Sabtu, 18 Februari 2017

Masjid Eyüp Sultan, Istanbul

Penghormatan untuk Sahabat Ayub Al-Anshari. Masjid dan Maosoleum Eyup dibangun oleh Muhammad Al-Fatih sebagai bentuk penghotmatan kepada sahabat Rosulullah, Ayub Al-Anshari yang gugur dalam perang penaklukan Konstantinopel hampir delapan abad sebelum ahirnya Konstantinopel berhasil ditaklukkan oleh Muhammad Al-Fatih.

Masjid Eyüp atau Eyüp Sultan Cami merupakan salah satu masjid tertua di Republik Turki dan dalam sejarahnya merupakan masjid pertama yang dibangun setelah Emperium Usmaniyah menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 dan mengganti nama Konstantinopel menjadi Istanbul. Pembangunan-nya merupakan bentuk penghormatan kepada Sahabat Rosulullah, Ayub Al-Anshari r.a.

Masjid Eyüp pertama kali dibangun tahun 1458 oleh ‘Sang penakluk Konstantinopel”, Sultan Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmet II. Bangunan tersebut sempat mengalami kerusakan parah akibat gempa dan kemudian dibangun ulang oleh Sultan Selim III yang merupakan penguasa Usmaniyah ke 28 pada sekitar tahun 1800 dengan gaya Baroque.

Masjid Eyüp Sultan
Merkez Mh., Kalenderhane Cd. No:1, 34050 Eyüp/İstanbul, Turki



Penghormatan Untuk Abu Ayub Al-Anshori r.a.

Masjid Eyüp memiliki arti teramat penting bagi Muslim Turki, karena faktor sejarahnya yang mengulur jauh hingga ke masa Rosulullah S.A.W. Nama masjid ini dinisbatkan kepada Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar, salah seorang sahabat Rosulullah S.A.W, beliau gugur dalam penyerbuan pertama ke ibukota Romawi Timur (Byzantium) di Konstantinopel tahun 668 dimasa dinasti Bani Umayyah. Lalu siapa sebenarnya Abu Ayub Al-Anshari r.a.?

Kisah bermula pada peristiwa Bai’at Aqobah kedua, pada saat itu utusan dari Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat. Ai Aqobah, Abu Ayub Al-Anshari termasuk di antara 70 orang Mukmin yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.

Hari Jum'at 16 Rabiul Awal / 28 September 622 Nabi Muhammad S.A.W Hijrah dari Mekah ke Madinah. Ketika Rasulullah memasuki kota Madinah, Muslim Madinah berebutan menawarkan rumah mereka sebagai kediaman Rosulullah, namun sejarah menjelaskan kepada kita, saat itu Rosulullah menyatakan beliau akan tinggal di rumah, dimana untanya berhenti.

Dan Allah menentukan pada saat itu, unta baginda Rosulullah berhenti di depan rumah Bani Malik bin Najjar. Salah seorang Muslim tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang membuncah. Ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya, kemudian mempersilakan Rasulullah masuk ke dalam rumah. Nabi SAW pun mengikuti sang pemilik rumah. Siapakah orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan Rasulullah dalam hijrahnya ke Madinah ini, Dialah Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.

Interior. Masjid Eyup dibangun begitu megah dengan sentuhan gaya Baroque setelah diperbaiki dan dibangun ulang pada masa pemerintahan Sultan Selim III. foto kanan bawah adalah makam Ayub Al-Anshari

Sejarah juga mencatat bahwa, bangunan pertama yang dibangun Rosulullah di Madinah adalah Masjid, dan selama proses pembangunan masjid dan sebuah bilik sebagai tempat kediaman Rosulullah disamping masjid berlangsung selama itu pula beliau tinggal di rumah keluarga Abu Ayub Al-Anshori r.a.

Sejak Kafir Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang Madinah, sejak itu pula Abu Ayub r.a. mengalihkan aktifitasnya dengan berjihad di jalan Allah bersama Rosullulah. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khandaq. Di tiap medan tempur, ia tampil sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya. Hampir dalam setiap pertempuaran beliau tampil sebagai pengusung panji panji Islam di garda terdepan.

Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang, dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT, "Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit..." (QS At-Taubah: 41). Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali Bin Abu Thalib dan Muawiyah, Abu Ayub berdiri di pihak Ali Bin Abu Thalib tanpa sedikit pun keraguan. Dan kala Khalifah Ali bin Abi Thalib syahid, dan khilafah berpindah kepada Muawiyah dari Bani Umayyah, Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada yang diharapkannya dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan kaum Muslimin.

Ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel, ia segera menunggang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama ia dambakan. Dalam pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah, "Apakah keinginan anda wahai Abu Ayub?"

Maosoleum Ayub Al-Anshori di tahun 1855

Abu Ayub meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda kaum Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan.

Meskipun pasukan muslimin dari Bani Umayyah gagal menaklukkan Konstantinopel dalam perang tahun 668-669 tersebut, pengepungan terhadap konstantinopel tersebut berahir dengan perjanjian damai selama 40 tahun antara Byzantium dengan Bani Umayyah. Namun wasiat Abu Ayub berhasil ditunaikan, jazad beliau dimakamkan di samping tembok kota Konstantinopel, di Jantung pertahanan Romawi Timur (Byzantium). Dan kisah perang tersebut meleganda melewati zaman, tidak saja dikalangan kaum Muslimin namun juga dikalangan orang orang Romawi.

Jatuhnya Konstantinopel dan Pembangunan Masjid Eyup

Sekitar 784 tahun setelah gugurnya Abu Ayub dalam pengepungan Konstantinopel oleh Bani Umayyah,  di tahun 1453 Emperium Usmaniyah dibawah Sultan Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmet II) berhasil menaklukkan Konstantinopel, mengganti nama kota itu menjadi Istanbul sekaligus menutup sejarah Byzantium. Paska penaklukan Konstantinopel Sultan Muhammad Al-Fatih menjadikan Istanbul sebagai ibukota baru bagi pemerintahan Emperium Usmaniyah, membangun kota tersebut menjadi pusat peradaban Islam dan dari sana pula wilayah Usmaniyah kemudian melebar hingga ke Azerbaijan di ujung timur dan Al-Jazair di ujung barat.

Di tahun 1485 atau sekitar 32 tahun setelah jatuhnya Konstantinopel Sultan Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmet II) membangun Maosoleum di atas kubur Ayub Al-Anshari sekaligus membangun Masjid Eyup Sultan di lokasi yang sama, sebagai bentuk penghormatan kepada mendiang Sahabat Rosulullah Ayub Al-Anshari r.a, pahlawan perang Islam dalam perang pengepungan Konstantinopel di masa dinasti Bani Umayyah.

Masjid masjid dari dinasti Usmani memang terkenal dengan kemegahan-nya, seperti Masjid Eyup Sultan ini yang kini menarik perhatian wisatawan dari dalam negeri Turki dan juga dari mancanegara.

Nilai penting masjid Eyup semakin meningkat sepanjang waktu. Disebutkan bahwa masjid ini menjadi tempat penobatan dan pengambilan sumpah para Sultan Emperium Usmaniyah, tidak hanya itu beberapa dari para penguasa Usmaniyah-pun meninggalkan wasiat untuk dimakamkan di komplek Masjid Eyup. Beberapa diantara mereka adalah Sokollu Mehmet Paşa, Ziya Osman Saba, dan Fevzi Çakmak, dengan demikian, Masjid Eyup ini kemungkinan juga merupakan satu satunya komplek masjid di Istanbul yang berhimpitan dengan Maosoleum dan Pemakaman yang membentang disekitarnya di tengah kota Istanbul.

Objek Wisata

Masjid Eyup Sultan kini menjadi salah satu objek wisata menarik di kota Istanbul, berbagai kalangan mengunjungi masjid dan mausoleum ini baik dari kalangan muslim maupun non muslim. Kunjungan untuk umum ke masjid terbuka setiap hari kecuali pada waktu waktu pelaksanaan sholat fardu. Kunjungan ke komplek ini gratis alias tidak ada biaya tiket masuk, namun donasi untuk measjid akan diterima dengan baik.

Salah satu fitur menarik di masjid ini yang menjadi paforit para pengunjung adalah cetakan telapak kaki Nabi Muhammad yang tercetak di batu marmer dilindungi dengan bingkat perak. Di komplek ini juga seperti masjid masjid tua bersejarah di Turki lainnya selalu diramaikan oleh aneka warna burung merpati yang berterbangan dengan bebas di seantero komplek ditambah dengan kawanan kucing kucing khas Turki turut meramaikan komplek masjid dan pamakaman ini.

Interior Masjid Eyup sangat elegan dengan dekorasi ke-emasan, lampu gantung elegan menjuntai dari kubah besarnya dan karpet oriental menghampar menutupi seluruh lantai ruangan. Dinding makamnya di hias dengan keramik hias dari beragam periode. Empat ratus keping keramik ini menjadi keindahan tersendiri. Sebuah teralis yang dipasang di depan kuburan Abu Ayub r.a. di dalam mausoleum terbuat dari perak murni merupakan pemberian dari Sultan Selim III.

Berlatar laut 

Selain diabadikan sebagai nama masjid dan kompleknya, nama Abu Ayub r.a. juga di abadikan sebagai nama Distrik tempat masjid dan makam ini berada yang disebut distrik Eyup. Secara tradisi pada musim semi dan musim panas ada banyak anak anak berpakaian khusus sebelum mereka mengikuti prosesi di masjid ini dan pada hari Jum’at masjid ini dipadati oleh ribuah Jemaah sholat Jum’at.

Legenda Seputar Masjid dan Maosoleum Eyup Sultan

Kisah yang beredar menyebutkan bahwa pembangunan Masjid Eyup dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih atas nasihat gurunya Seyh ül-Islam Akshemsuddin, untuk menemukan makam sang pejuang. Setelah diketemukan, Al-Fatih kemudian mengurus makam tersebut, membangun Maosoleum diatasnya dan juga membangun masjid besar sebagai penghormatan kepada Abu Ayub Al-Anshari r.a.

Disebutkan bahwa Seyh ül-Islam, Akshemsuddin turut membantu pencarian makam tersebut, Setelah seminggu pencarian tak menemukan hasil, Akshemsuddin menggelar sajadahnya disekitar tembok Konstantinopel memohon petunjuk dari Allah S.w.t sampai tertidur disana. Saat beliau terbangun sontak berteriak bahwa makam Abu Ayub berada tak jauh dari tempatnya menggelar sajadah.

Ditemani tiga orang pendampingnya, Akshemsuddin melakukan penggalian ditempat tersebut dan menemukan sekeping batu bertulisan antik menggunakan aksara sufik “inilah makamnya Abu Ayub”. Legenda ini juga menyatakan bahwa Jenazah Abu Ayub r.a. ditemukan masih dalam keadaan utuh seperti baru saja dimakamkan, meski sudah dimakamkan disana hampir delapan abad lamanya.

Interior Masjid Eyup Sultan

Legenda lainnya  menyebutkan bahwa, sebelum penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih, bahkan orang orang Romawi dan penduduk Konstantinopel-pun memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci. Dan yang mencengangkan, para ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata, "Orang-orang Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan.

Seiring perjalanan sejarah selama berabad abad, Istanbul tidak saja menjadi sebuah kota Metropolitan tapi juga menjadi pusat komplek pemakaman tua. Kekuasaan Kristen di Konstantinopel meninggalkan pemakaman tua yang berada di sisi bukit di luar tembok kota, seiring dengan penguasaan muslim atas kota tersebut, pemakaman Muslim hadir bersebelahan dengan pemakaman Kristen, berdiri diam di salah satu sisi kota Istanbul menghadirkan suasana yang seakan akan menghentikan waktu.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA