Minggu, 18 November 2012

Masjid The Foundation of Islamic Center of Thailand (FICT)

Bangunan Islamic Center Thailand di kota Bangkok ini memang tak lazim. bentuk bangunannya yang mirip dengan tanaman jamur ini memberikan kesan yang sangat unik bagi sebuah pusat ke-Islaman di negeri Gajah Putih tersebut.

Bangkok, Ibukota Thailand, kota yang di Indonesia senantiasa dikaitkan dengan buah buahan unggul, mulai dari Jambu Bangkok sampai ke Durian Bangkok. Negara berjuluk Negeri Gajah Putih ini memang sangat gencar membangun pertaniannya. Industri pendukung pertanian dan peternakan mereka bahkan mengembangkan sayap hingga ke Indonesia. Selain pertanian, Thailand juga begitu gencar mempromosikan objek pariwisata di negeri mereka.
 
Meski bukan Negara Islam, dan sebagian besar penduduknya menganut agama Budha, ada cukup banyak masjid di ibukota Negara Thailand ini. Beberapa masjid kota Bangkok bahkan berada di pusat pusat kota. Menariknya lagi ada beberapa masjid di Bangkok yang memiliki akar sejarah yang sangat erat dengan Indonesia, sebut saja ‘Masjid Indonesia’ dan Masjid Jawa, yang memang dibangun oleh muslim keturunan pulau Jawa. Beberapa masjid bahkan menempati salah satu lantai gedung hotel kota Bangkok. Merujuk kepada Wikipedia di kota Bangkok terdapat setidaknya 170 masjid dari total 3.494 masjid di seluruh Thailand.


Bangunan dengan dinding kaca pada foto diatas adalah Masjid yang ada dalam komplek Islamic Centre Thailand ini. bangunan masjid yang dirancang sebagai bangunan tropis dengan hampir seluruh dindingnya menggunakan kaca

Lynn, seorang bloger muslimah Bangkok merangkum masjid masjid kota Bangkok dalam blog miliknya, dan juga dengan ramah menjawab pertanyaan seputar masjid dan gerai makanan halal di kotanya tersebut. Sementara situs my.bangkoklibrary.com merangkum peta semua masjid di kota Bangkok berikut tempat ibadah lainnya dalam satu halaman peta interaktif di situsnya. Salah satu masjid di Bangkok yang pembangunan dan operasionalnya turut di danai oleh Kerajaan Thailand adalah Masjid Yayasan Islamic Center Thailand atau Foundation of Islamic Center of Thailand, untuk memudahkan kita singkat saja menjadi ‘Masjid FICT Bangkok’, yang akan kita bahas di posting kali ini.

Alamat dan Lokasi Masjid FICT - Bangkok

Foundation for Islamic Center of Thailand
No. 87/2 Ramkhamhaeng Rd. Soi 2, Suanluang
Bangkok, 10250, THAILAND

 

 Sejarah Masjid di Bangkok

Ada dua masjid tua bersejarah di kota Bangkok, Masjid pertama adalah Masjid Tonson atau Tonson Mosque. Masjid ini diperkirakan dibangun sebelum kekuasaan Raja Song Tham (1610-1628) di periode Ayutthaya (ketika pusat kerajaan Thailand berpusat di Ayutthaya). Masjid Tonson berada di Jalan Wang Doem Road, merupakan masjid tertua di kota Bangkok. Masjid ini direnovasi total tahun 1954 untuk memulihkan khazanah warisan arsitektur nya. Saat ini masjid tertua kota Bangkok ini tidak saja berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam tapi juga menjadi warisan kuno muslim Thailand. Di halaman masjid ini terdapat makam ulama terkemuka tokoh Muslim Thailand.
 
Masjid tertua kedua di kota Bangkok adalah Masjid Bang Luang. Masjid ini dibangun untuk Muslim Thailand yang memilih tinggal di sepanjang kanal Bangluang, semasa Raja Taksin berperang membebaskan Thailand dari Burma (kini Myanmar) tahun 1767. Kawasan tempat masjid ini berdiri kini dikenal sebagai Kudi Khao Community. Masjid Bang Luang dibangun oleh para pedagang muslim yang disebut To Yi. Masjid ini menjadi satu satunya masjid tua Thailand yang dibangun berbahan bata dalam dan bergaya tradisional Thailand.

Tentang Yayasan Islamic Center Thailand

Yayasan “The Foundation of the Central Mosque of Thailand” didirikan di Bangkok, Ibukota Thailand pada tanggal 1 Oktober 1954. Pembentukan lembaga ini merupakan bentuk kekuatan kerjasama dari kelompok Muslim di Thailand dengan determinasi yang kuat bagi hak konstitusional warganegara dan hak bagi kebebasan berkeyakinan. Nama yayasan tersebut berubah nama menjadi “The Foundation of Islamic Centre of Thailand” disingkat menjadi FICT pada tanggal 24 September 1976.

Pembangunan Masjid FICT - Bangkok

Pembangunan masjid dengan arsitektur yang sangat khas ini selesai dilaksanakan pada tahun 1984 menghabiskan dana sekitar 54 juta Baht Thailand, setara dengan sekitar US$ 1.2 juta Dolar Amerika, atau lebih kurang sama dengan hampir Rp. 12 milyar (dua belas Milyar Rupiah).

Di dalam Masjid Islamic Center Thailand. Interior masjid ini terang benderang di siang hari meski tanpa pecahayaan listrik sekalipun. bukaan dinding yang merata disekeliling bangungan masjid memberikan ruang besar bagi cahaya alami ke dalam masjid ini.

Sebagian besar dana pembangunan merupakan donasi dari muslim setempat dan muslim dari luar Negara. Sebagian dana lainnya di sokong dari dana kerajaan Thailand tahun fiskal 1981 hingga 1983. Sejak itu terus terjadi perubahan dan perbaikan secara berkelanjutan, termasuk juga pengembangan dengan dukungan kuat dari publik, individu maupun dari berbagai organisasi.

Pengelola FICT

Pengelola FICT Bangkok ini disebut The Executive Management Committee, dipilih setiap enam tahun bertugas mengawasi keseluruhan operasional FICT. Pada saat ini terdiri dari 31 orang Executive Management Committee, terdiri dari President, Vice President, Secretary General, Bendahara, Akuntan, Hubungan Masyarakat (Public Relation), Hubungan Luar Negeri,  dan Anggota Committee.

bila dipandang dari udara, atap atap bangunan Islamic Center Thailand ini terlihat seperti struktur sarang lebah. bangunan masjid yang benar benar unik dan tidak lazim.

Visi dan Misi FICT

FICT di Bangkok ini merupakan organisasi induk bagi semua organisasi Islam di Thailand. Pembentukannya memang bervisi untuk menjadi pemersatu bagi muslim diseluruh Thailand, memberikan kontribusi memberikan kontribusi untuk kemajuan komunitas Muslim dan masyarakat pada umumnya. Untuk mewujudkan impian tersebut FICT menjalankan langkah langkah termasuk membangun dan menjalankan Masjid di Kompleks FICT

Misi selanjutnya adalah menyediakan layanan keagamaan dan bimbingan agama kepada komunitas Muslim bagi perkembangan moral mereka sesuai dengan tuntunan syariah Islam. FICT juga bertujuan memberikan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat sebagai seorang Muslim di dalam kehidupan yang multi kultul dan sebagai warga negara yang ideal serta membantu Muslim berintegrasi dalam masyarakat Thailand yang lebih luas.

Suasana Sholat Idul Fitri 1433H/2012 yang lalu di Masjid Islamic Center Thailand di kota Bangkok ini penuh sesak oleh jemaah, setelah selama satu bulan penuh masjid ini menyelenggarakan berbagai acara khusus Ramadhan yang begitu semarak 

Mengembangkan dan menyediakan layanan sosial dan budaya dalam rangka melestarikan identitas Keislaman dan menciptakan kesadaran sosial dan budaya antara Muslim dan masyarakat yang lebih luas. Memberikan layanan bimbingan dan sumber daya, terutama untuk lembaga pendidikan, rumah sakit hingga ke lembaga pemasyarakatan (penjara).

Memberikan layanan konsultasi untuk memecahkan masalah pendidikan, budaya dan sosial masyarakat. Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi berbagai kelompok masyarakat, Layanan pemakaman dan bantuan kemanusiaan dan dukungan di semua tingkat masyarakat.

Di dalam Masjid Islamic Center Thailand

Program Kerja FICT

Layaknya sebagai sebuah Islamic Center, FICT menyelenggarakan segudang aktivitas dalam kerangka kerja da’wah, jama’ah, tarbiyah, serta pendidikan Islam sebagai jalan hidup (Iqamat-ud-Deen). Aktivitas menarik yang diselenggarakan di FICT meliputi : Study circles (semacam halaqoh), Training camps, Seminar dan Konfrensi, pedidikan Islam bagi Mualaf dan non muslim yang berminat, eksebisi, pelatihan, Islam Awareness Week dan sederet aktivitas lainnya yang memang ditujukan bagi khalayak umum secara luas.

Sama halnya dengan masjid masjid di Indonesia, Masjid FICT Bangkok ini juga begitu semarak selama bulan suci Ramadhan. Pengurus FICT menyelenggarakan baragam kegiatan khusus selama bulan suci termasuk penyelenggaraan buka puasa bersama, bazaar Ramadhan hingga ke penyelenggaraan I’tiqab selama bulan suci.

mimbar dan mihrab di masjid inipun dirancang cukup unik 

Fasilitas Masjid FICT – Bangkok

Yayasan Islamic Center Thailand memiliki sebidang lahan seluas 16.976 meter persegi yang kini sudah dibangun Masjid. Lahan tersebut merupakan lahan milik sendiri, sebagian diperoleh dengan pembelian dan sebagian lagi merupakan sumbangan dari kaum muslimin. Pendapatan terbesar yayasan memang berasal dari Zakat dan donasi kaum muslimin, sumber lainnya dari proses penggalangan dana (fund raising), services fee serta dana layanan publik dari Pemerintah Kerajaan Thailand.

Bangunan masjid di kompleks FICT berkapasitas 3000 jemaah sekaligus. bangunan utamanya terdiri dari dua ruang sholat utama ; ruang sholat akhwat berada di lantai atas dan ikhwan berada di lantai bawah, dua area berwudhu, auditorium besar, ruang resepsi VIP, beberapa ruang kantor, toko buku, perpustakaan dan gerai makanan halal. Di kompleks ini juga tersedia ruang rapat, kantor Islamic Center of Thailand, kantor Thai Muslim Student Association dan dapur. Terdapat juga perpustakaan dengan biaya peminjaman buku hanya sebesar 20 bath per tahun, kantin makanan halal dengan menu nasi kuning plus ayam tersedia disini.***

The Central Mosque Ho Chi Minh City - Vietnam

The Central Mosque Ho Chi Minh City – Vietnam
 
Ho Chi Minh City disingkat menjadi HCMC, dulunya bernama Saigon, adalah kota terbesar di Negara Vietnam. Sebelum unifikasi Vietnam 2 Juli 1976, ketika negara ini masih terpecah menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, Saigon merupakan Ibukota Vietnam Selatan. Saigon dan wilayah selatan Vietnam lainnya, merupakan bekas dari wilayah kerajaan Islam Campa yang pernah berkuasa di Vietnam. Namun Vietnam kini sama sekali berbeda dengan masa kejayaan Kerajaan Islam Campa yang merupakan Negara Islam pertama di Asia Tenggara.
 
Nama Ho Chi Minh diresmikan menggantikan nama Saigon pada tahun 1976, sebagai bentuk penghormatan kepada Ho Chi Minh (1890-1969) yang merupakan tokoh revolusi dan negarawan Vietnam, mantan perdana menteri (1954) dan juga mantan presiden Vietnam Utara (1954-1969). Sejak unifikasi Vietnam 2 Juli 1976, negara ini secara resmi menjadi Republik Sosialis Vietnam yang beraliran Komunis. Meski begitu ada beberapa masjid yang dapat di jumpai di HCMC dan beberapa kota lainnya di negara ini.

Serambi Masjid Central Mosque HCMC

Berita menariknya adalah bahwa pada tahun 2006 lalu Vietnam baru meresmikan masjid terbesar di Negara itu di kota Xuan Loc, propinsi Dong Nai yang dibangun atas bantuan dari pemerintah Saudi Arabia. Di kota HCMC sendiri terdapat 12 (dua belas) masjid, diantara masjid masjid tersebut adalah The Central Mosque HCMC, di jalan Dong Du Street bersebelahan dengan Hotel Sheraton.  Masjid tua ini dibangun sekitar tahun 1935 oleh dan untuk muslim dari India selatan yang tinggal di HCMC namun kini masjid ini terbuka untuk semua muslim termasuk muslim dari Indonesia, Malaysia dan lainnya.

The Central Mosque Ho Chi Minh City
66 Dong Du Street, Dist 1
Ho Chi Minh City, Vietnam
Tel: +84 8 3824 2903

 

Catatan Sejarah The Central Mosque HCMC

Masjid ini aslinya bernama Masjid Al-Jami’a Al-Muslimin atau Dong Du Mosque, namun lebih dikenal sebagai The Central Mosque Ho Chi Minh City. Masjid tua yang berdiri megah di pusat kota Ho Chi Minh City di selatan negara Vietnam yang beraliran komunis. Selesai dibangun tahun 1935 oleh para pedagang dari India yang menjalankan bisnis diwilayah tersebut. Namun kemudian kebanyakan dari mereka pergi dari Vietnam selama berkecamuknya perang dunia kedua.
 
Kini, kawasan disekitar masjid ini kini dipadati oleh gedung gedung tinggi di Jalan Dong Du, salah satunya adalah gedung hotel Sheraton yang berdiri tepat disebelah masjid ini. Pembangunan masjid ini dulunya menghabiskan dana sekitar 10.5 juta Dong atau kira kira setara dengan US$ 5700 dolar atau sekitar Rp.560 juta Rupiah. Mengingat pembangunannya di tahun 1935 itu artinya masjid ini dibangun semasa penjajahan Prancis di Vietnam. Namun kemudian di renovasi pada saat Vietnam Selatan berada di bawah kendali Amerika Serikat, pada era 1970-an.


exterior masjid Central Mosque HCMC (dari berbagai sumber)

Masjid ini merupakan salah satu dari dua belas masjid yang ada di kota HCMC. Namun demikian dari segi ukuran, The Central Mosque HCMC, merupakan masjid terbesar di HCMC. Meski dibangun oleh muslim India, kini masjid ini dibanjiri oleh muslim dari berbagai bangsa yang ada di kota HCMC termasuk muslim dari Indonesia dan Pakistan.

Lokasinya yang berada di pusat bisnis kota HCMC tak mengerankan bila masjid ini menjadi tujuan utama bagi muslim di kawasan tersebut. Tak jauh dari masjid juga berjejer beberapa rumah makan halal yang dikelola oleh muslim dari Turki, Malaysia dan India. Di depan masjid ini bahkan berjejer pedagang yang menjajakan makanan halal. Sementara beberapa restoran halal yang tadi disebut berada di seberang masjid ini termasuk rumah makan yang menawarkan makanan halal khas Vietnam.

Di dalam Masjid Central Mosque HCMC

Keseluruhan dana untuk membiayai semua aktivitas masjid ini ditanggung sendiri oleh pengurus dengan mengandalkan donasi yang masuk ke kotak amal di masjid. Termasuk di dalamnya untuk membayar tagihan listrik dan air hingga membayar gaji pegawai yang bekerja di masjid ini.

Berbahasa Melayu

Untuk muslim Indonesia ataupun Malaysia tidak terlalu bermasalah dengan bahasa saat berkunjung ke masjid ini ataupun beberapa rumah makan yang ada disekitar masjid karena pengurus masjid ini meski asli Vietnam rata rata mampu berbahasa Melayu dengan baik walaupun dalam dialek yang sedikit aneh. Apalagi ada rumah makan yang dengan jelas menuliskan nama dan menunya dalam bahasa Melayu. Di belakang masjid ini juga terdapat rumah makan halal yang menyediakan berbagai aneka makanan halal.

Suasana Idul Fitri di Masjid Central Mosque HCMC

Imam dan pengurus masjid ini menjelaskan bahwa rata rata muslim kamboja dan Vietnam bisa berbahasa Melayu karena memang mereka mempelajarai bahasa Melayu dengan alasan mempermudah urusan bisnis ataupun sebagai persiapan bagi mereka bila suatu hari akan melanjutkan pendidikan ke Malaysia ataupun ke Indonesia

Dan faktanya bahasa Melayu memang mudah untuk mereka pelajari dan menularkan kemampuan berbahasa Melayu tersebut ke kaum kerabat mereka. Adalah benar apa yang disebut dalam catatan sejarah bahwa bahasa Melayu merupakan lingua-franca di kawasan Asia Tenggara karena memang mudah dipelajari dan sudah digunakan oleh berbagai etnis di kawasan ini.

Di dalam masjid Central Mosque HCMC

Arsitektural The Central Mosque HCMC

Bangunan masjid ini dapat disebut sebagai salah satu bangunan terindah di HCMC dan merupakan salah satu masjid tertua disana. Dibangun dalam bentuk bangunan tradisional muslim India lengkap dengan menara tingginya yang ramping dan menjulang di empat sudut masjid. Bangunan utamanya dilengkapi dengan serambi dan halaman yang cukup lega.  

Menariknya tempat wudhu di masjid ini disediakan dalam bentuk kolam segi empat yang cukup besar. Masjid dengan kapasitas mencapai 350 jemaah di ruang utamanya ini tak mampu menampung jemaah di saat sholat hari raya. Suasana masjidnya cukup nyaman ditengah teriknya kota HCMC. Veranda yang teduh ditambah dengan lantai batunya yang adem memberi suasana nyaman untuk istirahat bahkan untuk tidur siang sekalipun.

Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini telah menjadi salah satu objek wisata menarik di kota HCMC. Pengurus masjid ini mempersilahkan para pengunjung non muslim sekalipun untuk datang berkunjung tapi tentu saja dengan mematuhi aturan dan tatakrama berkunjung ke masjid.***

Sabtu, 10 November 2012

Masjid Al-Noor, Hanoi – Vietnam (Bagian 2)

Masjid Al-Noor Hanoi – Vietnam

Pengurus Masjid Al-Noor - Hanoi

Pengurus masjid Al-Noor Hanoi disebut sebagai Mosque Management Committee terdiri dari lima perwakilan Kedutaan dan diketuai oleh salah satu dari mereka, seperti contoh ditahun 2001 Management Committee masjid Al-Noor terdiri dari Kedutaan Besar Mesir, Libya, Indonesia, Algeria dan Iraq. Keseluruhan kedutaan negara Islam yang ada di Hanoi akan mendapatkan giliran sebagai Management Committee ditahun yang berbeda beda.

Masjid Al-Noor saat ini adalah Imam Abdul Salam dan Mieu Abbas. Abdul Salam adalah lulusan bidang bahasa Arab dan Studi Islam di Libya, sedangkan Mieu Abbas adalah juga sarjana bidang Bahasa Arab dan Studi Islam, Islamic Call Libya tahun 2008.

Arsitektural Masjid Al-Noor Hanoi

Melihat bentuk bangunan masjid Al-Noor Hanoi ini memang tak kan menyangkan bahwa bangunan ini adalah masjid, apalagi bentuk menara nya yang memang mirip sebuah pagoda itu. Namun keraguan akan pupus dengan nama yang jelas ditulis di gerbang masjid ini. di gerbang Masjid ini ditulis namanya dalam tiga bahasa, paling atas menggunakan bahasa dan aksara Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Vietnam.

Gerbang sederhana dengan warna putih senada dengan warna pagar dan keseluruhan bangunannya. Bangunan utama masjid ini tidak telalu besar, gaya kolonial Eropa terlihat pada penggunaan pilar pilar bundar dari beton di teras depan masjid. Juga pilar pilar beton bundar di dalam masjid. Bentuk lengkung menghubungkan masing masing pilar, lengkungan juga dipakai pada bentuk jendela dan pintu kaca masjid ini.

Masjid Al-Noor Hanoi, Vietnam

Lantai masjid ini ditinggikan hingga tiga anak tangga dari permukaan tanah disekitarnya. Mihrab dan mimbar di dalam masjid ini juga dibuat sederhana. Mimbar nya berbentuk ceruk setengah lingkaran, gaya khas Mughal. Sedangkan mimbarnya hanya berupa tangga dengan tiga undakan, sedangkan keseluruhan permukaan lantai bagian dalam ditutup dengan karpet dan sajadah.

Kunjungan Wisata

Masjid Al-Noor Hanoi terbuka bagi siapa saja yang hendak berkunjung kesana baik muslim maupun non muslim, saat peribadatan berlangsung sekalipun, selama tidak mengganggu. Panduan jelas telah disiapkan di pintu masuk oleh pengurus masjid untuk memandu pengunjung terutama bagi non muslim, termasuk tata cara berpakaian, tata krama masuk ke masjid, tata krama selama berkunjung sampai meninggalkan lokasi. Pengurus masjid ini pun sangat terbuka untuk memandu dan menemani siapa saja yang berkunjung kesana.

Bagi pengunjung muslim sudah ditetapkan dengan jelas bahwa iqomah akan dikumandangkan 10 menit setelah azan, terlambat dari waktu itu sudah harus bersiap untuk masbuk atau bahkan ketinggalan sholat berjamaah di jemaah utama. Saking terbukanya, pengurus masjid ini bahkan dengan terbuka mencantumkan nomor telepon dan alamat email masing masing imamnya. Selain terbuka untuk di kontak melalui telepon maupun email, tentus saja pengurus masjid sangat terbuka untuk menerima donasi baik langsung saat berkunjung ataupun transfer rekening.***selesai***

Masjid Al-Noor, Hanoi - Vietnam (bagian 1)

Pintu Gerbang Masjid Al-Noor Hanoi – Vietnam (foto wanhassan953

Di kota Hanoi, Ibukota Vietnam bersatu paska perang antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan di era 1970-an, berdiri kokoh sebuah bangunan masjid tua bernama Masjid Al-Noor atau lebih dikenal dengan nama Masjid Hanoi / Hanoi Masjid / Hanoi Mosque, ber-alamat di 12 Hang Luoc Street, Hoan Kiem, Hanoi, Vietnam. Masjid yang berdiri di kawasan old French Quarter of Hanoi city ini, tak jauh dari Galaxy Hotel dan Dong Xuan market.

Merujuk kepada Islamicfinder, Masjid Al-Nour merupakan satu satunya masjid di kota Hanoi. Sebagai masjid satu satunya, masjid Al-Noor menjadi sentral syiar Islam di kota Hanoi. Jemaah masjid ini campur baur dari berbagai kalangan termasuk muslim ekspatriat, pegawai kantor kedutaan dan perwakilan Negara sahabat, termasuk Indonesia. Masjid Al-Noor Hanoi di bangun oleh para pedagang dari anak benua India yang berasal dari Bombai, Karachi (Pakistan), dan Kalkuta di sekitar tahun 1930-an.

Islam in Vietnam
 
Sejarah Islam di Vietnam tak bisa dilepaskan dari Sejarah Kerajaan Islam Campa yang pernah Eksis di Vietnam. Islam telah datang ke negeri Campa sejak masa Khalifah Usman Bin Affan berkuasa di Madinah, kala itu beliau mengirimkan utusannya ke Campa (kini Vietnam) dan Dinasti Tang di Cina tahun 650.
 
Namun melihat kondisi muslim di Vietnam saat ini, siapapun akan sangat sulit untuk percaya bahwa negara ini jauh sebelum menjadi negara yang kini kita kenal sebagai Vietnam merupakan sebuah negara Islam bernama Campa yang pengaruhanya begitu kental dengan sejarah Islam di Indonesia.
Lokasi Masjid Al-Noor, Hanoi

Al – Noor Masjid Mosque Hanoi
Address: 12 Hang Luoc Street
Hoan Kiem Dist, Hanoi, Vietnam

 

Migrasi besar besaran terahir muslim Vietnam ke berbagai negara terjadi tahun 1976 seiring dengan terbentuknya negara Republik Sosialis Vietnam paska perang Vietnam yang menyatukan Vietnam utara dan selatan, dan negara baru tersebut beraliran komunis menciptakan atmosfir yang tidak kondusif bagi kehidupan Islam disana. Sekitar 55,000 Muslim Campa hijrah ke Malaysia. 1,750 lainnya ke Yaman, sebagian besar menetap di Taiz.
 
Mereka yang tetap tinggal di Vietnam sempat kehilangan masjid masjid mereka yang di tutup oleh pihak yang berkuasa meski beberapa sumber menyebutkan mereka lolos dari kekejaman pemerintah komunis. Sampai tahun 1981 pemerintah memperkenankan pendatang ke negeri tersebut untuk berbicara dengan suku suku asli muslim setempat dan menunaikan sholat bersama mereka.
 
Tahun 1985 komunitas muslim di kota Ho Chi Min City (HCMC) secara khusus sangat beragam selain muslim Campa juga ada muslim Indonesia, Malaysia, Pakistan, Yaman, Oman dan muslim dari kawasan Afrika Utara dengan jumlah mencapai 10 ribu jiwa. Namun demikian, muslim Vietnam relative terkucil dari dunia Islam.
 
Keterpencilan mereka dipadu dengan rendahnya pemahaman tentang Islam membuat meningkatnya sinkretisasi keislaman mereka. Di bulan Januari 2006 sebuah masjid besar bahkan terbesar di Vietnam dibangun di kota Xuan Loc, Propinsi Dong Nai, sebagian dana pembangunan masjid tersebut atas sumbangan dari donatur yang berasal dari Saudi Arabia.


Masjid Al-Noor di kawasan kota tua Hanoi, disebelah kiri foto tampak menaranya yang tak lazim bagi sebuah menara masjid, lebih mirip sebuah pagoda dibandingkan dengan sebuah menara masjid

Demografi
 
Merujuk kepada hasil sensus penduduk bulan April tahun 1999, data pemeluk agama di Vietnam memang cukup mencengangkan, 80.8% penduduk Vietnam tidak beragama, pemeluk agama Budha yang paling tinggi hanya 9.3%, disusul Katholik 6.7%, Hoa Hao 1.5%, Cao Dai 1.1%, Protestan 0.5%, dan Islam yang paling sedikit, hanya 0.1% dari total penduduk Vietnam atau sejumlah 63,146 jiwa.
 
Dari 63,146 jiwa muslim Vietnam tersebut lebih dari 77% tinggal di wilayah selatan, 34% di Propinsi Ninh Thuan, 24% di Propinsi Binh Thuan, dan 9% di Ho Chi Minh City; sedangkan 22% lainnya tinggal di kawasan delta Sungai Mekong, terutama di Propinsi An Giang. Sisanya hanya 1% Muslim Vietnam yang tinggal di kawasan lainnya di negara tersebut.
 
Data tersebut menunjukkan perpindahan penduduk Muslim dibandingkan data tahun 1975 yang menyebutkan bahwa lebih dari setengah penduduk Muslim disana tinggal di daerah Delta Sungai Mekong. Dan data terbaru tahun 1985 disebutkan bahwa ada sekitar 10 ribu muslim yang tinggal di Kota Ho Chi Min City.
Sejarah Masjid Al-Nour Hanoi
 
Sejak dari permulaan abad ke 19 masehi, para saudagar india dan Pakistan yang berasal dari Bombai, Kalkuta dan Karachi telah mapan di beberapa kota di Vietnam utara dan selata. Di sekitar tahun 1930 jumlah mereka sudah mencapai ribuan di seluruh kawasan Indocina. Mereka membentuk perkumpulan besar dalam menjalankan usaha perdagangan terutama menjual kain dan pertukaran uang.


Teras dan bagian dalam masjid Al-Noor Hanoi 

Mereka ini yang kemudian membuka pasar di Vietnam, berdagang kain katun, sutera hingga batu permata. Toko toko dan gudang mereka berada di jalan jalan utama hampir di semua kota utama Vietnam. Di kota Hanoi mereka tinggal di sekitar “Rue De La Soie” atau Jalan Sutera yang menjadi tempat bagi mereka membeli kain sutera dari para pedangan Cina lalu mengirimnya ke India dan Singapura.
 
Kelompok pedagang muslim ini rata rata adalah para pedagang sukses yang kaya raya. Mereka yang kemudian membangun Al-Noor di kota Hanoi sekitar tahun 1930-an serta beberapa masjid lainnya di Vietnam Selatan. Kini masjid tua ini tetap ramai jemaah terutama jemaah dari kantor kantor kedutaan Malaysia, Libya, Mesir, Lebanon, Indonesia India, Algeria, Yaman, Iraq, Vietnam, Pakistan, Afghanistan and Bangladesh yang mencapai sekitar 200 jemaah berbaur dengan muslim asli setempat.***
Bersambung ke bagian 2.

Senin, 05 November 2012

Campa Negara Islam Pertama di Asia Tenggara

Perkiraan lokasi Kerajaan Islam Champa.

Kerajaan Champa atau biasa ditulis Campa meninggalkan begitu banyak jejak sejarah di Indonesia, meskipun kerajaan ini berpusat di wilayah yang kini menjadi Vietnam, namun dari sisi tinjauan sejarah, Campa merupakan kerajaan pertama yang pernah muncul di Asia Tenggara, Campa juga merupakan kerajaan Islam pertama di kawasan ini. interaksi negeri Campa dengan Nusantara sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan pertama di Indonesia yakni kerajaan Kutai di Kalimantan Timur hingga ke Sunan Gunung Jati di Cirebon yang merupakan wali terahir dari jajaran wali Sembilan di tanah jawa.
 
Perjalanan sejarah kerajaan Campa memang cukup panjang, kerajaan ini telah berdiri di abad ke 2 masehi dan baru mengalami keruntuhan secara total di awal abad ke 19. Kerajaan Campa pertama kali berdiri tahun 197 Masehi didahului dengan berdirinya kerajan Lin-yi atau Lâm Ấp (dalam bahasa Vietnam) sebagai sebuah kerajaan Hindu dengan pengaruh yang sangat besar dari India meski sangat kental dengan kepercayaan setempat.
 
Berbagai sumber sejarah menjelaskan bahwa keislaman etnis Champa ini dapat dirunut silsilahnya hingga ke ayah mertua dari Nabi Muhammad SAW, yaitu Jahsy bin Ri’ab, ayah dari Zainab binti Jahsy R.A. Muslim Champa yakin garis keturunan mereka terhubung hingga ayah mertua Rasulullah SAW, Jahsy bin Ri’ab. Hal tersebut dikaitkan dengan arus kedatangan para sahabat di Indo-Cina pada 617-618 dari Abyssinia melalui jalur laut. Ada pula sumber yang mengatakan jika masuknya Islam ke wilayah Champa karena dibawa oleh utusan Khalifah Usman bin Affan pada tahun 650 M.
 
Kejayaan Kerajaan Campa turut mewarnai sejarah negeri ini termasuk jasanya terhadap pengenalan dan penyebaran Islam di wilayah Nusantara. “Pernikahan politik antara putri putri bangsawan keraton kerajaan Campa dengan raja raja Jawa telah terjadi sejak era Singosari, Majapahit Hingga ke keraton Cirebon.
 
Peninggalan sejarah terbesar dari kerajaan Campa di Indonesia dapat dirunut  sejak awal berdirinya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai bernama lengkap Kutai Martadipura merupakan kerajaan pertama di Nusantara, berdiri di abad ke 4 masehi sebagai kerajaan Hindu  di Muara Kaman, tepian sungai Mahakam, provinsi Kalimantan Timur. Didirikan oleh Mulawarman, anak dari Aswawarman, cucu dari Kudungga. Kudungga adalah seorang pembesar dari Kerajaan Campa pada era Hindu.
 
Campa telah menjalin hubungan dengan Sriwijya di abad ke 7 ketika kota kota pelabuhan Campa mulai menjadi pusat perdagangan dunia. Dalam sejarahnya Sriwijya memang berkali kali melancarkan serangkaian serbuan ke berbagai daerah pantai Indocina sampai ahirnya kota Indrapura di tepian Sungai Mekong (kini Kamboja) menjadi wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang di abad ke 8 dan bertahan menjadi wilayah Sriwijaya, sampai kemudian berdirinya kerajaan Khmer dibawah raja Jayavarman II.
 
Campa muncul dalam sejarah Singosari di abad ke 13 Masehi. Ketika raja Kertanegara berkuasa di Singosari, tahun 1275M beliau menggagas ekspedisi militer ke tanah melayu dalam upaya penaklukan Sriwijaya dan menjalin persekutuan dengan Campa. Ekspedisi militer yang terkenal dengan nama “Ekspedisi Pamalayu” tersebut selain berhasil menghancurkan Sriwijaya, melakukan ekspansi wilayah dengan menguasai Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun (Maluku), Kertanegara juga berhasil memperluas pengaruhnya di Campa melalui perkawinan adik perempuannya dengan raja Campa.
 
Masih di abad ke 13, dalam catatan sejarah Aceh disebutkan bahwa sebagian besar penduduk dan raja kerajaan Melayu Islam Campa di Vietnam migrasi ke Aceh karena diserang oleh kerajaan China. Raja dan rakyat Campa diterima dengan baik di Kerajaan Pasai yang kemudian diperkenankan mendirikan Kerajaan Jeumpa yang beribukota di Blang  Seupeung, Kecamatan Jeumpa, Bireun, NAD. Hingga kini bekas bekas kerajaan Jeumpa masih dapat dijumpai di daerah tersebut.  Tahun 2011 lalu Sejararawan Aceh, M. Adli Abdullah bersama Stasiun TV Al-Hijrah dari Malaysia menelurusuri Jejak Keraan Campa di tanah Aceh untuk kemudian di di dokumentasikan dalam rangkaian film dokumenter.
 
Berdasarkan studi linguistik di sekitar Aceh ditemukan bahwa budaya Campa memiliki pengaruh yang sangat kuat dengan budaya setempat begitupun sebaliknya. Ditemukan indikasi penggunaan bahasa Campa Aceh sebagai bahasa utama di sepanjang pantai Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, dan Aceh Jaya.
 
Di abad ke 15 ketika majapahit dibawah kekuasaan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi, beliau menikah dengan seorang putri muslimah dari kerajaan Campa dan menjadikannya sebagai permaisuri, Putri Darawati namanya. Prabu Brawijaya V adalah penguasa terahir kerajaan Majapahit, seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Demak Bintoro oleh Raden Fatah yang tak lain adalah putra Prabu Brawijaya V sendiri dari istrinya yang berasal dari China. Makam Putri Dawawati atau lebih dikenal dengan nama Putri Campa berada di situs kerajaan Majapahit di Trowulan, Propinsi Jawa Timur.
 
Merujuk kepada timeline sejarah di situs Belanda, arcengel’s hompage, Prabu Brawijaya V adalah Kertawijaya, saudara dari Suhita, naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1447 dan kemudian masuk Islam atas pemintaan Istrinya Putri Darawati, seorang putri dari Kesultanan Campa (kini Vetnam).
 
Tahun 1680-1682 Sultan Campa mengutus duta besarnya ke Batavia sebagai perwakilan nya di tanah Jawa yang kala itu dikuasai oleh Belanda (Dutch East India Company) serta mengontrol perdagangannya dengan Malaka. Namun di tahun 1697 kerajaan Dang Trong di Vietnam bagian selatan berhasil menguasai pelabuhan Champa terahir dan sekitar lima ribuan muslim Campa mengungsi ke Kerajaan Budha Kamboja termasuk para keluarga kerajaan Campa. Hingga hari ini keturuanan mereka masih menggunakan aksara Campa dan sebagian dari mereka masih menjalankan Peribatan Islam dengan pengaruh hindu yang sangat kental.
 
Gelombang imigrasi muslim Campa ke Kamboja terjadi lagi tahun 1790. Tahun 1813 muslim Campa di Kamboja mendirikan Masjid yang begitu terkenal di Kamboja, yakni Masjid Noor Al-Ihsan di daerah Chrang Chamres, tujuh Kilometer sebelah utara Kota Phnom Pen. Masjid ini lebih dikenal dengan nama masjid KM-7. Tahun 1832 kekuatan kaisar Vietnam ahirnya mencaplok sisa sisa wilayah Campa. Sampai kemudian antara tahun 1858 dan 1867 pasukan penjajahan Prancis di Indocina menguasai bagian selatan Vietnam dan menjadikan Kamboja sebagai wilayah Protektorat Kolonial di tahun 1863.
 
Prahara politik yang menghantam Kamboja di tahun 1975-1979, pasukan Khmer Merah dibawah pimpinan Pol Pot sang jagal Indocina melakukan pembantaian luar biasa terhadap penduduknya sendiri termasuk muslim Campa di Kamboja, mengakibatkan kengerian yang tak pernah tebayangkan dalam sejarah Indocina. Selama empa tahun berkuasa Khmer Merah telah membunuh dua juta penduduk Kamboja termasuk di dalamnya sekitar 500 ribu muslim.
 
Untuk kedua kalinya Muslim Campa yang tak tahan lagi terhadap penindasan harus mengungsi ke berbagai negara tetangganya. Sebagian dari mereka mengungsi ke Laos dan menetap disana, namun lagi lagi kemudian harus mengungsi manakala rezim komunis Pathet Lao mengobarkan pemberontakan terhadap raja Laos.
 
Kisah panjang kerajaan Campa yang bermula sebagai sebuah kerajaan Hindu, Budha sampai ahirnya menjadi sebuah kerajaan Islam terbesar dalam sejarah Indocina kini tenggelam dalam garis garis batas wilayah negara negara Indocina merdeka, termasuk di dalamnya Vietnam, Kamboja dan Laos. Muslim Campa pun terdiaspora ke berbagai negara. Namun sejarah kebesaran mereka tak kan pernah sirna termakan zaman.***



Sabtu, 03 November 2012

Masjid internasional Dubai Phnom Penh – Kamboja (bagian 2)

Masjid Internasional Dubai Phnom Penh atau Masjid Nurul Ihsan

Perjalanan Sejarah Masjid Internasional Dubai Phnom Penh

Paska peristiwa berdarah yang dilancarkan oleh rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot di Kamboja tahun 1975-1979, bantuan dari berbagai negara mengalir masuk ke Kamboja termasuk dari negara negara Timur Tengah yang paling banyak berperan dalam pembangunan kembali negara tersebut dari kehancuran akibat perang. Bantuan dari negara negara Timur tengah ini terutama ditujukan kepada pembangunan kembali infrastruktur ummat Islam termasuk di dalamnya pembangunan kembali masjid masjid yang hancur ataupun yang rusak.

Salah satunya adalah pembangunan Masjid Nurul Ihsan di tepian Danau Boeng Kak di pusat kota Phnom Pen, dilakukan tahun 1990 yang lalu. Saya belum menemukan tanggal pasti, kapan masjid ini dibangun (kembali), Hampir semua sumber sumber di intenet menyebutkan bahwa pembangunan masjid ini di danai oleh sumber pendanaan dari Ke-emiran Dubai, Uni Emirat Arab.

penandatanganan kesepakatan pembangunan Masjid Nurul Ihsan Phnom Pen antara pendonor dana dari Uni Emirat Arab dan perwakilan komunitas muslim Kamboja.

Para pendonor dana pembangunan tersebut bernama Mahmoud Abdallah Kasim and Hisham Nasir (mungkin yang dimaksud adalah Sheik Eisa Bin Nasser bin Abdullatif Al-Serkal). mereka yang mendanai pembangunan masjid Nurul Ihsan ini, dan tidak itu saja mereka juga membantu memberangkatkan 30 muslim cham setiap tahun menunaikan ibadah haji, itu sebabnya masjid ini juga sering disebut sebagai Masjid internasional Dubai Phnom Penh. Sedangkan satu sumber yang lain mengatakan bahwa masjid internasional dibangun dengan sumbangan dari Saudi Arabia sebesar US$350,000.

Namun demikian informasi terahir ini sepertinya meragukan mengingat pada bulan Juni 2011 lalu dilaksanakan penandatangan nota kesepahaman antara Pemerintah Kamboja dengan Perwakilan Pemerintah Uni Emirat Arab, bagi bantuan dana untuk pembangunan ulang Masjid Nurul Ihsan di tepian danau Beung Kak. Tim dari UEA setelah meninjau masjid tersebut menyatakan bahwa kondisi masjid ini sudah terlalu lama tidak terawat, pondasinya sudah amblas, dan terancam akan roboh.

Pembongkaran dan Pembangunan Kembali Masjid Nurul Ihsan

Masjid Nurul Ihsan atau masjid Internasional Dubai Phnom Penh, Dulu dan Nanti

Disebutkan bahwa masjid Nurul Ihsan ini pertama kali dibangun tahun 1968 kemudian dilakukan perbaikan besar besaran di tahun 1990, namun dalam kurun waktu yang cukup lama masjid ini tidak mendapatkan perawatan memadai mengakibatkan kerusakan parah disana sini. Penandatangan kesepakatan pembangunan masjid ini ditandatangani oleh Usman Hasan, Presiden CMDA (Cambodia Muslim Depelovement Association) sekaligus sebagai sekretaris menteri tenaga kerja Kamboja bersama dengan Sheik Eisa Bin Nasser bin Abdullatif Al-Serkal dari Uni Emirab Arab. Dana yang dianggarkan untuk pembangunan masjid ini sebesar US$ 1 (satu) Juta Dolar Amerika.

Merujuk kepada penjelasan Usman Hasan, Sheik Eisa Bin Nasser bin Abdullatif Al-Serkal selama ini juga turut membantu syiar Islam di Kamboja termasuk memberangkatkan 30-an muslim Kamboja ber-haji setiap tahun dan membangun masjid Nurul Ihsan ini sebelumnya. Sementara imam Masjid Nurul Ihsan, San Muhammad (80 thn) menyambut baik pembangunan ulang masjid yang dipimpinnya karena memang selama ini masjid tersebut jauh dari sentuhan perawatan, bagian atapnya sudah mengalami kebocoran di berbagai tempat.

Masjid Nurul Ihsan Phnom Penh, Dulu, Kini dan Nanti

Masjid baru yang akan dibangun di lokasi ini sama sekali berbeda dengan bangunan masjid sebelumnya. Nantinya masjid baru ini dibangun dalam gaya arsitektural Turki yang menonjolkan menara menara tinggi dan kubah kubah besar di atap masjid. Tim ahli dari Uni Emirat Arab akan terlibat langsung dalam penanganan proses pembangunan maupun pendanaannya. Proses pembangunan masjid baru tersebut diperkirakan akan memakan waktu selama 18 (delapan belas) bulan. Kemungkinan besar nama masjidnya juga akan diganti menjadi Masjid Al-Serkal, sesuai dengan nama pembangunnya. Setelah selesai nanti masjid ini akan mampu menampung lebih dari 1000 (seribu) jemaah sekaligus dan akan menjadi masjid terbesar dan termegah di Kamboja.

Kontoversi Danau Boeng Kak

Seiring dengan perkembangan kota, pemerintah Kamboja dibawah kepemimpinan perdana menteri Hun Sen, sedang gencar gencarnya memoles kota Phnom Penh sebagai ibukota negara. Sebuah rencana yang tak popular dilancarkan oleh pemerintah Kamboja dengan menimbun keseluruhan Danau Boeng Kak untuk dijadikan kawasan bisnis dan pemukiman kelas atas. Kawasan reklamasi ini disewakan ke pengelola dengan hak konsesi selama 99 tahun. Sumber sumber dari media setempat menggambarkan dengan gamblang perkembangan proyek tersebut. Aksi protes dari masyarakat miskin yang sudah sekian lama tinggal di kawasan tersebut namun harus menerima kenyataan rumah rumah mereka digusur oleh pemerintah tanpa dispensasi apapun.

Danu Boeng Kak Phnom Penh dulu dan kini. lingkaran merah menandai lokasi Masjid Nurul Ihsan, yang dalam foto bawah sudah rata dengan tanah, di sisi timur danau Boeng Kak yang sudah di reklamasi seluruhnya.

Proses penimbunan danaunya pun terbilang tak lazim. Pemeritah setempat melakukan penimbunan menggunakan pasir yang disedot dari danau Tonle Sap dan Sungai Mekong, pasir sedot bercampur air tersebut di alirkan langsung menggunakan pipa ke Danau Boeng Kak. Akibatnya sudah dapat diduga, air danau Boeng Kak tumpah kemana mana mengakibatkan banjir di sekitar area tersebut. Danau alami ini berubah menjadi pemandangan aneh ketika ada beberapa kapal kayu yang teronggok di tengah lapangan pasir, rumah rumah sederhana milik penduduk yang separuhnya tenggelam dalam pasir, dan tentu saja adalah Masjid Nurul Ihsan yang sejak berdiri berada ditepian danau sontak berganti pemandangan latarnya dengan lapangan kosong hasil reklamasi. 

Gelombang protes dari para korban terus menggema hingga ke Amnesti Internasional, namun pemerintah Kamboja tetap melanjutkan proses pembangunan di kawasan tersebut. Seluruh permukaan danau kini sudah berubah menjadi kawasan siap bangun. Sebagian sudah memulai proses pembangunan termasuk pembangunan kembali Masjid Nurul Ihsan di lokasi aslinya di sisi timur (bekas) danau Boeng Kak. Nantinya di komplek masjid ini juga akan dilengkapi dengan fasilitas pendidikan dan Islamic Center. Kita tunggu saja kabar berita perkembangan pembangunan Masjid terbesar di Kamboja ini. (selesai).

Kembali ke bagian 1