Senin, 02 Januari 2012

Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)

Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang.

Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di
Semarang menambah lagi khasanah arsitektural masjid masjid Indonesia dengan arsitekturalnya yang cukup unik dengan memadukan arsitektural jawa dengan arsitektural Eropa serta arsitektural masjid universal ke dalam satu bangunan masjid dengan bentuk yang begitu elok dilengkapi fitur masjid modern abad ke 21. Bentuk atap seperti atap MAJT ini mirip dengan atap Masjid Raya Al-Bantani, Banten dan atap Masjid Akbar di kawasan bekas bandara Kemayoran Jakarta Pusat, perpaduan bentuk atap yang unik tapi tak serupa juga dapat ditemui di Masjid Muammar Qaddafy, Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) merupakan masjid provinsi bagi provinsi Jawa Tengah. Keberadaan bangunan masjid ini tak lepas dari Masjid Besar Kauman Semarang. Pembangunan MAJT berawal dari kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah sekian lama tak tentu rimbanya. Hasil perjuangan banyak pihak untuk mengembalikan banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang itu ahirnya berbuah manis setelah melalui perjuangan panjang. MAJT sendiri dibangun di atas salah satu petak tanah banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang yang telah kembali tersebut.

Lokasi Masjid Agung Jawa Tengah

Jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo
Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang
Jawa Tengah - Indonesia


Sejarah Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)

Pembangunan MAJT berawal dari kembalinya lahan tanah yang merupakan banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang kepada masyarakat muslim Semarang setelah melalui perjuangan panjang sejak tahun 1980. Kembalinya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang inilah yang menjadi latar belakang sejarah pendirian Masjid Agung Jawa Tengah.

Raibnya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Kauman seluas 119,127 ha yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM tanah itu di tukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT. Sambirejo. Kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo.

Proses tukar guling tersebut tidak mulus karena tanah di Demak itu sudah tak tentu rimbanya karena sudah ada yang menjadi laut, sungai, kuburan dan lainnya. Berbagai upaya hukum yang ditempuh untuk mengembalikan tanah itu menemui jalan buntu. Dari tingkat Pengadilan Negeri hingga kasasi di Mahkama Agung, BKM Masjid Kauman selalu kalah. Hari Senin 27 Juli 1998, KHMA Sahal Mahfudh, waktu itu Ketua Umum MUI Jawa Tengah, bersama Drs. H. Ali Mufiz Ketua MUI dan dosen Fisip Undip, Dr. H. Noor Achmad, MA (Ketua Badan Koordinasi Pemuda Remaja Masjid) dan Drs. HM Chabib Toha MA sekretaris MUI Jawa Tengah mengadakan rapat tentang bandha Masjid Kauman Semarang yang hilang.

Akhirnya disepakati membentuk tim terpadu pengembaliah banda wakaf Masjid Agung Kauman Semarang yang dimotori oleh Mayjend TNI Mardiyanto selaku Pangdam IV Diponegoro dan kepala Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah (Bakortanasda) Jawa Tengah. sedangkan ketua tim terpadu dijabat oleh Kol.Bambang Sugiyarto kemudian dilanjutkan oleh Kol. Art. Slamet Prayitno yang menjabat Badan Kesbang dan Linmas Jawa Tengah.

MAJT dengan payung payungnya yang terbuka.

Bersama para tokoh masyarakat Kauman seperti KH. Turmudzi TA, KH. Hanief Ismail Lc, H. Hasan Toha Putra MBA, Ir. H. Khammad Maksum, H. Muhaimin MS, Ssos dengan dukungan wakil rakyat DPRD Jawa Tengah, akhirnya dukungan untuk mengembalikan tanah bandha masjid Kauman semakin kuat.

Akhirnya tanggal 8 Juli 2000, Tjipto Siswoyo menyerahkan sertifikat tanah seluas 69,2 ha yang
dikuasainya kepada Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Bibit Waluyo selaku Ketua Bakortanasda Jawa Tengah, yang selanjutnya diserahkan kepada Gubernur Mardiyanto.

Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah

Pada tanggal 6 juni 2001 Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah yang terdiri atas unsur Pemerintahan Propinsi, Majelis Ulama Indonesia, Masjid Besar Kauman Semarang, Departemen Agama, Departemen Pekerjaan Umum, Organisasi Kemasyarakatan Islam, Pemerintah Kota, dan Cendekiawan.

Tim ini yang kemudian lebih dikenal sebagai Panitia Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), bekerja keras menanggulangi masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan : status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan tapak dan program ruang.

MAJT.

Adalah pemilihan lahan tapak yang banyak disoroti masyarakat, karena membutuhkan luas lahan 10 hektar. Padahal tanah wakaf yang dikembalikan ke Masjid Besar Kauman Semarang terdiri atas 6 blok terpisah-pisah, dan hanya satu yang ukurannya cukup besar, mancapai 10 hektar. Lahan di Jl. Gajah yang cukup besar ini terletak sekitar 800 m dari Jl. Arteri Soekarno Hatta yang merupakan jala
n besar.

Pada bulan September 2001, Panitia berhasil menerbitkan sebuah dokumen teknis yang menjadi kerangaka acuan kerja bagi para peserta sayembara. Masjid ini diharapkan menjadi pusat pelayanan ibadah dan kemasyarakatan, sekaligus pusat pelayanan ibadah dan kemasyarakatan, sekaligus pusat pendiidkan dakwah islam ,silaturahmi dan komunikasi dunia islam selain itu masjid tersebut juga diharapkan dapat menjadi pusat inovasi pemikiran islam dan pusat pemberdayaan ekonomi umat. Lingkup pelayanan yang dikehendaki adalah Jawa Tengah, bertempat di Semarang. Karena skala ukurannya tersebut, Masjid Agung Jawa Tengah harus pula menjadi tuntunan atau landmark kota. Untuk itu bentuk masjid haruslah mengikuti perkembangan jaman sekaligus menyiratkan jiwa napas Jawa Tengah.

Proses Pembangunan MAJT

Pembangunan masjid tersebut dimulai pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto. Pemasangan tiang pancang pertama tersebut juga dihadiri oleh tujuh duta besar dari Negara-negara sahabat, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Mesir, Palestina, dan Abu Dabi. Dengan demikian mata dan perhatian dunia internasional pun mendukung dibangunnya Masjid Agung Jawa Tengah tersebut. Sebelum dilakukan pemasangan tiang pancang tersebut, dilaksanakanlah pengajian dan mujahadah oleh kiai-kiai karismatik seperti KH. Munif Zuhri dari Girikusumo, KH. Baqoh Arifin dari Kajoran, KH. Habib Luthfi dari Pekalongan dan lain-lain.

Masjid Agung Jawa Tengah.

Peresmian Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)

Akhirnya umat islam di Jawa tengah patut berbangga bahwa pada akhirnya mereka dapat memiliki masjid agung yang megah dan indah, diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas areal tanah 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi secara keseluruhan pembangunan Masjid ini menelan biaya sebesar Rp 198.692.340.000.

Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 Nopember 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah shalat jum’at untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, (Kakanwil Depag Jawa Tengah)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak para ulama, kyai, cendekiawan, dan umat Islam untuk menjadikan Masjid Agung Jawa Tengah sebagai pusat keunggulan dakwah dan siar Islam. Hal itu disampaikan Presiden dalam sambutannya ketika meresmikan Masjid Agung Jawa Tengah. Hadir pula Menteri Agama Maftuh Basyuni, Mendagri M. Ma'ruf, dan Gubernur Jateng Mardiyanto.

Presiden meresmikan Masjid Agung Jateng ini dengan menekan tombol sirine dan penandatanganan replika prasasti. Sedangkan prasati yang asli sudah dipasang secara permanen di halaman depan masuk Masjid setinggi 3,2 meter dengan berat 7,8 ton. Bahannya dari batu alam yang diambil dari lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jateng. Prasasti ini dipahat Nyoman M. Alim yang juga dipercaya membuat miniatur candi Borobudur yang ditempatkan di Minimundus Vienna, Austria, pada tahun 2001.

Masjid Agung Jawa Tengah.

Usai peresmian, Presiden beserta Ibu Negara dan rombongan terbatas mengadakan peninjauan ke dalam masjid dan melihat maket serta fasilitas yang dimiliki, dipandu Ahmad Fatani selaku desainer dari Masjid ini.

MAJT Dalam Angka

Biaya pembangunan MAJT : Rp 198.692.340.000.
Biaya pembangunan jalan tembus ke jalan Soekarno-Hatta : Rp 6,8 miliar
Lua area Masjid Agung Jawa Tengah : kurang lebih 10 hektar
Luas bangunan induk seluas 7.669 m2
Kapasitas bangunan induk : 6.000 jamaah.
Luas Pelatarannya 7.500 m2, dilengkapi 6 payung raksasa
Kapasitas pelataran masjid : 10.000 jamaah.
Kapasitas bangunan sayap kanan : 2000 jemaah
Kapasitas wisma penginapan : 23 Kamar
Tinggi menara : 99 meter

Arsitektural MAJT

Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dalam gaya arsitekrural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Diarsiteki oleh Ir. H. Ahmad Fanani dari PT. Atelier Enam Bandung yang memenangkan sayembara desain MAJT tahun 2001. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter.  

Interior MAJT.

Gaya Romawi terlihat dari bangunan 25 pilar dipelataran masjid. Pilar pilar bergaya koloseum Athena di Romawi dihiasi kaligrafi kaligrafi yang indah, menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul, di gerbang ditulis dua kalimat syahadat, pada bidang datar tertulis huruf Arab Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti“. 

Masjid Agung Jawa Tengah ini, selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, Masjid Agung ini dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas, sehingga para peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas.

Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Al Husna atau Al Husna Tower yang tingginya 99 meter. Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio Dais (Dakwah Islam). Sedangkan di lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudayaan Islam, dan di lantai 18 terdapat Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat. Lantai 19 untuk menara pandang, dilengkapi 5 teropong yang bisa melihat kota Semarang. Pada awal Ramadhan 1427 H lalu, teropong di masjid ini untuk pertama kalinya digunakan untuk melihat Rukyatul Hilal oleh Tim Rukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari Boscha.

Jalan Akses MAJT

MAJT dilengkapi dengan beberapa jalan akses. Satu jalan akses utama ke ruas Jalan Gajah Raya yang merupakan jalan akses pertama MAJT, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan jalan akses ke Jalan Soekarno Hatta sepanjang 750 meter yang dibangun sebagai persiapan peresmian MAJT oleh presiden SBY 14 November 2006 silam. Berikutnya, akan dibuat juga akses baru melalui Jl Jolotundo dan akses belakang menuju Jembatan Kartini dan jalan Citarum.

Masjid Agung Jawa Tengah.

Pendanaan Pengelolaan MAJT

MAJT merupakan salah satu mega proyek di propinsi Jawa Tengah dan membutuhkan dana tidak sedikit untuk pemeliharaannya. Pendanaan tersebut akan ditanggung dalam APBD provinsi Jateng hingga dua tahun setelah serah terima ke pengelola dan selanjutnya diharapkan MAJT sudah mampu membiayai operasionalnya sendiri dari sumber dana mandiri dari hasil pengelolaan fasilitas yang dimilikinya seperti pemanfaatan convention hall, wisma penginapan, menara pandang, serta fasilitas lain yang dimiliki MAJT, dapat digali sumber-sumber pendapatan itu. mulai 2008, MAJT tidak akan mengganggu lagi APBD. Bahkan, mulai 2008 mampu menyantuni masjid-masjid lain.

Susunan Pengurus MASA BAKTI 2009 - 2012
                       
Pembina : H. Mardiyanto, H. Bibit Waluyo dan H. Masyhudi           
9 orang dewan penasihat diketuai oleh H. M.A Sahal Mahfudz       
8 orang dewan pengawas diketuai oleh KH. Masruri Mughni

Pengelola MAJT terdiri dari :

Ketua : Drs. H. Ali Mufiz, ditambah dengan MPA,
Wakil ketua I : Dr. H. Noor Achmad, MA
Wakil Ketua II : Prof. DR. H. Ali Mansur, SH. M.Hum
Sekretaris : Drs. H. Agus Fathuddin Yusuf
Wakil Sekretaris : Drs. Muchsin Jamil
Bendahara : Hj. Gatyt Sari Chotijah, SH
Wakil Bendahara : Hj. Sofiana Subarakah

Pengelolaan MAJT dilengkapi dengan beberapa bidang yaitu : 

Bidang Ketakmiran : Prof. DR. H. Muhtarom. HM,
Sub Bidang peribadatan : KH. Ubaidillah Shodaqoh,
Sub Bidang Pendidikan, dakwah & Wanita : Drs. KH. Ahmad Hadlor Ikhsan,
Sub Budang Kemasyarakatan : Drs. H. Rozihan, SH,
Sub Budang PHBI : Muhaimin, S.Sos,
Bidang Usaha : Ir. h. Khamad Ma'sumah,
Sub Bidang Kerjasama : Kukrit Suryo Wicaksono, MBA
Sub Bidang Aset : Ir. H. Djatmiko Waluyono,
Sub Bidang umum dan Ketertiban : Drs. Kombes Pol. H. Chasanan, SH, MBA, dan
Sub Budang Humas : Drs. H. Abdul Wahid, SH

MAJT memiliki 4 orang Imam Besar yang kesemuanya adalah hafiz Al-qur’an dengan gaya bacaan ala Masjidil Haram Makkah Almukarramah, yaitu (1) KH Ulil Abshar Alhafidz dari Jepara (2). KH Zaenuri Ahmad Alhafidz dari Salatiga (3). KH Ahmad Thoha Alhafidz dari Pekalongan, dan (4). KH Muhaimin Alhafidz dari Semarang.

Fasilitas MAJT

Luas tanah kompleks MAJT 10 hektar, Luas bangunan MAJT 7,669 m2, kran wudhu pria 93 wanita 56, kran gedung sayap kanan 50 buah, gedung sayap kiri 20 buah, jumlah total 219 kran, urinoir VIP 14, urinoir umum 16, WC pria 8 buah wanita 8 buah, kamar mandi pria 6 buah wanita 6 buah, washtafel 4 pria 4 wanita, 1 ruang imam, 1 ruang transit, 1 kantor sekretariat MAJT, 1 ruang sidang dan Parkir VIP kapasitas 6 mobil
                         
Menara Asma Al-Husna Setinggi 99 Meter terdiri dari : lantai 1 untuk Studio Radio DAIS MAJT, lantai 2 untuk museum Perkembangan Islam Jawa Tengah, Lantai 18 rumah makan berputar, lantai 19 Gardu pandang kota Semarang dan lantai 19 Tempat rukyat al-hilal.

Pusat penampungan pedagang : Souvenir shop, Sebanyak 70 kios, Pedagang makanan, Toilet Umum 2 buah untuk wanita dan 2 buah untuk pria.

Ruang perkantoran, Luas total 2100 m2, Jumlah perkantoran 19 unit, Hall 200 m2, Fasilitas lain berupa AC, Telepon Telkom, Listrik PLN / Genset

Ruang perpustakaan : Luas 1650 m2, Counter desk 1 buah, Toilet 1 buah di lantai 1 dan 1 buah di lantai 2, Ruangan perpustakaan yang mempunyai fasilitas AC sebanyak 2 buah.

Area parkir, Bus 30 buah, Kapasitas mobil 680 buah, Sepeda motor 670 buah.

Pertamanan : Luas 48.500 m2, Sektor pintu gerbang, Sektor Selatan Convention Hall, Sektor Sebelah utara perpustakaan, Sektor Belakang Masjid, Sektor Timur Rumah Kyai

Listrik : Kebutuhan daya listrik 685 KVA, Konsumsi listrik perbulan Rp. 30.000.000, Listrik yang sekarang sudah ada 105 KVA, Biaya listrik sekarang Rp. 14.000.000,-

Fasilitas Water Supply : Sumur 1 buah, Tower dengan kapasitas 25 m3, Tinggi tower 30 m, Pompa air 1 buah berkekuatan 3 HP / PK.

Dilengkapi 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi, Tinggi masing masing payung elektrik adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung elektrik dibuka setiap shalat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha dengan catatan kondisi angin tidak melebihi 200 knot, namun jika pengunjung ada yang ingin melihat proses mengembangnya payung tersebut bisa menghubungi pengurus masjid.

MAJT memiliki koleksi Al Quran raksasa berukuran 145 x 95 cm². Ditulis tangan oleh Drs. Khyatudin, dari Pondok Pesantren Al-Asyariyyah, Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo. Lokasi berada di dalam ruang utama tempat shalat.

Beduk raksasa berukuran panjang 310 cm, diameter 220 cm. Merupakan replika beduk Pendowo Purworejo. Dibuat oleh para santri pondok pesantren Alfalah, Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, asuhan KH Ahmad Sobri, menggunakan kulit lembu Australia.

Tongkat khatib MAJT merupakan tongkat pemberian Sultan Hasanal Bolkiah dari Brunei Darusalam.*** 

1 komentar:

  1. jazakmullah atas infonya.. insya Allah bermanfaat. mari berkunjung ke MA-JT.

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA