Minggu, 30 Oktober 2011

Masjid Hassan II –Casablanca, Maroko

Masjid Hasan II dilihat dari arah Samudera Atlantik.

Tentang Maroko

Maroko, Kerajaan Islam di ujung utara benua Afrika, beribukota di kota Rabat,  beseberangan dengan kerajaan Spanyol di benua Eropa bagian selatan terpisah oleh selat Gibraltar. Maroko memiliki pertalian sejarah yang sangat erat dengan Kerajaan Spanyol, Gibraltar dan keseluruhan semenanjung Iberia. Dan sejarah itu tak lepas dari nama Panglima Tariq Ibnu Ziyad, panglima perang Islam dari Maroko yang begitu melegenda, mengukir sejarah keemasan Islam menaklukkan wilayah Andalusia (meliputi Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) di tahun 711 Masehi bertepatan tahun 97 Hijriah, atas perintah dari Musa Bin Nushair, gubernur Maroko ketika itu.

Nama panglima Tariq Ibnu Ziyad diabadaikan menjadi nama gunung batu tempatnya berlabuh ketika pertama kali mendarat di benua Eropa, Jabal Tariq (Gunung Tariq), lidah orang eropa yang tak pandai menyebut Jabal Tarik, kemudian menjadikan semenanjung itu bernama Gibraltar hingga kini.

Jalan Sukarno di pusat kota Rabat
Kerajaan Maroko juga memiliki kedekatan tersendiri dengan Indonesia, Indonesia menjadi salah satu negara yang secara aktif melalui jalur diplomasi memperjuangkan kemerdekaan Maroko dari Jajahan Prancis. Salah satu ruas jalan di Maroko diberi nama Rue Sukarno (Jalan Sukarno), sebagai bentuk penghormatan bagi Bung Karno. Nama jalan tersebut diresmikan sendiri oleh Bung Karno bersama Raja Muhammad V saat kunjungan beliau ke Maroko pada 2 Mei 1960. Sebagai bentuk persahabatan dua bangsa, di Jakarta pun kita temui ruas jalan dengan nama Jalan Casablanca.

Dalam kunjungan Bung Karno ke Maroko tersebut, Raja Muhammad V juga memberi hadiah istimewa bagi Bung Karno dan Rakyat Indonesia berupa fasilitas bebas visa bagi warga negara Indonesia yang hendak berkunjung ke Maroko. Sayangnya jarak antara Indonesia dengan Maroko yang terpisah begitu jauh membuat negeri Seribu benteng di Magribi ini tidak begitu populer bagi para pelancong Indonesia. Begitu jauhnya Maroko dari Indonesia sampai sampai keluar istilah baru untuk menyebut begitu luasnya dunia Islam dengan sebutan “dari Maroko sampai ke Merauke”. Selain dari itu di kota Kenitra - Maroko ada Masjid (Bernama) Indonesia, sebagai bentuk penghargaan Kerajaan Maroko kepada pemerintah dan rakyat Indonesia.

Presiden Sukarno bersama Raja  MUhammad V di kota Rabat 2 Mei 1951.

Maroko beribukota di Rabat meskipun kebanyakan orang lebih mengenal Maroko dengan kota Casablanca – nya yang merupakan kota perdagangan terbesar di Maroko. Di Casablanca berdiri sebuah bangunan masjid yang begitu istimewa karena dibangun di laut dan menjadi salah satu masjid terbesar di dunia dan masih memegang rekor sebagai masjid bermenara tertinggi di dunia, masjid tersebut adalah Masjid Hassan II.

Lokasi dan Alamat Masjid Hassan II

Boulevard Sidi Mohamed ben Abdallah, Casablanca, Maroko
Telepon : +212 22206265 ‎
Koordinat giografi : 33°3626.4N 7°3757.2W
Rute kendaraan umum : Bus No 15 dari Pl Oued al-Makhazine DH3.50


Masjid Terapung Terbesar di dunia

Masjid Hassan II berada di kota Casablanca, Maroko. Diklaim sebagai masjid terbesar ketiga di dunia setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dan Masjid Hassan II ini merupakan salah satu dari 48 ribu bangunan masjid di Maroko dari total penduduknya yang hanya 35 juta jiwa. Masjid Hassan II dibangun pada tahun 1986-1993 untuk memperingati ulang tahun mendiang Raja Maroko Hassan II.

Sebagai pembanding, Italia yang merupakan negara Katholik berpenduduk 60 juta jiwa hanya memiliki 26 ribu tempat ibadah. Perbandingannya adalah disediakan 1 masjid bagi setiap 730 orang di Maroko. sedangkan di Italia satu tempat ibadah diperuntukkan bagi 2400 orang.

Masjid Hasan II dengan pelatarannya yang kinclong.

Masjid Hassan II dibangun menjorok ke samudra Atlantaik membuatnya terlihat seakan akan berada di tengah laut layaknya sebuah masjid yang benar benar terapung. Tak salah bila kemudian masjid ini mendapat julukan sebagai masjid terapung terbesar di dunia. Masjid megah ini kini menjadi penanda kota Casablanca. Dari arah Samudera Atlantik bangunan masjid ini mendominasi pemandangan kota Casablanca.

Masjid dengan menara tertinggi di dunia

Dirancang oleh seorang arsitek Prancis Michel Pinseau dan dibangun oleh Bouygues. Masjid ini berdiri megah dan terlihat begitu anggun dari Samudera Atlantaik. Dengan lantai kaca yang dapat menampung hingga 25 ribu jemaah. Ditambah lagi dengan pelataran yang mampu menampung 80 ribu jemaah. Tak hanya itu masjid ini juga dilengkapi dengan menara khas tradisional Maroko setinggi 210 meter (689 ft), menjadikan menara masjid sebagai menara masjid tertinggi di dunia. Menaranya yang begitu tinggi ini terlihat hampir dari segala sudut kota Casablanca baik siang ataupun malam hari dengan sistem pencahayaannya yang menggunakan tata lampu sinar laser.

Interior Masjid Sultan Hasan II.

Penggunaan Teknologi Tinggi

Teknologi tinggi di aplikasikan di masjid megah ini dengan memanfaatkan teknologi cahaya laser untuk pencahayaan dan memberikan keindahan tersendiri dimalam hari, penggunaan pemanas lantai untuk mengontrol temperatur ruangan masjid melalui lantainya ketika suhu dingin, penggunaan pintu elektrik, rancangan atap yang bisa di buka tutup dengan teknologi mutakhir dan beberapa bagian lantai masjid menggunakan kaca tebal sehingga memungkinkan jemaah melihat samudera Atlantik yang menyapu bebatuan di bawah masjid.

Selain itu masjid ini juga secara keseluruhan berukuran sangat besar dengan dekorasi interior ruang sholat yang mengagumkan, dengan ukiran tangan para pengukir yang memang profesional di bidangnya ditambah dengan dekorasi hasil cetakan semen. Sebuah tim besar para maestro pengukir di pekerjakan khusus menangani proyek pembangunan masjid ini. Bahan bahan terpilih berupa kayu kayu cedar dari kawasan Atlas, batu pualam dari pegunungan Agadir dan batuan granit dari Tafroute.

Masjid Hasan II ditepian Samudera Atlantik di kota Casablanca.

Lebih dari 6000 seniman maroko dipekerjakan pada proyek pembangunan masjid ini sejak dari awal pembangunannya. Dengan biaya proyek mencapai setengah milyar dolar dan sebagian besar dari dana pembangunan tersebut merupakan sumbangan dari rakyat Maroko sendiri. Masjid ini kini menjadi sebuah bangunan yang sangat membanggakan bagi warga Maroko terutama warga kota Casablanca.

Terbuka bagi pengunjung non muslim

Masjid Hassan II menjadi masjid modern paling baru yang membuka diri bagi kunjungan dari kalangan non muslim dengan beberapa persyaratan yang harus dipatuhi termasuk untuk menggunakan pakaian sopan, harus ditemani oleh pemandu untuk dapat masuk ke dalam area masjid dan tentu saja harus melepas alas kaki.

Masjid Hasan II merupakan masjid "terapung" terbesar didunia dan juga masjid dengan menara tertinggi di dunia.

Pemandu wisata di masjid ini menggunakan beberapa bahasa pengantar selain bahasa Arab juga menggunakan basa Prancis, Inggris, Jerman dan Spanyol. Pengunjung non muslim juga diperkenankan untuk berkunjung hingga ke ruang sholat utama, ruang wudhu dan hammam (kolam pemandian di lantai dasar masjid). 

Meskipun masjid ini dapat dicapai dengan berjalan kaki selama ± 20 menit dari stasiun kereta Casa Port, namun beberapa laporan lebih menyarankan warga asing untuk menggunakan taksi dari pusat kota atau bis umum No 15 dari kawasan Pl Oued al-Makhazine.***

Masjid Agung Sumenep, Pulau Madura – Jawa Timur

Masjid Agung Sumenep dengan  gapuranya yang melegenda.

Masjid Agung Sumenep, dulunya disebut masjid Jami’ Sumenep, berada di tengah tengah kota Sumenep, menghadap ke taman Kota, dengan gerbang besar yang unik, pintu kayu kuno, berdiri kokoh menghadap matahari terbit. Masjid yang sudah berusia ratusan tahun masih berdiri kokoh, menjalankan fungsingya dengan baik dan menjadi salah satu penanda kota Sumenep.

Tentang Sumenep - Madura

Sumenep merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur, Lokasinya berada di ujung timur pulau Madura. Kabupaten Sumenep memiliki luas wilayah 2.093,45 km² dan populasi ±1 juta jiwa. Beribukota kota di Kota Sumenep. Kabupaten Sumenep selain terdiri wilayah daratan di pulau Madura juga terdiri dari berbagai pulau di Laut Jawa, keseluruhan pulaunya berjumlah 126 pulau.

Peta wisata kabupaten SUmenep klik untuk memperbesar
Sejarah Sumenep dimulai sejak dilantiknya Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama Kadipaten Sumenep dibawah kekuasaan Kertanagara dari kerajaan Singosari pada tanggal 31 Oktober 1269. Arya Wiraraja merupakan sosok dibalik jatuh bangunnya beberapa kerajaan di tanah jawa termasuk Singosari, Gelang Gelang, Kediri dan Sumenep sebelum kemudian mendirikan kerajaan Majapahit bersama dengan Raden Wijaya.

Sejak dilantiknya Arya Wiraraja sebagai adipati pertama Sumenep, ada 35 Adipati yang telah memimpin kerajaan Sumenep. Dan di era NKRI  ini telah dipimpin oleh 14 Bupati yang pernah memerintah Kabupaten Sumenep. Tanggal 31 Oktober kemudian diperingati setiap tahun sebagai hari jadi kabupaten Sumenep.  

Islam di Sumenep

Merujuk kepada mediamadura.wordpress.com, penyebar  agama Islam di Sumenep adalah Syayyid Ahmadul Baidhawi atau yang dikenal dengan Pangeran Katandur sekitar pemerintahan Pangeran Lor dan Pangeran Wetan atau sekitar tahun 1550-an. Jauh sebelumnya atau sekitar tahun 1400-an ada juga ulama penyebar agama Islam yang bernama Raden Bindara Dwiryopodho dikenal dengan nama Sunan Paddusan, namun menurut cerita para pengamat sejarah masih ada penyiar agama Islam yang lebih awal di Sumenep, yakni sekitar pemerintahan Panembahan Joharsari  (Adipati Sumenep kelima, memerintah 1319-1331). Masih menurut sumber yang sama, Panebahan Joharsari merupakan Raja Sumenep pertama yang memeluk Islam. (lihat bagan hubungan antara Pangeran Katandur dengan Adipati Sumenep).

Masjid Agung Sumenep dipotret antara tahun 1890-1917.

Namun bila merunut perjalanan Islam di Sumenep, ada jeda waktu cukup lama antara masa pemerintahan Panebahan Joharsari (Adipati Sumenep ke lima, 1319-1331) hingga berdirinya masjid Laju di masa pemerintahan Pangeran Anggadipa (Adipati Sumenep ke 21, 1626-1644 M). apakah di kurun waktu tersebut belum ada masjid ? atau pelaksanaan ibadah sholat berjamaah dilaksanakan di kraton ?. Wallohua’lam bisshawab.

Masjid Agung Sumenep - Madura

Berdiri menghadap alun alun kota Sumenep Masjid Agung Sumenep yang dulunya disebut masjid Jami, menjadi salah satu penanda kota Sumenep. Usianya yang sudah ratusan tahun namun masih berdiri megah menjadikannya sebagai salah satu warisan sejarah masa lalu sekaligus memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga Sumenep.

Secara administrative Masjid Agung Sumenep masuk dalam desa Bangselok, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Masjid ini seluas 100m x 100m dilengkapi dengan bangunan sekretariat, bangunan pesanggrahan kiri dan kanan, bangunan toilet dan tempat wudhu serta tempat parkir.


Sejarah Masjid Agung Sumenep - Madura

Masjid Agung Sumenep dibangun setelah selesainya pembangunan Kraton Sumenep, pembangunan masjid ini digagas oleh Adipati Sumenep ke 31, Pangeran Natakusuma I alias Panembahan Somala (berkuasa tahun 1762-1811 M). Adipati yang memiliki nama asli Aria Asirudin Natakusuma ini, sengaja mendirikan masjid yang lebih besar, untuk menampung jemaah yang semakin bertambah. Bangunan masjid yang ada saat itu dikenal dengan nama Masjid Laju, dibangun oleh adipati Sumenep ke 21 Pangeran Anggadipa (berkuasa tahun 1626-1644 M) sudah tak lagi memadai kapasitasnya untuk menampung jemaah.

Pembangunan masjid Agung Sumenep di arsiteki oleh Lauw Piango, arsitek yang sama yang menangani pembangunan kraton Sumenep. Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing yang merupakan satu dari enam orang China yang mula-mula datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akibat adanya perang yang disebut ‘Huru-hara Tionghwa’ (1740 M). proses pembangunan masjid dimulai tahun 1198 H (1779M) dan keseluruhan proses pembangunannya selesai pada tahun 1206H (1787M). Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya sebagai berikut;

“Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid ini wakaf, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dijual, dan tidak boleh dirusak.”

Masjid Agung Sumenep.

Arsitektural Masjid Agung Sumenep - Madura

Arsitektural masjid Agung Sumenep sepertinya memang sengaja dirancang oleh Arsiteknya waktu itu dengan menggabungkan berbagai unsur budaya. Arsiteknya yang ber-etnis Tionghoa turut menorehkan unsur budaya China pada seni bina bangunan masjid ini. Seni Arab, Persia, Jawa, India dan China menjadi satu kesatuan utuh pada bangunan masjid Agung Sumenep ini.

Bangunan utama masjid di tutup dengan atap limas bersusun. Atap limas bersusun atau berundak, susunan atap seperti ini selain merupakan ciri khas bangunan di tanah jawa yang menggunakan atap joglo tapi juga merupakan bentuk atap yang banyak dipakai pada bangunan klenteng yang biasa menggunakan atap bersusun. Di ujung tertinggi atap bangunan dipasang mastaka berbentuk tiga bulatan.

Interior Masjid Agung Sumenep.

Gerbang utama yang dibangun di masjid ini banyak di pakai di bangunan bangunan penting negeri China dan India, di dua negeri itu bangunan gerbang tidak semata mata sebagai pintu masuk utama tapi juga merupakan pos penjagaan. Bangunan ini cukup besar dan megah, dengan ruangan di atasnya, bisa jadi pada jamannya ruang ini merupakan tempat menyimpan beduk dan kentongan serta tempat muazin mengumandangkan azan. Sehingga wajar bila kemudian ruang di atas gerbang ini yang difungsikan layaknya menara. Gerbang masjid Agung Sumenep ini benar benar menyita perhatian karena bentuknya yang begitu besar dan megah. Jangan lupa bahwa masjid masjid awal di tanah air memang tidak dilengkapi dengan menara.

Ukiran jawa dalam pengaruh berbagai budaya menghiasai 10 jendela dan 9 pintu besarnya. Bila diperhatikan dengan seksama, ukiran ukiran yang ada di pintu utama masjid ini sangat kental pengarus budaya China, dengan penggunaan warna warna cerah. Ukiran dengan nada yang serupa akan banyak di jumpai di daerah Palembang yang seni arsitekturalnya juga dipengaruhi cukup kuat oleh budaya China. Disamping pintu depan mesjid sumenep terdapat jam duduk ukuran besar bermerk Jonghans, diatas pintu tersebut terdapat prasasti beraksara arab dan jawa.

Mimbar dan Mihrab Masjid Agung Sumenep.

Sentuhan budaya China terasa lebih kental pada mihrab masjid. Uniknya masjid ini memiliki dua mimbar disisi kiri dan kanan mihrabnya. Hiasan keramik porselen warna biru cerah dengan corak floral mendominasi dua mimbar dan mihrab di masjid ini. Dilihat dari coraknya kemungkinan besar keramik porselen tersebut di import dari daratan China. Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan masyarakat Jawa. Kubah berbentuk tajuk juga merupakan kekayaan alami pada desain masyarakat Jawa.

Sekitar tahun 90-an masjid ini mengalami pengembangan, dengan renovasi pada pelataran depan, kanan dan kirinya, dengan sama sekali tidak mengubah bangunan aslinya.  Didalam mesjid terdapat 13 pilar yang begitu besar yang mengartikan rukun solat. Bagian luar terdapat 20 pilar. Dan 2 tempat khotbah yang begitu indah dan diatas tempat Khotbah tersebut terdapat sebuah pedang yang berasal dari Irak. Awalnya pedang tersebut terdapat 2 buah namun salah satunya hilang dan tidak pernah kembali.***

Senin, 17 Oktober 2011

Masjid Jami’ Cheraman, Masjid Pertama di India

Masjid Cheraman Kerala, masjid pertama dan tertua di India.

Saksi Peristiwa Bulan Terbelah Menjadi Dua

Bila anda ketikkan kata kunci “moon split” atau “bulan terbelah” di kolom pencarian internet, anda akan disuguhi begitu banyak artikel berikut foto tentang bulan yang pernah terbelah. Foto paling populer yang akan muncul adalah foto hitam putih permukaan bulan hasil jepretan lembaga antariksa nasional Amerika yang menunjukkan guratan bulan atau lunar rille. Foto yang oleh begitu banyak penulis di internet kemudian dikaitkan dengan salah satu Mukjizat Rosullullah S.A.W. yang mampu membelah bulan menjadi dua sebagaimana dijelaskan dalam hadist. 

Namun artikel ini tidak untuk membahas tentang lunar rille, tapi tentang sebuah masjid tua di India yang namanya diambil dari salah satu Raja India pertama yang (menurut hikayat) masuk Islam setelah menjadi saksi dari salah satu mukjizat Rosulullah tersebut. Atau setidaknya cerita tentang mukjizat Rosulullah tersebutlah yang menjadi sebab musabab beliau masuk Islam. Mukjizat itu juga yang menjadi permulaan masuk dan berkembangnya Islam di India hingga hari ini.

Masjid Cheraman tahun 1958 
Raja India itu bernama Raja Cheraman perumal atau Chakrawati Farmas atau Rama Varma Kulashekhara dan setelah memeluk Islam berganti nama menjadi Tajudin. Nama beliau kemudian di abadikan oleh para sahabat nya menjadi nama masjid yang pertama kali dibangun di anak benua India, masjid yang masih berdiri dan digunakan hingga kini oleh muslim India. Masyarakat setempat menyebut masjid itu dengan nama Cheraman Juma Masjid, masjid tua yang dibangun oleh Malik Bin Dinar di tahun 629M, memenuhi permintaan terahir sang raja sebelum beliau wafat, di perjalanan pulang dari Mekah Almukarromah ke India.

Lokasi dan Alamat Masjid Cheraman

Masjid Jami’ Cheraman berada di desa Methala, kota Kodungallur, provinsi Kerala, India. Lokasi masjid ini berada sekitar 2 kilometer dari pusat kota Kodungallur. Lebih kurang 20 kilometer stasiun kereta Irinjalakuda. 



Sejarah Masjid Cheraman

Sejak zaman kuno hubungan dagang antara Arab dan Anak Benua India sudah terjalin dengan baik. Bahkan sebelum Islam menyentuh India. Pedadang pedangan Arab mengunjungi wilayah Malabar, yang merupakan titik hubung utama antara asia selatan dan asia tenggara.

Plakat pembangunan masjid 
Islam masuk ke India dibawa oleh para pedagang dari tanah Arab, yang tiba di India untuk berdagang sekaligus mensyiarkan Islam. Beberapa orang India yang tinggal di wilayah pantai Kerala kemudian menerima Islam sebagi agama mereka. Adalah Raja Rama Varma Kulashekhara atau Cheraman perumal atau Chakrawati Farmas disebut sebut  sebagai orang India pertama yang memeluk Islam.

Diceritakan bahwa Rama Varma Kulashekhara yang kemudian menjadi penguasa di Chera, pada suatu malam sedang menikmati indahnya bulan purnama bersama permaisuri di lantai atas istananya tiba tiba terheran heran dengan kejadian terbelah dua-nya bulan purnama yang sedang dilihatnya. Kejadian luar biasa tersebut begitu menggodanya hingga berusaha mencari tahu apa gerangan yang sedang terjadi. Sampai kemudian beliau mendapat informasi dari pedagang pedagang Muslim Arab bahwa kejadian tersebut adalah salah satu dari Mukjizat Nabi Muhammad S.A.W. Rosul utusan Allah yang membawa Islam sebagai agama terahir. Segera setelah tahu akan hal itu beliau berangkat ke Mekah.

Rama Varma Kulashekhara melafalkan dua kalimat syahadah dibimbing oleh Rosullullah, disaksikan oleh sahabat Rosul, Abu Bakar Sidik. Rama Varma Kulashekhara atau Chakrawati Farmas kemudian berganti nama menjadi Tajudin. Kisah masuk Islamnya Cheraman perumal ini terekam dalam manuskrip tua di perpustakaan India dengan nomor referensi dalam hurup arab 2607, 152-173 yang kemudian di kutip oleh penulis M. Hamidullah dalam bukunya Muhammad Rasullah.

Mimbar dan Mihrab Masjid Cheraman
Dalam perjalanannya kembali ke India beliau wafat di Salalah di wilayah kesultanan Oman. Menjelang wafatnya beliau memberikan mandat kepada beberapa sahabat arab-nya untuk meneruskan perjalanan ke kerajaan nya di India dan mensyiarkan Islam disana. Almarhum Rama Varma Kulashekhara atau Cheraman perumal atau Chakrawati Farmas atau Tajudin kemudian dimakamkan di Salalah, Oman, Makam beliau ramai diziarahi hingga kini dan dikenal sebagai “makamnya Raja India”.

Segera setelah itu kelompok muslim Arab dibawah pimpinan Malik Bin Deenar dan Malik bin Habib tiba di Kerala utara, dan membangun Masjid Jami Cheraman di Kodungalloor, tahun pembangunan masjid ini diperkirakan sekitar tahun 629M. Menjadikannya sebagai masjid pertama di India, dan menjadi masjid kedua yang digunakan untuk ibadah sholat Jum’at setelah Masjid Nabi di Madinah Al-Munawaroh.

Menurut sumber di outlookindia, meski tak ada sepotongpun prasasti yang menerangkan tahun pembangunan masjid ini, namun hasil uji karbon terhadap kusen asli masjid ini membuktikan bahwa usia masjid ini memang sudah lebih dari seribu tahun.

Lampu antik di Masjid Cheraman 
Masjid kuno ini memiliki sebuah lampu minyak yang sudah sangat tua dan dipercaya sudah berumur lebih dari seribu tahun namun masih berfungsi dengan baik dan tetap menyala hingga kini. Pengunjung dari berbagai kalangan termasuk pengunjung non Islam pun diperkenankan berkunjung dan menambahkan minyak di lampu ini sebagai sebuah pemberian. Masjid ini menjadi salah satu dari sedikit masjid yang memperkenankan pemeluk lintas agama untuk berkunjung. Beberapa tahun terahir masjid ini bahkan juga dipakai untuk upacara vidyarambham sebuah ritual hindu untuk menandai permulaan belajar bagi kanak kanak.

Arsitektur

Masjid Jami’ Cheraman dibangun dengan gaya tradisional Hindu, menggunakan lampu minyak berbahan kuningan. Mimbar berukir masjid ini dibuat dari kayu mawar, tempat khatib menyampaikan khutbah di hari Jum’at. Sementara sebatang balok marmer di dalam masjid ini dipercaya dibawa langsung dari Mekah.

Bangunan yang kini berdiri merupakan hasil renovasi terahir tahun 1984, bentuk bangunan lama bertahan hingga tahun 1958 seperti dalam photo dalam bentuk bangunan sederhana dengan denah yang serupa dengan bangunan saat ini. interior bangunan asli masih dipertahankan keasliannya hingga kini termasuk lampu antik, mimbar dan mihrab masjid hingga kusen jendela dan pintu serta beberapa pernik pernik lainnya.


Kunjungan Presiden India, Abdul Kalam ke masjid Cheraman
Pengurus Masjid

Kepengurusan masjid dipilih dalam periode dua tahun sekali. Jemaah masjid ini tercatat sekitar 1500 kepala keluarga atau sekitar 10ribu jiwa. Pemilihan kepengurusan masjid ini diselenggarakan oleh jemah dewasa untuk memilih diantara para jemaah yang terpercaya untuk menjadi pengurus masjid.

Kunjungan dari berbagai pihak

Masjid Cheraman ini telah lama menarik perhatian tokoh tokoh masyarakat India termasuk Presiden India yang pernah berkunjung ke masjid ini. Presiden India ke 12 Abdul Kalam pernah menyempatkan diri berkunjung ke masjid ini pada tanggal 29 Juli 2005. Demikian juga dengan beberapa pejabat pejabat pemerintah India.***

Minggu, 16 Oktober 2011

Masjid & Islamic Centre Malta

Masjid & Islamic Centre Malta di Kota. 

MALTA, negara yang mungkin bagi banyak orang Indonesia terdengar asing ditelinga. Republik Malta adalah sebuah negara pulau di laut mediterania. Laut mediterania sendiri merupakan laut yang berada diantara benua Eropa dan benua Afrika, Malta menjadi salah satu Negara terkecil di dunia dengan luas daratan keseluruhan tiga pulaunya itu hanya 246km2. Bandingkan dengan luas Kota Ternate (250km2) Ibukota Maluku Utara. Dan Kota Tarakan (250km2) di Kalimantan Timur.

Malta merupakan salah satu Negara paling Katholik di dunia. Namun begitu, di Negara pulau ini telah berdiri satu bangunan Masjid & Islamic Centre yang cukup megah di kota Paola. Itu sebabnya masjid ini disebut Masjid Paola meskipun nama resminya adalah Masjid Mariam Al Batool. Selain bangunan masjid, di areal tersebut juga diberdiri sekolah Islam dan pemakaman umum Muslim pertama di Malta. 

Lokasi Pulau Malta di Laut Mediterania.

Paola merupakan kota perdagangan di Malta, hanya terpisah 5 kilometer dari kota Valletta, ibukota Malta. Masjid Paola yang dalam bahasa setempat disebut Moskee Paola, merupakan satu satunya masjid di Republik Malta. Masjid ini juga menjadi satu satunya simbol eksistensi Islam di negeri pulau kecil di tengah tengah laut mediterania itu. Mayoritas penduduk Malta memang pemeluk agama Katolik meskipun Islam pernah menorehkan sejarah kegemilangan di pulau ini dimasa kekuasan kekhalifahan Turki Usmani.

Lokasi dan Alamat Masjid & Islamic Centre Malta
Corradino Rd, Paola PLA 9037, Malta


Berdiri dipuncak bukit Corradino, menara masjid ini terlihat jauh hingga ke town square. Disekitar masjid ini juga sudah disiapkan lahan pemakaman muslim. Pemakaman ini juga menjadi komplek pemakaman muslim pertama di Malta. Setelah sekian lama tanpa ada tempat pemakaman muslim di  negeri itu. Mengingat letaknya yang berada di ketinggian butuh tenaga dan kemauan lebih untuk berjalan kaki mencapai masjid ini.

Lokasi masjid ini tak jauh dari Hypogeum,dipusat kota Paola, penjalanan menuju masjid ini melewati bentuk bentuk unik rumah, dan bangunan lainnya di sepanjang jalan. Bagian atas sebagian bangunan di daerah ini menjorok ke depan dan memiliki warna-warna lebih cerah dibanding warna dasar gedung itu sendiri. Bahannya biasanya terbuat dari kayu.  Dari Hypogeum, sebagian menara mesjid sudah terlihat dengan indah.

Di dalam kawasan masjid ini juga berdiri sekolah Islam Mariam Al-Batool serta serta gedung seketariat. Masjid ini berdiri sejak tahun 1978 atas bantuan dar
i World Islamic Call Society sebuah yayasan syiar Islam milik pemerintah Libya di masa pemerintahan presiden Muammar Khadafi.

Meski hanya satu lantai namun ruang sholat untuk pria dan wanita dipisahkan di masjid ini.  Masing masing ruang sholat ini disediakan tempat wudhu dan toilet. Khusus di ruang sholat wanita juga disediakan mukena dan Jilbab layaknya di Indonesia, hal seperti ini jarang terjadi di masjid masjid negara Eropa.

Agama Katholik Agama Negara Malta

Berdasarkan data dari Vatikan tahun 2006, menyebutkan bahwa 93.89% penduduk Malta beragama Katholik Roma. Menjadikan negara itu sebagai salah satu negara paling Katholik di dunia. Konsitusi Malta juga menjadikan Katholik Roma sebagai agama negara. Simbol simbol Katholik hadir dalam berbagai bentuk kebudayaan setempat. Namun konstitusi juga menjamin hak kebebasan beragama dan secara umum dapat dilihat dari terus berkembangya faham sekuleritas serta hadirnya agama agama minoritas termasuk Islam di negeri tersebut.

Dalam konsitutsi Malta Bab 2 ayat 1 disebukan bahwa imam agama Katholik Roma memiliki hak dan kewajiban untuk mengajarkan prinsip prinsip yang salah dan benar, Ayat 2: dan bahwa ajaran katholik Roma harus di ajarkan disetiap sekolah sekolah negeri sebagai salah satu mata pelajaran wajib”. Sedangkan dalam kitab undang undang ukum pidana Malta ada tiga pasal yang secara khusus mengatur tentang “kejahatan terhadap sentimen keagamaan”.

Pasal 163 menyatakan bahwa penistaan publik atau penyerangan terhadap kekhatolikan dan penistaan terhadap penganutnya, pejabat menterinya atau objek objek peribadatan-nya melalui kata kata, sikap, tulisan (di cetak atau tidak), gambar atau tampilan diancam dengan hukuman satu hingga enam bulan penjara. Pasal 164 menyambung pasal sebelumnya terkait dengan penistaan terhadap cara peribadatan yang dapat ditoleransi oleh hukum dapat dikenakan hukuman penjara paling lama selama 3 bulan.


Pasal 165 menyatakan bahwa tindakan mengganggu fungsi, acara seremonial peribadatan atau pelayanan Katholik atau agama lain yang ditoransi oleh hukum dapat di kenakan hukuman penjara paling lama selama satu tahun dan dapat dilanjutkan dengan masa hukuman penjara berikutnya bilamana ada tindakan kekerasan. Malta juga akan menjadi negara Eropa terahir yang membolehkan perceraian sejak bulan oktober 2011 setelah melalui pemungutan suara di referandum mengenai hal tersebut selama tiga tahun terahir. 

Islam di Malta

Islam pertama kali masuk ke Malta ketika pasukan muslim berhasil merebut Sisilia dari tangan emperium Romawi Timur (Bizantium) di tahun 870M. Malta lepas dari kekuasaan Islam setelah penyerbuan Norman tahun 1091 dan Malta kembali ke dalam kekuasaan Kristen Eropa, namun kala itu kaum muslimin yang tinggal disana diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah hingga abad ke 13. Sisa sisa kejayaan Islam di Malta masih tersisa hingga kini terkenal dengan sebutan Benteng Arab, dan menjadi salah satu objek wisata di Malta.

Saat ini muslim merupakan minoritas di
Malta dengan populasi sekitar 6000 jiwa. Sedangkan sumber yang lain menyebutkan angka hanya ada 3,000 Muslims di Malta terdiri dari 2250 muslim adalah warga asing, 600 muslim naturalisasi, dan hanya 150 muslim saja yang merupakan warga asli kelahiran Malta. Namun demikian dengan hanya memiliki satu masjid jelas sangat tidak memadai untuk mengakomodir kebutuhan muslim setempat.

Muslim di kota Salim di timur laut Negara itu bahkan sempat melaksanakan sholat berjamaah di jalan raya setelah Polisi menutup ruang apartemen yang mereka jadikan sebagai Mushola sementara. Penutupan tersebut karena ketiadaan izin resmi dari pejabat perencaan dan penataan lingkungan. Kasus yang sama juga terjadi di beberapa kota lain nya di Malta. 

Sebagaimana dilansir surat kabar “Times of Malta” sekitar lima puluh umat Islam di kota “Salim”, berkumpul di kota pada hari Jumat untuk menuntut dibukanya kembali salah satu rumah mereka yang selama ini digunakan untuk tempat shalat, setelah pemerintah melalui Pejabat Perencanaan dan Penataan Lingkungan di Malta menutupnya dengan alasan tidak memiliki izin.

Polisi Malta menjaga ketat jemaah yang melaksanakan sholat di jalan raya tersebut termasuk memastikan tidak ada orang yang lalu lalang membawa anjing peliharaan melintasi area tempat mereka melaksanakan sholat guna menjaga kesucian area tersebut. Sesuai dengan surat pemberitahuan dari jemaah muslim kepada polisi setempat sebelum aktifitas tersebut dilaksanakan.

MOMEN ketika Uskup Paul Cremona bersama Imam Muhammad Elsandi berdoa bersama menghadap kiblat di Masjid Paola.

Aktivitas Masjid Paola – Malta

Masjid Paola terbuka untuk umum, termasuk kunjungan dari pihak manapun. Beberapa waktu lalu masjid ini mendapatkan kunjungan dari duta besar Amerika Serikat di Malta Douglas Kmiec beserta istrinya Mrs. Carolyn Keenan Kmiec yang sengaja berkunjung ke masjid ini dan mendapatkan sambutan dari para pengurus masjid dan murid murid sekolah Mariam Al-Batool. Pada kesempatan tersebut Dubes di temui oleh Imam masjid Paola, Imam Mohamed El Sadi dan Direktur the World Islamic Call Society Malta, Mr. Omar Ahmed Farhat, selama kunjungan kehormatan tersebut.

Tak kalah menariknya adalah kunjungan dari Uskup Paul Cremona yang berkunjung ke masjid ini pada 26 Februari 2008 yang lalu. Dalam kunjungan tersebut Mgr Cremonia mendapat sambutan meriah dari murid murid dan para guru sekolah Islam Mariam Al-Batool. Ditemani oleh imam masjid Paola, Imam Muhammad Elsadi, Uskup Cremona menyempatkan diri berdoa di dalam masjid menghadap ke kiblat bersama dengan Imam Muhammad Elsadi. Sebuah harmoni yang indah disebuah negeri yang pernah menjadi negeri Islam selama beberapa abad dan kini berubah menjadi sebuah negeri Katholik. 

Foto foto Masjid Paola - Malta

Interior Masjid Paola di Kompleks Islamic Centre Malta.

Masjid Paola Islamic Centre Malta.
Masjid Paola Islamic Centre Malta.


Sabtu, 08 Oktober 2011

Masjid Lama Negeri Sarawak, Malaysia

Masjid Lama Negeri Sarawak (Old Sarawak State Mosque) kini dikenal sebagai Masjid Bandaraya Kuching (Kuching City Mosque).

Sarawak memiliki dua Masjid Negeri. Ini terjadi karena pemerintahan Negeri Sarawak membangun kawasan pusat pemerintahan baru di Petra Jaya, termasuk membangun Masjid Negeri yang baru. Fungsi sebagai masjid Negeri Sarawak telah dipindahkan ke Masjid Negeri Sarawak (Sarawak State Mosque) yang baru di kawasan Petra Jaya tersebut.
 
Masjid Lama Negeri Sarawak kini dikenal dengan nama Masjid Bandaraya Kuching (Kuching City Mosque) menjalankan tugasnya sebagai Masjid Negeri Sarawak (Sarawak State Mosque) sejak diremikan ditahun 1968 hingga tahun 1990.
 
Meski sudah tidak lagi berstatus sebagai Masjid Negeri, Masjid lama ini masih menjadi tanggung jawab dari Lembaga masjid negeri dan tentu saja masih menjalankan fungsinya sebagai masjid. Istilah dan fungsi “Masjid Negeri” di Malaysia mirip dengan istilah dan fungsi “Masjid Agung Provinsi” di Indonesia.
 
Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching)
332, Jalan Datuk Ajibah Abol, Kampung No3, 93400 Kuching, Sarawak, Malaysia
 

 
Sarawak atau Negeri Sarawak adalah salah satu dari dua Negara bagian Malaysia yang terletak di bagian barat pulau Kalimantan berbatasan langsung dengan Propinsi Kalimantan barat disebelah selatan, Kalimantan Timur disebelah timur, sedangkan kawasan lautnya disebelah barat berbatasan langsung dengan Propinsi Kepulauan Riau. Negeri Sarawak beribukota di Bandaraya Kuching.
 
Sungai Sarawak yang membelah Bandaraya Kuching sudah menjadi salah satu ikon bagi kota ini. Nama Kuching sendiri menurut berbagai sumber memang diambil nama hewan kucing. Konon pada masa lampau ketika kawasan itu masih berupa belantara ada banyak kucing hutan yang berkeliaran di kawasan disekitar sungai tersebut.
 
Sejarah Masjid Lama Negeri Sawarak
 
Di abad ke 19 Sarawak merupakan bagian dari kesultanan Brunai namun kemudian dihadiahkan kepada seorang pengembara Inggris James Brooke atas jasanya menumpas pemberontakan di kawasan tersebut. James Brooke diangkat menjadi gubernur Sarawak pada 24 September 1841 dan diberi gelar Rajah oleh Sultan Brunei pada 18 Agustus 1842.

Kilasan sejarah Masjid Lama Negeri  Sarawak, kini menjadi Masjid Bandaraya Kuching.

Brooke hanya menguasai wilayah Sarawak yang paling barat, di sekitar Kuching. Kenyataan berikutnya Brooke menjadikan Sarawak sebagai kerajaan Pribadi dengan Kuching Sebagai ibukota pemerintahannya. Ia berkuasa hingga kematiannya pada 1868. Dan diteruskan oleh anggota keluarganya yang berkuasa hingga tahun 1946.
 
Pengganti James antara lain sepupunya, Charles Anthony Johnson Brooke, dan anak Anthoni, Charles Vyner Brooke. Wilayah yang dikuasai oleh keluarga Brooke semakin luas, dengan menguasai wilayah yang tadinya milik Brunei hingga Brunei hanya menguasai sungai strategis dan benteng di kawasan pesisir, Brookes sebenarnya telah merampas tanah para pejuang Muslim dan suku lokal. Dinasti Brooke memerintah Sarawak selama satu abad dan dijuluki "Rajah Putih",
 
Jepang menyerbu Sarawak pada 1941 dan menguasainya selama Perang Dunia II berlangsung hingga pasukan Australia menguasainya pada 1945. Rajah secara resmi menyerahkan Sarawak kepada Britania Raya pada 1946, di bawah tekanan istrinya dan kalangan lain-nya. Namun Anthony tidak mengakui kedaulatan Sarawak di bawah Britania Raya. Kaum Melayu sangat menolak upaya kekuasaan Britania terutama dengan membunuh gubernur Britania Raya pertama di Sarawak.
 
Hamparan pekuburan tua kaum muslimin tampak di pekarangan masjid.

Sudah menjadi catatan sejarah bahwa Sarawak dan Sabah pernah menjadi pusat perseteruan antara Malaysia dan Indonesia semasa kepemimpinan Bung Karno, ketika Bung Karno menggelorakan semangat Ganyang Malaysia untuk memasukkan Sabah dan Sarawak ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesa. Sarawak menjadi lokasi utama saat Konfrontasi berlangsung pada 1962 hingga 1966. Sarawak menjadi sebuah negara bagian berstatus otonomi di bawah federasi Malaysia pada 16 September 1963 walaupun sebelumnya sebagian penduduknya menolak rencana ini.
 
Bangunan masjid pertama dibangun tahun 1847
 
Masjid Bandaraya Kuching merupakan masjid pertama yang dibangun di Sarawak. Pertama kali dibangun tahun 1847 atau 6 tahun setelah pengangkatan James Brooke sebagai Gubernur Sarawak oleh Sultan Brunai. Masjid pertama ini dibangun oleh tokoh masyarakat melayu Sarawak Datuk Patinggi Ali dalam bentuk yang sangat sederhana, berbahan kayu, berdinding papan dan beratap limas dari kayu bulian.
 
Imam pertama di Masjid Negeri Sarawak ini sejak tahun 1847 hingga tahun 1890 adalah Datuk Patinggi Haji Abdul Gafur yang merupakan menantu dari Datuk Patinggi Ali. Tugas sebagai imam diteruskan oleh imam kedua, Datuk Bandar Haji Bolhassan, putra dari Datuk Patinggi Ali. Imam ketiga masjid ini adalah Datuk Imam Abdul Karim dan dilanjutkan oleh imam ke –empat, Abang Haji Mataim yang juga putra Datuk Patinggi Ali.
 
Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching) dari arah Sungai Sarawak. Tampak beberapa kendaran konstruksi sedang beroperasi disana merapikan tepian sungai.

Renovasi Tahun 1880
 
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut masjid yang ada sudah tak lagi mampu menampung jemaah yang terus bertambah. Tahun 1880 masjid tersebut mengalami renovasi dan mulai dibangun dengan tiang cor dan lantai semen. Bentuk masjid yang sudah di beton ini masih dengan atap limas bersusun dari bahan kayu bulian. Atap limas seperti layaknya masjid masjid di Indonesia itu bertahan hingga tahun 1920-an.
 
Renovasi tahun 1929 – 1930
 
Tahun 1929 para tokoh Islam, para datuk dan masyarakat Muslim dengan bantuan dari Gubernur Brooke, melakukan renovasi dan perbaikan terhadap masjid ini. Renovasi tahun 1929 ini menambahkan kubah di atap masjid dengan sentuhan eropa menggantikan satu tingkat dari 3 atap limasnya. Renovasi tersebut juga mengganti pintu pintu masjid dengan pintu pintu dan jendela jendela besar khas bangunan Eropa. Keseluruhan renovasi itu selesai tahun 1930. Bangunan hasil renovasi tahun 1929-1930 ini bertahan hingga tahun 1967
 
Pembangunan Masjid Tahun 1967-1968
 
Tahun 1958 Badan Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Besar Kuching yang kala itu jabatan presidennya dipegang oleh Mufti Sarawak Tuan Haji Yusof Shibli, membentuk Jawatan Kuasa Tabung Derma Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Besar Kuching dengan setiausaha-nya dipercayakan kepada Ustazd Haji Abdul Kadir Hassan untuk mengumpulkan dana bagi perbaikan masjid. Lembaga amal ini berhasil mengumpulkan dana sebesar RM 30,000 Ringgit dari kaum muslimin Sarawak.
 
Ruang sholat utama Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching)

Jumlah tersebut masih jauh dari cukup untuk membangun sebuah bangunan masjid baru yang lebih besar. Tahun 1964 Yang Berbahagia.Datuk Abang Haji Sapuani, P.N.B.S dipilih menjadi Yang dipertuan Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Besar Kuching, beliau beserta para staf nya bertekad melanjutkan usaha untuk membangun masjid ini. Beliau tidak saja mengumpulkanan dana dari kaum muslimin tapi dari seluruh warga. Ketika itu dibentuklah Jawatan Kuasa Kerja Tabung Derma Masjid yang diketuai oleh Yang Berbahagia Datuk Abang Haji Maszuki Nor. P.N.B.S.
 
Bulan Februari 1966 Yang Teramat Mulia Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj, Perdana Meteri pertama Malaysia di undang untuk melakukan peletakan batu pertama proses renovasi Masjid Besar Kuching. Ketika tiba di lokasi Tunku Abdul Rahman menganggap bahwa bangunan masjid yang ada sudah tidak layak untuk jadi Masjid Negeri Sarawak dan beliau mengusulkan untuk mengganti bangunan masjid tersebut dengan bangunan masjid baru yang lebih reresentatif.
 
Rencana tersebut diterima dengan baik oleh para tokoh muslim Sarawak meski untuk proses pembangunan tersebut diperkitakan membutuhkan dana sekitar 1 juta ringgit Malaysia, dana yang cukup besar kala itu. Setahun kemudian di tahun 1967 bangunan masjid yang lama dirobohkan menggunakan bom. Dan proses pembangunan masjid baru pun dimulai.
 
Interior lantai kedua Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching)

Diresmikan Sebagai Masjid Negeri Sarawak
 
Tahun 1968 sebuah bangunan masjid baru dengan arsitektur yang sama sekali berbeda dengan masjid sebelumnya sudah berdiri megah di atas teratak bangunan lama. Bangunan masjid baru ini diresmikan oleh Yang di-Pertuan Agung Malaysia pada tanggal 20 Oktober 1968 sebagai Masjid Negeri Serawak. Bangunan hasil pembangunan tahun 1967-1968 inilah yang kini masih berdiri kokoh hingga hari ini.
 
Masjid Besar Negeri Sarawak yang baru ini mampu menampung jemaah hingga 4000 orang sekaligus. Kawasan masjid ini seluas 4 hektar, bangunan nya berada satu kawasan dengan Prasasti peringatan perang, Kantor Penerangan Malaysia, Rumah sakit dan kantor kantor pemerintahan lain nya. Kala itu tak jauh dari masjid ini juga berdiri Hotel Arif milik seorang pengusaha bumiputra, serta taman bermain. Masjid ini dilengkapi dengan lapangan parkir yang cukup luas. Disekiling masjid ini merupakan pemakaman muslim sejak pertama masjid ini berdiri di tahun 1847. Sedangkan di sisi belakang masjid mengalir tenang sungai Sarawak.
 
Sumber pendanaan pembangunan masjid ini sebagian besar berasal dari pemerintah pusat Malaysia di Kuala Lumpur. Dana awal sebesar RM. 250,000. Sumbangan dari Perdana Menteri pertama Malaysia Tunku Abdul Rahman sebesari RM. 100,000. Sumbangan dari Wakil Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak sebesar RM. 150,000. Jumlah keseluruhan dana dari pemerintah pusat Malaysia sebesar RM. 500,000. Ditambah dengan dana dari masyarakat dan pemerintah negeri Sarawak.
 
Dari balik pohon pohon kelapa.

Arsitektur Masjid Lama Negeri Sarawak
 
Aroma arsitektur India sangat terasa di masjid ini. menara menara kecil lansing, menyatu dengan bangunan utama masjid, kubah bentuk bawang di puncak bangunan utama masjid, menghadirkan suasana bangunan bangunan dinasti mughal Indida di tanah melayu Malaysia Timur. Disamping kubah utama terdapat empat lagi kubah bawang dengan ukuran lebih kecil di atap masjid ini mengitarai kubah utam. Empat menara ramping di kempat penjuru bangunan utama masjid. Ditambah lagi empat menara di masing masing mengapit dua pintu utama sisi kiri dan kanan masjid.
 
Sentuhan Eropa pada bangunan masjid sebelumnya yang selesai dibangun tahun 1880 sama sekali menghilang dari bangunan baru ini. Kesemua kubah yang ada di cat dengan warna ke emasan. Warna ke emasan dalam tradisi melayu merupakan perlambang kemakmuran, kebesaran dan kemegahan. Itu sebabnya kebanyakan kesultanan Melayu menggunakan warna emas atau warna kuning sebagai warna kebesaran. Meski fungsi sebagai masjid negeri sudah beralih ke Masjid Negeri di Petra Jaya namun masjid ini masih menjalankan fungsinya sebagai tempat ibadah utama bagi muslim di kawasan tersebut.
 
Nisan nisan kuburan tua di pekarangan masjid.

Pengelolaan Lama Negeri Sarawak
 
Masjid Lama Negeri Sarawak (Masjid Bandaraya Kuching) dikelola oleh Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Negeri Sarawak (LAKMNS), lembaga ini didirikan tahun 1958 dengan nama Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Besar Kuching. Lembaga ini dikukuhkan sebagai badan hukum dengan nama The Masjid Besar (Kuching) Charitable Trust tahun 1960.
 
7 Januari 1981 lembaga tersebut berubah menjadi Masjid Negeri Sarawak Charitable Trust atau Lembaga Amanah Kebajikan Masjid Negeri Sarawak. 19 Mei 1994 permohonan untuk pengesahan dari parlemen diajukan ke Parlemen Sarawak (Dewan Undangan Negeri) dan pada 3 Juni 1994 Dewan Undangan Negeri mengesahkan peraturan baru tentang lembaga lembaga sosial di Sarawak.
 
Peraturan baru itu memberikan peluang bagi lembaga lembaga sosial termasuk LAKMNS untuk membentuk badan usaha dan turut serta berkecipung dalam bidang ekonomi. Tentu saja hal ini memberikan implikasi positif bagi perkembangan lembaga lembaga Islam yang sudah berbadan hukum di seluruh Negeri Sarawak.***