanya berupa sebuah bangunan sederhana yang sama sekali tidak mirip dengan sebuah bangunan masjid, sampai kini masjid tersebut masih berfungsi.

Masjid Pemegang Tiga Rekor

Masjid Ibrahim Al-Ibrahim ini memegang tiga rekor sekaligus; yakni dari biaya pembangunan-nya,  lokasi dan keberadaannya yang istimewa. Pembangunan masjid Ibrahim Al-Ibrahim ini menghabiskan dana sekitar £5 (lima) juta Pundsterling, dan disebut sebut sebagai bangunan masjid dengan biaya termahal per-meter perseginya yang pernah di bangun di daratan Eropa.

Ditinjau dari lokasinya berdiri, Masjid Ibrahim Al-Ibrahim ini juga merupakan Masjid yang berada di lokasi paling selatan di daratan Eropa karena Gibraltar memang merupakan sebuah tanjung kecil ujung dari Semananjung Iberia yang menjorok ke Laut Mediterania.

Interior Masjid Ibrahim Al-Ibrahim

Masjid ini juga merupakan masjid terbesar yang pernah dibangun di negara non muslim dengan penduduk muslimnya minoritas. Selain daripada itu, Masjid ini juga menjadi salah satu dari 1500 lebih masjid berukuran besar yang telah dibangun oleh pemerintah kerajaan Saudi Arabia.

Arsitektur Masjid Ibrahim Al-Ibrahim Gibraltar

Masjid Ibrahim-al-Ibrahim dirancang dengan menggabungkan berbagai seni bina bangunan masjid yang tampak pada kaligrafi dan rancangannya yang cukup rumit, beragam gaya rancangan termasuk gaya Usmani (Turki) dan arsitektur moderen di aplikasikan di masjid ini. Masjid Ibrahim Al-Ibrahim menjadi simbol keanekaragaman sejarah dan masyarakat Gibtaltar.

Konsep rancangan masjid ini dibuat oleh Zakarias Alhkury. Pembangunannya dilaksanakan diatas lahan seluas 985 meter2 yang terdiri dari bangunan utama masjid, rumah kediaman imam masjid, perumahan bagi para pengurus masjid, enam ruang kelas, ruang pertemuan, bangunan untuk pengurusan jenazah, perpustakaan umum, kantor pengurus masjid, dapur dan fasilitas tempat wudhu dan toilet yang terpisah untuk jemaah laki laki dan jemaah wanita.

Gibraltar kini menjadi Wilayah seberang lautan Inggris Raya. 

Lantai dasar merupakan ruang sholat utama di masjid ini dihias dengan dekorasi yang sangat indah dan halus. Luas area sholat utama ini sekitar 480m2 dan mampu menampung hingga 400 jemaah sekaligus. Sembilan lampu gantung ditempatkan diatas area ini berbahan kuningan dan dipesan langsung langsung dari pengrajin profesional di Mesir. Delapan lampu gantung tersebut dipasang mengelilingi satu lampu gantung utama seberat sekitar 2 (dua) ton menggantung dibawah kubah utama masjid.

Keramik dari marmer di masjid ini didatangkan langsung dari Carrara di Italia, digunakan untuk menutup tembok luar bangunan termasuk tiang tiang kekar yang menopang struktur atap di dalam ruang utama masjid dan dan sisi mihrab. Ruang mihrab di masjid ini juga di hias dengan hiasan dari plester semen.

Keseluruhan lantai area sholat ditutup dengan karpet yang merupakan satu lembar karpet utuh tanpa sambungan yang dipesan khusus, begitu juga dengan lantai di area sholat jemaah wanita juga ditutup dengan karpet jenis yang sama yang ditempah khusus dari pengrajin karpet di Saudi Arabia. Motif hiasan pada karpet di dua area sholat ini senada dengan motif hias pada lampu gantungnya.

Sama dengan ruang sholat utama, ruang sholat khusus jemaah wanitanya juga dihias dengan lampu gantung yang serupa dan sama sama dipesan dari Mesir. Sebuah lift disediakan untuk menghubungkan area berwudhu menuju ke ruang khusus jemaah wanita di area mezanin yang juga dilengkapi dengan ruang khusus untuk ibu ibu menyusui. Jemaah wanita dari area mezanin dapat melihat langsung ke ruang sholat utama meski di tutup dengan pembatas kayu yang disebut dengan Masharabia screen.

Interior Masjid Ibrahim Al-Ibrahim

Seluruh daun pintu di masjid ini berbahan kayu sejenis kayu jati. Dihias dengan berbagai ornamen indah dari kuningan dan dibuat di Mesir. Panel pintu di lantai dasar dibuat dari kayu solid setebal 5 sentimerter. Sementara kaca kaca jendelanya dilengkapi dengan kaca hias yang dipesan khusus dari Madrid (Spanyol).

Bagian lain dari masjid ini yang dibuat di Mesir adalah ornamen bulan sabit di puncak kubah bangunan masjid dan di puncak menaranya. Ornamen bulan sabit ini terbuat dari kerangka baja dan kemudian di lapis dengan kuningan. Sebuah menara yang dibangun terpisah dari bangunan utama di masjid ini dibangun setinggi 71 meter menjulang tinggi melampaui tinggi mercusuar tua yang berdiri tak jauh dari masjid ini.

Ornamen Bulan sabit di puncak menara ini begitu besar dengan ukuran tingginya mencapai enam meter. Keseluruhan ruang dalam masjid ini dilengkapi dengan sistem tata udara moderen yang memungkinkannya terasa sejuk di musim panas dan terasa hangat di musim dingin yang membeku.***