Sabtu, 12 November 2016

Masjid Keramat Kuno Singaraja - Bali

Terhimpit diantara rumah rumah penduduk di kawasan jalan Hasanudin kampung Kajanan, Singaraja, Bali. Masjid Keramat Kuno Singaraja berdiri menjadi saksi sejarah eksistensi Islam disana.

Singaraja adalah kota kecamatan yang merupakan ibukota kabupaten Buleleng di pesisir utara pulau Bali. Seperti halanya wilayah Bali lainnya, mayoritas masyarakat Singaraja dan kabupaten Buleleng merupakan pemeluk agama Hindu. Meski demikian cukup banyak pemeluk Islam di Singaraja dan wilayah kabupaten Buleleng lainnya. tak terlalu sulit untuk menemukan masjid atau mushola di Buleleng.

Islam sudah masuk dan berkembang di wilayah Buleleng sejak Buleleng masih berstatus sebagai sebuah kerajaan jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di Singaraja terdapat sebuah masjid tua yang dikenal sebagai “Masjid Keramat Kuno Singaraja” yang berada di Kampung Kajanan, Singaraja. Dari tahun pembangunannya masjid ini merupakan bangunan masjid tertua di kabupaten Buleleng bahkan mungkin di seluruh Provinsi Bali.

Lokasi masjid ini kini dikelilingi rumah penduduk yang sangat padat. Bahkan jalan masuknya hanya berupa sebuah gang kecil yang cukup untuk pejalan kak dan jalan satu sepeda motor. Masjid tua yang disebut sebagai masjid Keramat atau Masjid Kuna ini masih terawat hingga kini dan menjadi saksi semangat dan kearifan para pendiri masjid dan Takmir masjid ini pada jaman dahulu di tengah kehidupan sebagai pemeluk agama minoritas.

Masjid Keramat Singaraja
JL. Hasanudin, Buleleng, Kec. Buleleng
Kabupaten Buleleng, Bali 81113
Indonesia


Sejarah Masjid Keramat Kuno Singaraja

Agak sulit untuk memastikan kapan dan oleh siapa Masjid Keramat Kuno Singaraja ini pertama kali dibangun. Dari cerita tutur muslim setempat disebutkan bahwa pada tahun 1654 masyarakat muslim yang awalnya tinggal di sekitar pelabuhan Buleleng di pesisir utara Pulau Dewata, memilih untuk pindah dari kampung mereka ke wilayah yang lebih ke daratan dan lebih Ngajanan (ke-selatan) akibat abrasi air laut yang terus mengikis perkampungan mereka di sekitar pelabuhan.

Di daerah baru yang masih berupa semak belukar itu masyarakat bersama sama membuka dan membersihkan lahan pemukiman di samping Sungai Tukad Mungga, dan kemudian menemukan satu bangunan segi empat berukuran 15 kali 15 meter persegi ditopang dengan empat tiang dari pohon kelapa dan beratap meru yang diduga adalah sebuah masjid, karena di dalam bangunan tersebut terdapat sebuah mimbar masjid yang diukir dengan ornamen khas Bali. Warga berkesimpulan bangunan ini adalah masjid. Hanya saja bangunan awal itu tak diketahui pasti siapa yang membangunnya.

Sejak ditemukan masyarakat muslim kampung Kajanan sudah “menggunakan kembali’ masjid tersebut dan menyebutnya sebagai “Masjid Keramat Kuna”, seperti nama yang kini tertulis di tembok masjid ini dalam hurup arab gundul. Meski di gapura masjid yang mengarah ke Jalan Hasanudin hanya ditulis dengan nama Masjid Kuna Singaraja saja tanpa kata Kramat. 

Ditulis dengan hurup Arab  "Masjid Kramat Kuna", namun tak ada nama resmi dengan bahasa arab seperti kebanyakan masjid lainnya.

Masjid ini cukup unik. Dari sisi seni arsitekturnya menggambarkan visualisasi flora sebagai bentuk kedamaian dan kekayaan Pulau Bali. Seni pahatan pada ukiran ornamennya juga memperlihatkan ciri khas seni pahat Bali Utara. Masjid Kuno ditopang oleh empat kayu pohon kelapa sebagai penyangga yang kemudian direnovasi dengan melakukan penebalan pada tiang-tiangnya. Empat tiang utama sebagai Soko Guru merupakan wujud dari banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di pesisir Tukad Buleleng yang berada tepat di belakang Masjid Kuno.

Selain keunikan bangunan dan nilai sejarahnya, Masjid Kuno terkenal sebagai tempat untuk melakukan sumpah jika terjadi perselisihan antar warga sekitar. Masjid Kuno yang dikenal sebagai Masjid Keramat juga memiliki kolam sebagai tempat wudlu yang dulunya digunakan untuk ritual sumpah. Karena dinilai angker, kolam tersebut ditutup dan kini dijadikan bangunan SD N 1 Kampung Kajanan.

Meski sebagian bangunan telah direnovasi dengan dinding dari kapur dan tiang tanpa beton ini, namun ornamen Bali tetap terjaga baik. Masjid kuno ini juga menyisakan relief asal Persia. Warga menduga bangunan yang ditemukan ini dibangun para Wali. Mengingat, Pantai Utara Bali sangat dekat dengan Pulau Jawa.

mimbar kuno yang sudah ada sejak pertama kali masjid ditemukan

Mimbar Masjid Kuno/ Keramat. Tepat di depan mimbar terdapat sebuah tongkat yang biasanya akan dibawa seorang khatib sholat Jum’at. Pelaksanaan sholat Jum’at di sini menggunakan dua kali adzan mirip dengan tradisi Nahdlatul Ulama (NU). Di sebelah utara mimbar terdapat pintu kecil..

Masjid Keramat Kuno Dan Mushaf Al-Qur’an Tertua

Menurut Dr. Sugianto, seorang peneliti budaya Bali Utara dan juga penemu kitab suci Al-Qur'an tertua di Indonesia, menyatakan bahwa masjid Kramat Kuno Singaraja mempunyai peranan yang sangat besar dalam penulisan Al-Qur'an tertua di Nusantara. Lebih lanjut ia menyatakan, besar kemngkinanan sebagian isi Al-Qur'an tertua ditulis di masjid ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan diketemukannya Al-Quran kuno beberapa puluh meter dari masjid ini, dan kini disimpan di Masjid Agung Jami, Singaraja.

Al-Quran yang ditulis tangan oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi yang menyingkir dari Puri Buleleng dan belajar di Masjid Kuno pascaperang saudara tahun 1820-an. Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi merupakan keturunan ke VI dari anak Agung Panji Sakti yang dikenal juga sebagai Raja Buleleng / pendiri Kota Singaraja. Ngurah Jelantik juga dikenal sebagai seorang mualaf ketika terjadi perang saudara yang kemudian mempertemukannya dengan Muhammad Yusuf Saleh, imam masjid pertama di Singaraja. Siapapun yang menimba ilmu pada Muhammad Yusuf Saleh, akan diwajibkan menulis Al-Qur’an sebagai ujian akhirnya. Hal serupa juga berlaku pada Ngurah Jelantik sekalu murid dari Yusuf Saleh.

Interior Masjid, berusaha mempertahankan bentuk aslinya meski tiang-nya kini terlihat sangat kokoh .

Kaligrafi yang digoreskan sangatlah rapi. Pada halaman pertama, yaitu surat Al Fatihah dan Al Baqoroh terdapat lukisan tangan Khas Bali yang digambar langsung oleh Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi. Sampul Al-Qur’an terbuat dari kulit pohon yang umurnya hampir sama dengan kertas yang digunakan dalam penulisan Al-Qur’an. Desain sampul tersebut juga merupakan lukisan tangan Ngurah Jelantik yang mengikuti pahatan khas Bali.

Inilah bukti Ngurah Jelantik sebagai seorang mualaf keturunan Raja Buleleng yang telah mengkhatamkan Al-Qur’an. Tulisan tangannya adalah kaligrafi yang memiliki nilai seni tinggi. Kertas yang digunakan adalah kertas yang didatangkan langsung dari Eropa. Bahan tintanya menggunakan bahan pewarna alami dari dedaunan lokal. Hiasannya adalah ornamen khas Bali.

Raja Buleleng menengahi perselisihan Muslim Singaraja

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah muslim di Singaraja sehingga kapasitas Masjid Keramat sudah tidak lagi mampu untuk melayani seluruh Jemaah dari beberapa kampung Muslim di Buleleng termasuk muslim dari Kampung Kajanan, Kampung Bugis, dan Kampung Baru, disuratilah Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik Polong (Raja Buleleng) dengan isi permohonan pendirian masjid.

Raja Buleleng ternyata tidak saja memberikan izin untuk pembangunan masjid baru tapi juga memberikan sepetak tanah untuk pembangunan masjid baru tersebut yang kini dikenal dengan nama Masjid Agung Jami Singaraja. Di tengah pembangunan Masjid Jami’, pernah terjadi pertikaian saat mengalihkan pelaksanaan sholat jum’at dari Masjid Keramat menuju Masjid Jami’. Pertikaian tersebut kemudian mendatangkan I Gusti Anglurah Ketut Jelantik VIII beserta I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi. Raja Buleleng kemudian memberikan Pintu Gerbang yang berada di Puri untuk dipasang sebagai pintu gerbang masjid, juga memerintahkan tukang ukir Puri untuk membuat mimbar masjid yang berukiran sama dengan Masjid Keramat.***


1 komentar:

  1. Alhamdulillah masih ada masjid di kota bali
    Salam dari kami
    www.jadwalsholatjbu.com

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA