Minggu, 02 Desember 2012

Masjid Sultan Hassanal Bolkiah Cotabato - Filipina

::: Masjid terbesar di Filipina :: Masjid Sultan Hasanal Bolkiah Cotabato – Filipina

Islam telah masih ke Filipina sejak abad ke 14, tepatnya di tahun 1390 di awali dengan kedatangan Karim ul' Makhdum seorang pedagang Arabia yang datang ke pulau Jolo di gugus kepulauan Sulu Archipelago, Masjid peninggalan beliau yang diberi nama sesuai namanya Masjid Sheik Karimal Makdum masih berdiri megah hingga kini di pulau Simunul. Penyebaran Islam di Filipina selanjutnya juga dilakukan oleh seorang pangeran dari Minangkabau (sumatera Barat) bernama Rajah Baguinda ditahun 1390.
 
Sejak saat itu wilayah bagian selatan Filipina menjadi wilayah Islam dari berbagai kesultanan yang pernah berkuasa dikawasan tersebut termasuk kesultanan Sultanate Maguindanao, Sulu, dan Lanao. Hingga kini wilayah selatan Filipina merupakan wilayah dengan penduduk mayoritas beragama Islam meskipun secara keseluruhan muslim di Filipina hanya sekitar 5 hingga 9% dari total Populasi negara tersebut.
 
Namun, pemerintahan negaranya yang berpandangan sekuler dan Manila sebagai ibukota Negara berada di wilayah utara yang di dominasi oleh non muslim, membuat pertikaian akibat sentimen agama tak pernah berkesudahan di wilayah selatan Negara ini. Perang, tindak kekerasan, penculikan hingga pembantaian sepertinya memang lekat dengan kawasan ini. peristiwa memilukan terahir terjadi di tahun 2009 lalu yang terkenal dengan Maguindanao Massacre, menambah deretan panjang daftar kekerasan di Filipina Selatan. Pertentangan politik dan ideologi memang bukanlah hal dapat diselesaikan semudah membalik sebelah tangan.

Masjid Sultan Hasanal Bolkiah Cotabato dari udara, lokasinya berdiri memang tak jauh dari sungai sungai Tamontaka

Cotabato City (bahasa Indonesia : Kotabatu), adalah salah satu kota di pulau Mindanao, Filipina Selatan. Cotabato City berada ditengah wilayah propinsi Maguindanao menghadap ke pantai Illana di teluk Moro. Meski Cotabato City berada ditengah tengah wilayah propinsi Maguindanao tapi bukan bagian dari provinsi Maguindanao. Cotabato City merupakan exclave dari wilayah Soccsksargen yang membawahi empat provinsi dan dua kota yakni ; provinsi South Cotabato, Provinsi Cotabato, Provinsi Sultan Kudarat, Provinsi Sarangani dan kota General Santos City dan Cotabato City. Hingga kini Cotabato merupakan ibukota bagi Wilayah Otonomi Muslim di Mindanao (Autonomous Region in Muslim Mindanao -ARMM). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 Cotabato City berpenduduk 271,786 dan mayoritas dari penduduknya beragama Islam.

Sejak tahun 2011 lalu, Cotabato City memiliki landmark baru berupa sebuah bangunan masjid terbesar di seluruh Filipina. Masjid Agung Cotabato atau Cotabato Grand Mosque atau lebih dikenal sebagai Masjid Sultan Hasanal Bolkiah, karena memang dibangun dengan dana wakaf dari Sultan Brunei Darussalam di atas lahan yang juga merupakan tanah wakaf dari muslim setempat Mrs. Datu Didagen Piang Dilangalen dari keluarga Dilangalen. Pembangunan masjid ini sekaligus memperingati 25 tahun hubungan diplomatik kedua negara.

Lokasi Masjid Sultan Hasanal Bolkiah Cotabato

Barangay Kalangalan Dos
Cotabato - Philippines

 

Lokasinya berdiri berada sekitar 7 kilometer dari jalan bebas hambatan Sinsuat Avenue di Barangay Kalangalan. lahan tempatnya berdiri merupakan tanah hibah dari keluarga Dilangalen. Berdiri kokoh disisi sungai Tamontaka dan teluk Moro, terlihat sangat jelas dari udara bagi penumpang yang akan mendarat ataupun take off dari Bandara Awang Cotabato City, juga dari arah laut di teluk Moro, karena letaknya yang berada diantara Bandara dan pantai.

Angkutan favorit menuju ke masjid ini adalah menggunakan Habal Habal (Ojek) dengan tarif sekitar P70 (tujuh puluh pesso). Mengingat tempatnya berada tidak dijalur angkutan umum, pengunjung yang datang menggunakan jasa ojek sebaiknya meminta Manong (tukang ojeknya) untuk menunggu untuk mengantar anda kembali.

Masjid Agung Sultan Hasanal Bolkiah Cotabato pada saat masih dalam proses pembangunan

Mengenal Cotabato City

Nama Cotabato berasal dari kata Nama ‘Kuta Batu’, “Kuta” bermakna benteng dan “Wato” yang bermakna “batu”, wilayah kuno tersebut kini masih ada disekitar bukit P.C. Hill, Cotabato City. Para pemukim memulai menempati wilayah ini disekitar tahun 1475 dan di abad ke 17, dikembangkan oleh Sultan Dipatwan Qudarat (atau terkenal dengan nama Sultan Kudarat) yang berkuasa kala itu menjadi ibukota kuno wilayah Pulau Mindanao.

Sultan Makakua yang berkuasa di abad ke 19 melanjutkan pembangunan Kutabatu dengan membangun jaringan jalan raya dan pelabuhan laut, dan kemudian hari menjadikan kota ini sebagai Cotabato yang kini kita kenal. Perkembangan tersebut menarik para pendatang dari Zamboaga dan Visaya untuk bermukim di Cotabato City, sedangkan etnis china yang sudah lama menetap disana kemudian berasimilasi dengan melakukan pernikahan dengan orang Manguindanao asli. Sampai tahun 1959 Cotabato City menjadi ibukota propinsi Cotabato sampai kemudian keluar Republic Act No. 2364 tahun 1959 yang menetapkan Cotabato sebagai kota mandiri.

Dari sungai Tamontaka, Masjid Sultan Hasanal Bolkiah di Cotabato terlihat begitu menawan

Masjid Hasanal Bolkiah Cotabato

Bangunan masjid ini memang dibangun oleh Sultan Brunei Darussalam, Sultan Hasanal Bolkiah dan nama masjid ini memang diambil dari nama beliau. Sebuah bangunan masjid dengan gaya Arabia yang sangat kental meski tetap memasukkan sentuhan asia. Sebagai masjid yang berdiri di tengah penduduk mayoritas muslim masjid ini dengan leluasa mengumandangkan azan dari menaranya dan terdengar di seantero kawasan tempatnya berdiri.

Masjid dengan kubah ke emasan ini dibangun oleh Sultan Brunei Darussalam sebagai bagian dari perjanjian bilateral antara pemerintah Filipina dan Bruei Darussalam. Rancangan-nya ditangani oleh Palafox and Associates, sebagai bangunan masjid dengan ukuran terbesar di seluruh Filipina. Sedangkan proses pembangunannya ditangai oleh New Kanlaon Construction, Inc, yang berkantor di Manila. Kapasitas masjid ini dapat menampung hingga 1200 jemaah sekaligus dengan rincian 800 jemaah pria dan 400 jemaah wanita.

Dengan empat menara tingginya masjid Sultan Hasanal Bolkiah Cotabato terlihat begitu megah.

Bangunan dilengkapi dengan empat menara setinggi 43 meter atau setara dengan gedung berlantai 15, menjulang tinggi dan dapat terlihat dari jarak yang cukup jauh. Keseluruhan dana pembangunannya menghabiskan dana sebesar US48 juta (48 juta Dolar Amerika) atau setara dengan P2,1 Milyar (dua koma satu milyar Pesso) lengkap dengan fasilitas olahraga, pendidikan dan Madrasah di atas lahan seluas 5 (lima) hektar. Beberapa sumber menyebutkan bahwa dana pembangunannya ditanggung bersama oleh Sultan Hasanal Bolkiah sebesar 53% dan sisanya ditanggung pemerintah Filipina.

Proses pembangunannya di umumkan dan langsung dimulai sejak kunjungan Sultan Bolkiah ke Manila di tahun 2009 dan selesai tahun 2011 lalu. Dalam kunjungan kenegaraan bersejarah tahun 2009 tersebut, Sultan Bolkiah disambut langsung oleh Presiden Filipina Macapagal Aroyo. Pembangunan masjid ini sendiri sebagai wakaf dari Sultan Brunei sekaligus memperingati 25 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara.

Bagian dalam masjid Sultan Hasanal Bolkiah Cotabato.

Bangunan masjid dengan ukuran besar ini benar benar mendominasi lanskap di kawasan tempatnya berdiri dengan latar belakang bukit Tamontaka di belakangnya dan sungai dengan nama yang sama dibagian depan. Betangan alam hijau disekitarnya menjadi taman luas pelengkap keindahannya.

Sejak dibuka secara resmi pada bulan Desember tahun 2011 lalu setelah menjalani peroses pembangunan selama hampir tiga tahun, masjid ini telah menjadi salah satu objek wisata menarik di Cotabato City. Menyadari kehadirannya menarik perhatian banyak orang, pengurus dan penjaga masjid ini dengan ramah menyambut para pengunjung kesana tanpa pengecualian bagi muslim ataupun non muslim dan bebas untuk menjelajah seantero masjid serta memotret tanpa larangan.

orang yang terbiasa mengenal Filipina sebagai negara Katholik pastinya tak akan menduga bahwa masjid ini benar benar berada di Filipina.

Bangunan masjidnya sendiri seluas 5000 meter persegi diatas lahan 5 hektar wakaf dari mantan anggota DPR Manguindanao, Didagen P. Dilangalen dari keluarga Dilangalen. Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus tahun 2011 yang lalu menjadi Idul Fitri pertama yang dirayakan di Masjid ini. Di Filipina, Idul Fitri secara resmi dijadikah hari libur nasional sesuai dengan Undang undang negara (Republic Act) No. 9177, dan disahkan pada tanggal 13 November 2002.

Seperti kita tahu dalam sirah nabawiyah disebutkan bahwa Sholat Idul Fitri pertama kali diselenggarakan di masa Rosullullah pada tahun 624M ketika pasukan Islam baru saja memenangkan perang Badar, perang yang terjadi selama bulan suci Ramadhan dan berahir dengan sebuah kemenangan ganda bagi kaum muslimin. Menang menjalankan puasa Ramadhan dan menang dalam perang Badar.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA