Minggu, 15 April 2012

Masjid Baitul Mughni, Jakarta

Masjid Baitul Mughni

Berdiri megah di tepian jalan Gatot Subroto, Jakarta, gambar masjid ini seakan akan tercetak pada diding kaca gedung Menara Global yang terletak di sebelahnya. Posisinya yang tak terlalu jauh dengan perempatan Kuningan membuatnya sering disebut Masjid Kuningan. Masjid Baitul Mughni, Jakarta, menempati areal 6.000-an meter persegi di lokasi amat strategis di Kavling 26 Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain terdapat masjid tiga tingkat di komplek masjid ini juga berdiri megah dua gedung Sekolah Islam Al-Mughni, masing-masing lima lantai, Pusat Kajian Hadis, dan Al-Mughni Islamic Center.

Masjid Baitul Mughni merupakan wakaf dari Guru Mughni, ulama kondang Betawi tahun 1940-an, masjid tiga lantai ini kii dikepung pusat perkantoran dan sentra bisnis segitiga emas Jakarta: Gatot Subroto, Sudirman-Thamrin, dan Rasuna Said. Menara Jamsostek, Gedung Telkom, Hotel Kartika Chandra, Wisma Argo Manunggal, serta pusat bisnis Mega Kuningan mengelilingi kompleks Al-Mughni.

Lokasi dan Alamat Masjid Baitul Mughni

Masjid Baitul Mughni
Jl. Gatot Subroto Kav 26
Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan, propinsi DKI Jakarta 12930 - Indonesia





Sejarah Masjid Baitul Mughni

Sejarah Masjid Baitul Mughni dimulai sejak tahun 1901. Ketika itu Guru Mughni baru pulang dari tanah Suci, kembali ke Batavia. Ia membeli lahan dan langsung mendirikan sebuah masjid kecil berukuran 13 x 13 meter yang pada awal pendiriannya belum memilki nama. Bahan bangunannya terdiri dari batu bata pada bagian dindingnya, lantainya berubin warna merah dengan beratapkan genteng. Bentuk masjid itu adalah empat persegi dengan mihrab di depan sebagai tempat imam memimpin shalat. Meski demikian, jika dibandingkan dengan bangunan yang ada di wilayah lain saat itu, bangunan masjid ini tergolong bangunan mewah.

Dengan bertambahnya jumlah jamaah, ukuran masjid ini pun diperluas, bagian belakangnya ditambah dengan bahan bangunan dari anyaman bambu. Bagian belakang ini dimanfaatkan sebagai tempat mengaji dan bermalam bagi murid-murid Guru Mughni yang datang dari tempat tempat yang jauh. Belum ada menara masjid pada waktu itu. Baru menjelang Guru Mughni wafat dibuat menara. Setelah itu menyusul renovasi demi renovasi berikutnya. satu-satunya peninggalan masjid lamanya ya pilar masjid bekas tiang penyangga masjid di sebelah dalam.


Seolah berkaca di cermin

Sejak pertama pendiriannya, Masjid Baitul Mughni berfungsi tak hanya sebagai tempat ibadah namun juga sebagai tempat pendidikan dan penyebaran ilmu-ilmu agama, bahkan saat itu masjid ini juga sebagai pusat informasi Ru’yatul Hilal (penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal) bagi masyarakat Jakarta Selatan. Ketika itu, masjid ini melahirkan seorang tokoh ahli ilmu falak yakni K.H. Abdullah Suhaimi, yang juga menantu Guru Mughni sendiri. Ketika itu bisa dibilang masjid ini merupakan masjid rujukan bagi masjid-masjid kecil di sekitarnya. Seperti untuk menentukan kapan waktunya azan, biasanya masjid-masjid lainnya berpatokan pada masjid ini. Mereka tidak akan azan sebelum mendengar suara azan dari masjid ini.

Mengenal Guru Mughni

Guru Mughni memiliki nama lengkap Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais. Lahir sekitar tahun 1860 di Kampung Kuningan, Jakarta dan wafat pada hari Kamis, 5 Jumadil Awwal 1354H, dalam usia 70 tahun. Beliau merupakan putra bungsu pasangan H. Sanusi dan Hj. Da`iyah binti Jeran. Saudara kandungnya yang lain adalah Romli, Mahalli dan Ghozali. Keluarganya merupakan keluarga yang sangat taat dalam menjalankan ajaran agama Islam. Guru pertamanya adalah Ayah-nya sendiri, H. Sanusi. Selain mengaji kepada ayahnya, beliau dan kakak-kakaknya juga mengaji kepada H. Jabir.

Kecerdasannya membuat Ayah-nya bertekad mengirim Guru Mughni belajar ke Makkah pada usia 18 tahun, tahun 1885, beliau sempat kembali ke tanah air. Namun, karena merasa belum cukup berilmu, beliau kembali lagi Makkah unuk mengaji selama lima tahun. Keilmuannya yang mendalam, membuat beliau pernah diminta untuk mengajar di Masjidil Haram bersama ulama Makkah lainnya.

Menara Masjid tampak dari kejauhan

Di antara guru-gurunya selama di Makkah antara lain: Syekh Sa`id Al-Babsor (Mufti Makkah), Syekh Abdul Karim Al-Daghostani, Syekh Muhammad Sa`id Al-Yamani, Syekh Umar bin Abi Bakar Al-Bajnid, Syekh Muhammad Ali Al-Maliki, Syekh Achmad Al-Dimyathi, Syekh Sayyid Muhammad Hamid, Syekh Abdul Hamid Al-Qudsi, Syekh Muhammad Mahfuz Al-Teramasi, Syekh Muhammad Muktar Athorid A-Bogori, Syekh Sa`id Utsman Mufti Betawi, Syekh Muhammad Umar Syatho, Syekh Sholeh Bafadhal, Syekh Achmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi.

Setelah 14 Tahun di Makkah, beliau kembali ke Tanah Air. Dengan kapasitas ilmunya, orang datang berduyun-duyun untuk belajar dan menimba ilmu darinya. Sejak itulah beliau dikenal dengan panggilan “Guru Mughni”. Dari beberapa pernikahannya, beliau dikaruniai banyak anak. Namun walaupaun punya banyak anak, Guru Mughni sangat perhatian terhadap pembentukan kepribadian dan masa depan semua anak-anaknya. Guru Mughni memiliki visi agar anak dan keturunannya mengikuti jejaknya untuk menjadi ulama. Karenanya beliau tidak segan-segan mengirim putra-putrinya untuk bermukim dan menuntut ilmu agama di kota Makkah walau usia mereka masih muda belia.

Beliau ingin anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri namun berakhlak mulia dan memiliki ilmu yang mumpuni. Terbukti sekembalinya ke tanah air, anak-anaknya banyak yang berhasil menjadi ulama terkemuka, ulama yang mandiri, antara lain, yaitu: KH. Syahrowardi, KH. Achmad Mawardi, KH. Rochmatullah, KH. Achmad Hajar Malisi, KH. Ali Syibromalisi, KH. Achmad Zarkasyi, dan KH. Hasan Basri. 

Exterior Masjid Baitul Mughni

Selain anak-anaknya, cucu-cucunya ada yang menjadi ulama Betawi terkemuka, antara lain, yaitu KH. Abdul Rozak Ma`mun, Dr. KH. Nahrawi Abdus Salam, KH. Abdul Azim AS, KH. Abdul Mu`thi Mahfuz, dan KH. Faruq Sanusi. Selain anak dan cucunya, cicitnya pun, baik yang putri maupun putra, ada yang menjadi ulama Betawi terkemuka, salah satunya adalah Dr. KH. Lutfi Fathullah Mughni,MA yang pada masa kecilnya pernah berguru kepada salah seorang kakeknya, KH. Ali Syibromalisi.

Di halaqah atau majelis taklimnya, Guru Mughni mengajar ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadits, akhlak, dan bahasa Arab. Untuk pelajaran fiqh, beliau gunakan kitab Safinah An- Najah untuk tingkat murid dan kitab Fath Al- Mu`in untuk tingkat guru. Untuk pelajaran tauhid, beliau gunakan kitab Kifayah Al-Awam. Untuk pelajaran tafsir, beliau gunakan Tafsir Jalalain. Untuk pelajaran hadits, beliau gunakan kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim. Untuk pelajaran akhlak, beliau gunakan kitab Minhaj Al-Abidin. Untuk tata bahasa Arab, beliau gunakan kitab Alfiyah. Beliau tidak hanya mengajar, beliau juga menerjemahkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Syama`il dan disusunnya dalam satu kitab yang beliau beri judul Taudhih Al-Dala`il fi Tarjamat Hadits al-Syama`il.

Murid-muridnya yang menjadi ulama Betawi terkemuka di antaranya adalah Guru Abdul Rachman Pondok Pinang, KH. Mughni Lenteng Agung, Guru Naim Cipete, KH. Hamim Cipete, KH. Raisin Cipete, Guru Ilyas Karet, Guru Ismail atau Guru Mael Pendurenan, KH.Abdurrachim dan KH. Abdullah Suhaimi yang menjadi salah seorang guru dari Syekh. Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam Al-Indunisi.(JIS)

pada saat renovasi tahun 2012

Aktivitas masjid Baitul Mughni

Selain sebagai tempat Ibadah Masjid Baitul Mughni juga menyediakan fasilitas pendidikan dari tingkatan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah atas dengan nama sekolah Al-Mughni. Selain itu salah satu dari keturunan Guru Mughni, DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA, mendirikan sebuah lembaga kajian hadist yang diberi nama Pusat Kajian Hadist Al-Mughni lembaga ini menyediakan sebuah perpustakaan konvensional hingga perpustakaan digital khusus hadist. Berbagai kegiatan di selenggarakan oleh lembaga ini. klik untuk berkunjung ke Pusat Kajian Hadist Al-Mughni. Selain itu beliau juga mengelola sebuah situs bertajuk tanyalah al-qur’an.

Sekali dalam setahun di masjid ini diadakan acara haul Guru Mughni yang begitu ramai dihadiri oleh para jemaah dari berbagai daerah. Jemaah yang datang memadati masjid ini bahkan sudah hadir sejak sholat subuh dengan rata rata menggunakan pakaian putih. Mereka tidak lain adalah jama'ah Masjid Baitul Mughni dan para tamu undangan. Disetiap acara dihadiri tal kurang dari 1500 orang berbondong-bondong untuk ikut hadir dalam peringatan tahunan jasa-jasa ulama' betawi ini.

Setelah itu diadakan pengajian rutin bulanan yaitu Pengajian Bakhtsi wa Tahqiq, yang dihadiri oleh Alim Ulama se-DKI Jakarta. Acara ini diadakan setiap tahunnya pada bulan Rabi'ul Awwal, di panitiai oleh Pengurus Masjid Baitul Mughni dan para keturunan Keluarga besar Guru Mughni. Acara ini diadakan hanyalah sebuah tradisi mengenang jasa-jasa para Alim-Ulama di masa-masa dakwah zamannya, khususnya Guru Mughni sang Ulama Betawi yang menyebarkan Islam di Indonesia khususnya di DKI Jakarta. Acara tersebut turut dihadiri oleh para pejabat pemerintahan termasuk Gubernur DKI Jakarta Bapak Fauzi Bowo, dan da’I da’I kondanga tanah air seperti Ustadz Yusuf Mansur, beliau langsung hadir pada subuh hari, dan memberikan mau'idhahnya kepada jama'ah yang hadir.

Terlihat dari ruas jalan tol dalam kota

Pengelolaan Masjid Baitul Mughni

Kepengurusan Masjid Baitul Mughni sampai saat ini masih dilanjutkan oleh keturunan guru Mughni. Sumber dana Masjid Mughni selama ini masih menempuh cara konvensional. "Yang utama sumbangan dari jamaah, Jamaah salat dan pengajian rutin di masjid menyumbang lewat kotak amal. Saat salat Jumat, bisa terkumpul donasi minimal Rp 1 juta. Ada pula sumbangan lebih besar dari para donatur insidental dan sejauh ini, kebutuhan operasional masjid bisa tertangani.

Dengan model konvensional saja, masjid ini mampu menyediakan rumah sederhana bagi imam salat dan petugas azan, serta menggajinya secara layak. Kas masjid bahkan sering meminjami bagian pendidikan yayasan yang mengelola TK, SD, dan SMP Islam terpadu. Lebih-lebih bila dikelola secara profesional. Pengembangan unit usaha mulai disiapkan oleh pengurus masjid Baitul Mughni. di antaranya usaha simpan-pinjam, biro perjalanan, dan klinik. Kebetulan ada cicit Guru Mughni yang jadi dokter dan menjadi Kepala Puskesmas Mampang, sekalian ngabdi di yayasan.***

2 komentar:

  1. ijin share dan mengambil beberapa gambar masjid nya ya pak Jazakallah khoir

    BalasHapus
  2. Saya Bangga sekali dan kagum mendengar,bacaa,dan melihat langsung tentang riwayat Engkong uyut sya Guru Mugni dan mesjidnya yang sudah bagus jadi kebanggaan keturunannya dan orang Betawi sekarang..

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA